Saturday, February 12, 2011

NABI Shallallahu ‘alaihi wa sallam TIDAK DAPAT MEMBERI HIDAYAH KECUALI DENGAN KEHENDAK Alloh

NABI Shallallahu ‘alaihi wa sallam TIDAK DAPAT MEMBERI HIDAYAH

KECUALI DENGAN KEHENDAK Alloh ([1])
Firman Alloh Subhanahu wa Subhanahu wa Ta’ala :
]إنك لا تهدى من أحببت ولكن الله يهدي من يشاء وهو أعلم بالمهتدين[
“Sesungguhnya kamu (hai Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu cintai, tetapi Alloh lah yang memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendakiNya, dan Alloh lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al qoshosh, 56)
Diriwayatkan dalam shoheh Bukhori, dari Ibnul Musayyab, bahwa bapaknya berkata : “Ketika Abu Tholib akan meninggal dunia, maka datanglah Rasululloh, dan pada saat itu Abdullah bin Abi Umayyah, dan Abu Jahal ada disisinya, lalu Rasululloh bersabda kepadanya :
"يا عم، قل لا إله إلا الله كلمة أحاج لك بها عند الله"
“Wahai pamanku, ucapkanlah “la ilaha illAlloh” kalimat yang dapat aku jadikan bukti untukmu dihadapan Alloh”.
          Tetapi Abdullah bin Abi Umayyah dan Abu Jahal berkata kepada Abu Tholib : “Apakah kamu membenci agama Abdul Muthollib ?”, kemudian Rasululloh mengulangi sabdanya lagi, dan mereka berduapun mengulangi kata-katanya pula, maka ucapan terakhir yang dikatakan oleh Abu Tholib adalah : bahwa ia tetap masih berada pada agamanya Abdul Mutholib, dan dia menolak untuk mengucapkan kalimat la ilah illAlloh, kemudian Rasululloh bersabda : “sungguh akan aku mintakan ampun untukmu pada Alloh, selama aku tidak dilarang”, lalu Alloh menurunkan firmanNya :
]ما كان للنبي والذين آمنوا أن يستغفروا للمشركين[
“Tidak layak bagi seorang Nabi serta orang-orang yang beriman memintakan ampunan (kepada Alloh) bagi orang-orang musyrik” (QS. Al bara’ah, 113).
 
          Dan berkaitan dengan Abu Tholib, Alloh menurunkan firmanNya :
]إنك لا تهدي من أحببت ولكن الله يهدي من يشاء[
“Sesungguhnya kamu (hai Muhammad) tak sanggup memberikan hidayah) petunjuk) kepada orang-orang yang kamu cintai, akan tetapi Alloh lah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya” (QS. Al Qoshosh, 57)
        Kandungan bab ini :
  1. Penjelasan tentang ayat 57 surat Al Qoshosh (<!--[if !supportFootnotes]–>[2]).
  2. Penjelasan tentang ayat 113 surat Al Bara’ah ([3]).
  3. Masalah yang sangat penting, yaitu penjelasan tentang sabda Nabi ShallAllohu’alaihi wa Sallam : “Ucapkanlah kalimat la ilaha illAlloh”, berbeda dengan apa yang difahami oleh orang-orang yang mengaku dirinya berilmu ([4]).
  4. Abu Jahal dan kawan-kawannya mengerti maksud Rasululloh ketika beliau masuk dan berkata kepada pamannya : “Ucapkanlah kalimat la ilah illAlloh”, oleh karena itu, celakalah orang yang pemahamannya tentang asas utama Islam ini lebih rendah dari pada Abu Jahal.
  5. Kesungguhan Rasululloh ShallAllohu’alaihi wa Sallam dalam berupaya untuk mengislamkan pamannya.
  6. Bantahan terhadap orang-orang yang mengatakan bahwa Abdul Mutholib dan leluhurnya itu beragama Islam.
  7. Permintaan ampun Rasululloh untuk Abu Tholib tidak dikabulkan, ia tidak diampuni, bahkan beliau dilarang memintakan ampun untuknya.
  8. Bahayanya Berkawan dengan orang-orang berpikiran dan berprilaku jahat.
  9. Bahayanya mengagung-agungkan para leluhur dan orang-orang terkemuka.
  10. “Nama besar” mereka inilah yang dijadikan oleh orang-orang jahiliyah sebagai tolok ukur kebenaran yang mesti dianut.
  11. Hadits diatas mengandung bukti bahwa amal seseorang itu yang dianggap adalah di akhir hidupnya, sebab jika Abu Tholib mau mengucapkan kalimat tauhid, maka pasti akan berguna bagi dirinya di hadapan Alloh.
  12. Perlu direnungkan, betapa beratnya hati orang-orang yang sesat itu untuk menerima tauhid, karena dianggap sebagai sesuatu yang tak bisa diterima oleh akal pikiran mereka, sebab dalam kisah diatas disebutkan bahwa mereka tidak menyerang Abu Tholib kecuali supaya menolak untuk mengucapkan kalimat tauhid, padahal Nabi ShallAllohu’alaihi wa Sallam sudah berusaha semaksimal mungkin, dan berulang kali memintanya untuk mengucapkannya. Dan karena kalimat tauhid itu memiliki makna yang jelas dan konsekuensi yang besar, maka cukuplah bagi mereka dengan menolak untuk mengucapkannya.

 

([1])   Bab ini merupakan bukti adanya kewajiban bertauhid kepada Alloh. Karena apabila Nabi Muhammad sebagai makhluk termulia dan yang paling tinggi kedudukannya di sisi Alloh, tidak dapat memberi hidayah kepada siapapun yang beliau inginkan, maka tidak ada sembahan yang haq melainkan Alloh, yang bisa memberi hidayah kepada siapa saja yang Dia kehendaki.
([2])   Ayat ini menunjukkan bahwa hidayah (petunjuk) untuk masuk Islam itu hanyalah di Tangan Alloh saja, tidak ada seorangpun yang dapat menjadikan seseorang menapaki jalan yang lurus ini kecuali dengan kehendakNya, dan mengandung bantahan terhadap orang-orang yang mempunyai kepercayaan bahwa para nabi dan wali itu dapat mendatangkan manfaat dan menolak mudhorat, sehingga diminta untuk memberikan ampunan, menyelamatkan diri dari kesulitan, dan untuk kepentingan-kepentingan lainnya.
([3])  Ayat ini menunjukkan tentang haramnya memintakan ampun bagi orang-orang musyrik, dan haram pula berwala’ (mencintai, memihak dan membela) kepada mereka.
([5])  Penjelasannya ialah : diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan apa yang menjadi konsekuensinya, yaitu : memurnikan ibadah hanya kepada Alloh, dan membersihkan diri dari ibadah kepada selainNya, seperti : malaikat, nabi, wali , kuburan, batu, pohon, dan lain lain.

0 komentar:

Post a Comment

 

by blogonol