Download Kajian Kitab Laamiyah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Download Kajian Kitab Al-Fawa'idul Bahiyyah Fii Syarhi Laamiyah Syakhil Islam Ibni Taimiyah Rahimahullah (Ta'lif Syaikh Muhammad Bin Hizam Hafizhahullah).
Dimanakah Roh Para Nabi.?
Soal : Apakah para roh dan jasad pada nabi berada di atas langit ataukah hanya roh mereka saja yang di atas langit.?
Qurban, Keutamaan dan Hukumnya
Allah Berfirman : “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan sembelihlah hewan qurban.” (Al-Kautsar: 2)
Serba Serbi Air Alam
Allah berfirman : Dia telah menurunkan air kepada kalian supaya Dia (Allah) menyucikan kalian dengannya. (QS. Al-Anfal: 11)
Sahabatku Kan Kusebut Dirimu Dalam Do'aku
Rasulullah bersabda : Tidak sempurna keimanan salah seorang diantara kalian sampai ia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang ia cintai bagi dirinya sendiri (dari segala hal yang baik). (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Tuesday, July 31, 2012
Amal Shaleh Di Bulan Ramadhan
Secara
umum, memperbanyak amalan saleh dibulan ramadhan merupakan hal yang
sangat mulia dan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, namun ada
beberapa amalan yang dianjurkan untuk diperbanyak dibulan ramadhan.
Diantaranya:
MEMPERBANYAK BACAAN AL-QUR'ANUL AL-KARIM
Bulan ramadhan adalah bulan
diturunkannya al-qur’an, sehingga seorang muslim dianjurkan untuk
memperbanyak tilawatul qur’an dibulan yang penuh berkah ini.Berkata Ibnu
Abbas Radhiallahu anhuma: “Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam,
adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan disaat
bulan ramadhan, tatkala Beliau ditemui oleh Jibril, dan Jibril
menemuinya pada setiap malam dibulan ramadhan lalu mengajarkan kepadanya
al-qur’an. Sungguh Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, lebih cepat dalam berbuat kebaikan daripada angin yang berhembus.”
(Muttafaq alaihi)
Berkata Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali Rahimahullah:
“Hadits
ini menunjukkan anjuran mempelajari al-qur’an dibulan ramadhan dan
berkumpul dalam mempelajarinya, dan membacakan al-qur’an kepada orag yag
lebih hafal darinya. Didalamnya juga terdapat dalil tentang anjuran
memperbanyak membaca al-qur’an dibulan ramadhan.”
(Lathaif al-ma’arif:242-243)
MEMPERBANYAK SEDEKAH
Telah
disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas diatas bahwa Rasulullah Shallallohu
‘alaihi wasallam, lebih meningkatkan kedermawanannya dibulan ramadhan,
karena keutamaan yang berlipat ganda yang akan diraih bagi mereka yang
memperbanyak sedekah.
Berkata Imam Syaifi’i Rahimahullah:
Aku
menyukai seseorang meningkatkan kedermawanannya dibulan ramadhan dengan
mencontoh Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, dan karena kebutuhan
manusia dibulan tersebut untuk memenuhi kemaslahatan mereka, dan karena
banyak diantara mereka yang meninggalkan mencari penghasilan dengan
menyibukkan diri dalam berpuasa dan shalat.”
(Mukhtashar Muzani, bersama kitab Al-Umm:9/68)
Termasuk sedekah adalah memberi makan kepada orang- orang yang berpuasa. Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasalla, bersabda:
“Barangsiapa
yang memberi makan kepada orang yang berpuasa, maka dia mendapatkan
seperti pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala yang berpuasa
itu sedikitpun.”
(HR.Tirmidzi, Nasaai, Ibnu Majah dan yang lainnya, dari Zaid bin Khalid Al-Juhani radiyallohu anhu)
UMRAH DI BULAN RAMADHAN
Menunaikan
umrah dibulan apa saja termasuk penghapus dosa bagi orang yang
mengamalkannya dengan penuh keikhlasan dan mengikuti tuntunan Rasul .
Namun menunaikannya dibulan Ramadhan, mendapatkan keutamaan khusus bagi
yang mengamalkannya. Rasulullah bersabda menjelaskan keutamaan Umrah
dibulan ramadhan:
“Sesungguhnya menunaikan umrah dibulan itu setara dengan amalan haji.”
