Syari’at Islam
telah menerangkan jalan yang sangat jelas dan terang. Tiada kewajiban
atas kaum muslimin kecuali hanya sekedar mengikuti jalan Islam,
mencontoh dan menjalankan tuntunannya. Karena jelasnya jalan Islam ini,
sehingga Allah Jalla wa ‘Azza memerintah Nabi-Nya untuk menyatakan kepada manusia apa yang tertera dalam firman-Nya,
“Katakanlah:
“Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku berdakwah
ke (jalan) Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku
tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.” (QS. Yusuf : 108)
“Sesungguhnya telah datang kepada kalian cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan
kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya
ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan
orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang
dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Ma`idah : 15-16)
Dan Allah Jalla fii ‘Ulahu menegaskan,
“Dan
sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan
janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan
itu akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-An’am : 153)
Dan dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
خَطَّ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا
سَبِيْلُ اللهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوْطًا عَنْ يَمِيْنِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ
ثُمَّ قَالَ هَذِهِ سُبُلٌ عَلَى كُلِّ سَبِيْلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ
يَدْعُوْ إِلَيْهِ ثُمَّ تَلاَ
“Pada suatu hari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wa sallam menggaris di hadapan kami suatu garis lalu beliau berkata,
“Ini adalah jalan Allah”. Kemudian beliau menggaris beberapa garis di
sebelah kanan dan kirinya lalu beliau berkata, “Ini adalah jalan-jalan,
yang di atas setiap jalan ada syaithan menyeru kepadanya.” Kemudian
beliau membaca (ayat), “Dan sesungguhnya ini
adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian
mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan
mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya”.[1]
Dan Allah
memerintah untuk mengikuti jalan syari’at serta melarang dari berpaling
kepada selainnya. Dalam firman-Nya, Allah menegaskan,
“Ikutilah
apa yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian dan janganlah kalian
mengikuti wali-wali selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil
pelajaran (daripadanya).” (QS. Al-A’raf : 3)
“Kemudian
Kami jadikan kalian berada di atas suatu syari’at (peraturan) dari
urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti
hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jatsiyah : 18)
Dan Islam telah
menjelaskan kepada kita jalan yang benar dari jalan yang batil dengan
penuh kejelasan tanpa ada setitik kesamaran dan tanpa ada secuil
keraguan sehingga tak seorangpun yang menyimpang dan berpaling dari
jalan yang lurus tersebut kecuali akan binasa. Allah ‘Azza Sya`nuhu menyatakan,
“Dan
demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Qur`an, (supaya jelas jalan
orang-orang yang saleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang
berdosa.” (QS. Al-An’am : 55)
Dan Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menegaskan,
لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلِهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيْغُ بَعْدِيْ عَنْهَا إِلَّا هَالِكٌ
“Sungguh
saya telah meninggalkan kalian di atas suatu yang sangat putih, malamnya
sama dengan siangnya, tidaklah seorangpun menyimpang darinya setelahku
kecuali akan binasa.” [2]
Dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengingatkan,
إِنَّهُ
لَمْ يَكُنْ نَبِيٌ قَبْلِيْ إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ
أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا
يَعْلَمُهُ لَهُمْ
“Sesungguhnya
tak seorang nabi pun sebelumku, kecuali wajib atasnya untuk menunjukkan
kepada umatnya segala kebaikan yang ia ketahui untuk mereka dan
memperingatkan kepada mereka segala kejelekan yang ia ketahui (akan
membahayakan) mereka.” [3]
[1] Diriwayatkan oleh Abu Daud Ath-Thoyalisy dalam Musnadnya no. 244, Ath-Thobary dalam Tafsirnya 8/88, Muhammad bin Nashr Al-Marwazy dalam As-Sunnah no.11, Sa’îd bin Manshur dalam Tafsirnya 5/113 no 935, Ahmad 1/435, Ad Darimy 1/78 no 202, An-Nasai dalam Al-Kubro 5/94 no.8364 dan 6/343 no.11174, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan 1/180-181 no.6-7, Al-Hakim dalam Mustadraknya 2/348 dan lain-lainnya. Dan hadits ini dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dan Syaikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad Mimma Laisa Fî Ash-Shohihain.
[2] Diriwayatkan oleh Ahmad 4/126, Ibnu Majah no. 5, 43, Ibnu Abi ‘Ashim no. 48-49 dan Al-Hakim 1/96 dari hadits Abu Darda` radhiyallahu ‘anhu. dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Zhilalul Jannah 1/27.
[3] Hadits riwayat Muslim no. 1844, An-Nasa`i 7/152-153 dan Ibnu Majah no. 3956 dari hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘ash radhiyallahu ‘anhuma.
0 komentar:
Post a Comment