(HR.Muslim (1256) dari Ibnu Abbas )
Dalam sebagian riwayat: “Setara dengan haji bersamaku.”
(HR.Bukhari (1256) dari Ibnu Abbas)
I'TIKAF
I’tikaf
adalah menetapnya seorang muslim di masjid dengan tujuan beribadah
kepada Allah Subhaanahu wata’aala. I’tikaf dibulan ramadhan terkhusus
sepuluh malam terakhir merupakan amalan yang dianjurkan, agar seorang
yang menikmati ibadah dibulan ramadhan dapat lebih berkonsentrasi dalam
ibadah dan bersungguh- sungguh untuk meraih keutamaan dimalam lailatul
qadar.Berkata Aisyah Radhiallahu Anha:
“Rasulullah
Shallallohu ‘alaihi wasallam, senantiasa melakukan i’tikaf pada sepuluh
hari terakhir dibulan ramadhan hingga Allah Subhaanahu wata’aal, mewafatkannya.”
(Muttafaq alaihi)
Inilah
sebagian amalan mulia yang dianjurkan dbulan ramadhan, semoga Allah
memberi taufik kepada kita semua untuk mengamalkannya.
Ditulis oleh:
Abu Muawiyah Askari bin Jamal
9 ramadhan 1433 H
Sumber : http://salafybpp.com
Mengenal Hakekat Puasa
Bulan
Ramadhan adalah bulan yang selalu dirindukan oleh kaum muslimin di
seluruh penjuru dunia, sebab mereka meyakini bahwa bulan ramadhan adalah
bulan yang selalu mendatangkan berkah, bulan yang selalu memberi
tambahan spirit dan semangat bagi yang ingin meraih kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat dengan membawa amal saleh yang berlipat ganda.
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasalla, bersabda tentang bulan Ramadhan (artinya):
“Di
bulan itu, malaikat menyeru: Wahai pencari kebaikan, bergembiralah.
Wahai pencari keburukan, tahanlah dirimu, hingga berakhirnya bulan
Ramadhan”
(HR.Ahmad)
Terkhusus
amalan puasa, yang merupakan amalan inti di bulan Ramadhan, dimana
Allah Azza wajalla, mengkhususkan ganjaran pahala yang tak ternilai bagi
seorang yang mengamalkannya dengan penuh keikhlasan dan mengikuti
petunjuk Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasalla, Dalam hadits Qudsi ,
Allah Ta’ala berfirman:
“Setiap
amalan anak cucu Adam telah ditetapkan pahala baginya, satu kebaikan
sama dengan sepuluh kebaikan. Kecuali berpuasa, karena sesugguhnya puasa
itu khusus untuk-Ku, dan Aku-lah yang membalasnya.”
(Muttafaq alaihi)
Namun
ada satu hal yang banyak dilalaikan oleh orang yang berpuasa, di saat
mereka menyangka bahwa berpuasa hanyalah sekedar menahan diri dari
makan, minum, dan berjima’ dengan isteri, dan meninggalkan hal- hal yang
membatalkan puasa, lalu pemahaman puasa hanya berhenti sampai disitu
saja, tidak lebih. Tentu ini merupakan pemahaman yang keliru, sebab ada
hikmah yang besar yang dikehendaki Allah Azza wajalla, dari amalan puasa
yang dilakukan oleh setiap muslim, yaitu untuk membiasakan diri dengan
penuh kesabaran dalam menjalankan apa saja yang diperintahkan kepada
Allah Azza wajalla, dan meninggalkan seluruh apa saja yang dilarang-Nya,
inilah yang disebut ‘Taqwallah”. Allah Ta’ala berfirman (artinya):
“Wahai
orang- orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa
sebagaimana telah diwajibkan kepada orang- orang sebelum kalian, agar
kalian menjadi orang- orang yang bertaqwa.”
(QS.Al-Baqarah: 183)
Oleh
karenanya, hendaknya seorang muslim harus berusaha untuk menjadikan
bulan Ramadhan sebagai bulan “tarbiyah” yang mendidik jiwa, lisan dan
anggota tubuhnya untuk terbiasa dalam menjalankan ketaatan kepada Allah
Rabbul Alamin. Sebab
jika tidak , puasa sebulan penuh yang diamalkan bisa menjadi amalan
yang sia- sia , tanpa membuahkan hasil yag diinginkan.
Rasulullah Shallallohu ‘alahi wasallam, bersabda:
“Barangsiapa
yang tidak meninggalkan ‘ucapan zur’, dan melakukannya serta melakukan
perbuatan jahil, maka Allah tidak butuh kepadanya tatkala dia
meninggalkan makan dan minum.”
(HR.Bukhari dari Abu Hurairah)
Yang dimakud ‘ucapan zur’,
adalah setiap ucapan yang menyimpang dari kebenaran, diantaranya ucapan
dusta, ghibah, adu domba,persaksian dusta untuk membenarkan yang batil,
atau membatilkan kebenaran, dan yang lainnya. Yang dimaksud
mengamalkannya adalah melakukan hal- hal yang diharamkan Allah U,
dan yang dimaksud perbuatan jahil adalah melakukan tindakan yang
menunjukkan kebodohan, seperti mencela, mencaci maki, melemparkan
tudingan tak berdasar, dan yang lainnya.
Rasulullah Shallallohu ‘alahi wasallam, juga bersabda:
“Boleh
jadi orang yang berpuasa, balasan yang didapatkannya hanyalah haus dan
lapar, dan boleh jadi orang yang menegakkan qiyamullail, balasan yang
didapatkannya hanyalah begadang dimalam hari.”
(HR.Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Al-Hakim, dari Abu Hurairah radiyallohu anhu)
Telah sahih dari Abul Mutawakkil An-Naji –Rahimahullah- berkata:
“Pernah Abu Hurairah radiyallohu anhu,
dan para sahabatnya jika mereka berpuasa, mereka memperbanyak duduk di
masjid, mereka berkata: Kami ingin membersihkan puasa-puasa kami.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah:1888)
Diriwayatkan
pula dari Abu Saleh Al-Hanafi dari saudaranya yang bernama Thaliq bin
Qais bahwa ia berkata: berkata Abu Dzar Al-Ghifari Radhiallahu anhu:
“Jika
Engkau berpuasa maka jagalah dirimu semampu kamu.” Maka jika Thaliq ia
berpuasa, dia masuk ke rumahnya, dan tidak keluar kecuali untuk shalat.”
(Riwayat Ibnu Abi Syaibah: 8788)
Jabir bin Abdillah –Radhiallahu anhuma- berkata:
“Jika
kalian berpuasa, maka puasakanlah pendengaranmu, penglihatanmu, dan
lisanmu dari berkata dusta. Janganlah engkau menyakiti pembantu, dan
hendaknya engkau menjaga ketenangan dan kelembutan, jangan engkau
menjadikan hari berpuasamu sama dengan hari ketika engkau tidak
berpuasa.”
(Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah , Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhud)
Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata tatkala menjelaskan hakekat berpuasa:
“Orang
yang berpuasa adalah orang yang berpuasa anggota tubuhnya dari berbuat
dosa, berpuasa lisannya dari berkata dusta, ucapan kotor dan ucapan
maksiat, berpuasa perutnya dari makan dan minum, berpuasa kemaluannya
dari berhubungan, jika dia berbicara maka dia tidak berucap dengan
sesuatu yang melukai puasanya, jika dia berbuat maka dia tidak melakukan
sesuatu yang merusak puasanya, sehingga seluruh ucapannya yang keluar
adalah ucapan yang baik lagi bermanfaat, demikian pula
amalan-amalannya.Ia berkedudukan seperti aroma yang dicium oleh orang
yang duduk bersama penjual minyak kesturi. Demikian pula orang yang
duduk bersama orang yang berpuasa, dia mendapatkan manfaat dengan duduk
bersamanya, dan merasa aman dari maksiat, dusta, perbuatan fajir dan
kezhaliman. Inilah puasa yang disyariatkan, bukan sekedar menahan diri
dari makan dan minum. Puasa hakiki adalah puasanya anggota tubuh dari
berbuat dosa, puasanya perut dari makan dan minum. Sebagaimana makan dan
minum dan memutus dan merusak puasa, demikian pula perbuatan dosa yang
memutus pahalanya dan merusak hasilnya, sehingga ia menjadi seperti
orang yang tidak berpuasa.”
(Al-Wabil Ash-Shayyib:64)
Ternyata,
meraih hakekat puasa memang membutuhkan tingkat kesabaran yang tinggi,
namun hal itu bukanlah sulit bagi siapa yang dimudahkan Allah azza
wajalla. Adapun hanya sekedar menahan lapar dan haus, merupakan perkara mudah yang dapat dilakukan oleh siapa saja.
Berkata
Atha’ bin As-Saaib –Rahimahullah- :“Para sahabat kami mengatakan: puasa
yang paling ringan adalah meninggalkan makan dan minum.”
Berkata
Ja’far bin Burqan: “Aku mendengar Maimun berkata: Sesungguhnya puasa
yang paling ringan adalah meninggalkan makan dan minum.”
(Diriwayatkan Abu Bakar bin Abi Syaibah: 3888)
Semoga Allah azza wajalla, memberi kemudahan kepada kita semua untuk meraih hakekat puasa yang sebenarnya. Amin Yaa Mujiibas Saailiin.
Ditulis oleh:
Abu Muawiyah Askari bin Jamal
8 Ramadhan 1433 H.
Sumber : http://salafybpp.com
Monday, July 30, 2012
Sebab Yang Dapat Menjaga & Mengokohkan Agama Seorang Muslim (Bag. 3, Selesai)
4. Terkhusus dalam
hal ini, yang akan membantu seorang muslim untuk kokoh di atas agamanya baik
para penuntut ilmu dari kaum laki-laki demikian pula para wanita adalah beramal
dengan ilmu karena sesungguhnya mengamalkan ilmu yang telah kita ketahui itu
akan membuka bagimu ilmu yang tidak kamu ketahui sebelumnya,
sebab
dengan mengamalkan ilmu tersebut Allah -Subhanahu wata’ala- akan memberikan
taufiq kepadamu sehingga engkau senantiasa kokoh di atas agamanya dan engkau
senantiasa melanjutkan perjalanan ilmu tersebut sehingga ilmu mu semakin
bertambah sebab jalan menuntut ilmu adalah merupakan jalan menuju Allah
-Subhanahu wata’ala- sehingga apabila engkau telah diberikan ilmu maka
hendaknya engkau mengamalkan ilmu tersebut dan apabila engkau tidak mengamalkan
ilmu yang telah engkau ketahui maka Allah -Subhanahu wata’ala- akan
menghinakanmu.
Berapa
banyak dari manusia, dimana mereka sebelumnya semangat dalam menuntut ilmu,
semangat dalam menghasilkan ilmu akan tetapi dia tidak mengamalkan ilmu
tersebut sehingga pada suatu saat yang berikutnya dia diharamkan dari menuntut
ilmu, ia meninggalkan jalan menuntut ilmu tersebut disebabkan karena dia tidak
mengmalkan ilmu itu.
Oleh
karena itu disebutkan oleh Waki’ Ibnul Jarrah –Rahimahullah- beliau mengatakan :
ان العلم نور ونورالله لايهدى ولا يعطى لعاصى
“Sesunggauhnya ilmu itu adalah cahaya dan
cahaya Allah itu tidaklah diberikan kepada orang yang melakukan kemaksiatan”.
Berapa
banyak dari mereka yang sebelumnya diketahui semangat dalam menuntut ilmu lalu
kemudian dia meninggalkan menuntut ilmu tersebut dan yang terbesar dalam hal
ini adalah terjatuhnya seorang ke dalam perbuatan dosa dan kemaksiatan.
Bahkan
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- ash-shadiqul masduq, beliau bersabda dalam
hadits yang shahih :
ان أحد كم
ليعمل بعمل أهل الجنة فيما يبدوا للناس
“
Sesungguhnya salah seorang kalian ada yang mengamalkan amalan penghuni surga (
yaitu amalan sholeh ) namun itulah yang tampak dihadapan manusia “
yang
ternyata Allah -Subhanahu wata’ala- menetapkan dirinya termasuk penghuni
neraka. Dan ma’na dari hadits yang disebutkan oleh nabi -Shallallahu ‘alahi
wasallam- Ini, bahwa ada sebagian manusia secara dhohir (Nampak) bahwa dia
adalah orang yang sholeh, akan tetapi pada saat dia tidak dihadapan orang lain,
pada saat dia jauh dari yang lainnya, ternyata dia melakukan perbuatan dosa dan
kemaksiatan kepada Allah -Subhanahu wata’ala-
Ketahuilah
bahwa sesungguhnya perbuatan dosa dan kemaksiatan itu, akan menyebabkan seorang
muslim merasa berat untuk menjalankan agama Allah, akan terasa berat untuk
mengamalkan ilmu sehingga dengan perbuatan kemaksiatan itu, menyebabkan seorang
muslim itu berpaling dari kebaikan yang sebelumnya dia mengamalkan kebaikan
itu.
Maka
hendaknya seorang penuntut ilmu berhati-hati dari terjerumus kedalam perbuatan
dosa dan kemaksiatan dan berhati-hati pula dari tidak mengamalkan ilmu, karena
hal itu akan memalingkan seorang hamba dari jalan Allah -Subhanahu wata’ala-
Ash-shiratul mustaqim.
Allah
-Subhanahu wata’ala- berfirman :
ونقلب أفئد تهم وأبصا رهم كما لم يؤمنوا به أول مرة ونذ رهم فى طغيا
نهم يعمهون
“
Dan kami akan membalikkan hati-hati dan pandangan-pandangan mereka sebagaimana
awalnya mereka tidak beriman kepada Allah, dan kami biarkan mereka dalam
keadaan kedzaliman, dalam keadaan melakukan perbuatan-perbuatan kemaksiatan.
Maka
demikian pula Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda :
ان قلوب العباد بين أصبعين من أصا بعا الرحمن يقلبها كيف يشاء
“ Sesungguhnya hati-hati hamba-hamba ini berada diantara 2 jari dari jari jemari Allah, dimana Allah membolak-balikkan hati-hati
tersebut sekehendak Allah Azza Wajalla.
Dan ma’na dari hadits Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
ini adalah hendaknya kalian bersemangat untuk memelihara hati tersebut,
hendaknya kalian selalu bersemangat untuk menjaga hati kalian agar tidak
terjatuh ke dalam perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Allah Azza Wajallah.
Dan termasuk diantara do’a Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- Yang beliau panjatkan, beliau selalu mengatakan :
اللهم يا مقلب القلوب ثبت قلبى على طا عتك
“ Ya Allah yang membolak-balikkan hati, arahkanlah hatiku
ini menuju kepada ketaatan-Mu”
Dan ma’na dari hadits ini bahwa sesungguhnya berjalannya
hati itu menuju kepada kemaksiatan merupakan sebab yang akan menyebabkan, atau
mendatangkan kerugian hidup seorang memiliki hati tersebut dalam kehidupan
dunia demikian pula dalam kehidupan akhirat.
Terlebih lagi ketika dia tidak mengamalkan ilmunya, maka
hati ini -kaum muslimin rahimakumullah- selalu berangan-angan untuk melakukan
perbuatan dosa , namun seorang yang berakal dia akan selalu berusaha mencegah
nafsu dan jiwa yang selalu memerintahkan pada keburukan, dia berusaha untuk
menghalanginya dan mencegahnya untuk melakukan apa saja yang diinginkannya,
sehingga apabila dia meninggalkan keinginan dari nafsu tersebut, ketika dia
meninggalkan untuk beramal dengan ilmu dan dia melakukan apa yang dikehendaki
oleh nafsunya, maka itulah yang menyebabkan dia menyimpang dari jalan Allah
-Subhanahu wata’ala-.
Dosa-dosa itu seperti najis, (yang mana) air yang bersih,
air yang jernih, yang suci apabila diletakkan padanya najis, meskipun najis itu
sedikit tatkala terjadi perubahan pada air tersebut maka jadilah air itu
menjadi air yang najis, demikian pula amalan-amalan seorang muslim, janganlah
dia mengotorinya dengan perbuatan dosa sebab apabila dia mengotori amalan
tersebut dengan perbuatan dosa maka itu akan menyebabkan rusaknya amalan
seperti rusaknya air yang suci tadi dengan dicampurnya najis yang menyebabkan
air tersebut menjadi air yang najis, demikian pula hati, hati tersebut diisi
dengan hal-hal yang mendekatkan dirinya kepada Allah -Subhanahu wata’ala-
Sebagaimana
kita bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, demikian pula kita
bersungguh-sungguh dalam beramal, mengamalkan ilmu tersebut, sebab dengan
mengamalkan ilmu itu akan memberi kemshlahatan pada diri, (dan) henkdaknya
engkau senantiasa membiasakan dirimu untuk mengamalkan ilmu sebagaimana engkau
membiasakan dirimu untuk berilmu, maka biasakanlah dia untuk mengamalkan ilmu
tersebut.
Seorang
ayah, seorang ibu, demikian pula anak-anak hendaknya mereka saling bahu-membahu,
saling tolong-menolong untuk berusaha mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya.
Sebagai
contoh, ketika seorang ayah menganjurkan keluarganya untuk menegakkan
qiyamullail, menganjurkan mereka untuk bangun di malam hari, sebagaimana Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- melakukan itu kepada keluarganya.
Telah
disebutkan di dalam shahih imamul bukhari -Rahimahullah- dimana Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- suatu hari bangun di malam hari lalu kemudian
beliau mengatakan :
أو قظوا
صوا حب الحجرات
“Bangunkanlah wanita-wanita yang berada di
dalam kamar-kamar tersebut (yang dimaksud adalah istri-istri beliau)”
lalu beliau mengatakan :
فرب كا سية فى الدنيا عا رية يوم القيامة
“Boleh
jadi seorang wanita itu berpakaian di dunia namun dia menjadi telanjang pada
hari kiamat”.
Lihatlah
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- menganjurkan keluarganya untuk
menegakkan shalat malam, padahal beliau memiliki 9 orang istri, beliau mendatangi
masing-masing dari istri tersebut dan mengetuk pintunya di malam hari agar
kemudian mereka bangun dan menegakkan qiyamullail.
Kata
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- :
فرب كا سية فى الدنيا عا رية يوم القيامة
“Boleh
jadi seorang wanita itu berpakaian di dunia namun dia menjadi telanjang pada
hari kiamat”
Tahukah
kamu apa yang dimaksud telanjang pada hari kiamat.? yaitu dia tidak memiliki
ketaatan di hadapan Allah -Subhanahu wata’ala-, maka makna dari hadits ini adalah
hendaknya kalian memperbanyak amalan-amalan ketaatan yang mendekatkan diri
kalian kepada Allah -Subhanahu wata’ala- terkhusus pada sepertiga malam
terakhir sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- ketika
Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir lalu kemudian Allah
mengatakan :
“siapakah
yang berdo’a kepadaku maka aku akan kabulkan, siapa yang meminta kepadaku maka
aku akan berikan, siap yang memohon ampun kepadaku maka aku akan mengampuninya”
Maka
hendaknya engkau senantiasa berusaha untuk mendidik dirimu, demikian pula
anak-anakmu untuk senantiasa beramal dengan amalan yang shaleh, demikian pula
halnya dengan berpuasa, kita berusaha menganjurkan diri kita dan keluarga kita
untuk mengamalkan ilmu dan diantara bentuk pengamalan ilmu (adalah dengan)
menganjurkan mereka berpuasa dalam setiap bulan sebagaimana Nabi -Shallallahu
‘alaihi wasallam- menganjurkan para shahabat agar mereka berpuasa.
Sesungguhnya
berpuasa itu termasuk amalan yang paling afdhal, yang paling utama, Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- tatkala beliau ditanya suatu amalan yang shaleh
yang dengannya seorang berpegang teguh dengannya, maka Nabi -Shallallahu
‘alaihi wasallam- mengatakan :
عليك باالصوم فأنه لامثيل له
“Hendaknya
engkau senantiasa berpuasa karena dengan berpuasa itu tidak ada bandingannya
dari amalan-amalan yang lain”
Maka
janganlah kita kikir terhadap diri-diri kita, senantiasa melakukan
amalan-amalan yang shaleh yang akan membersihkan diri-diri kita dan Akan
membersihkan jiwa-jiwa kita dan disamping itu kita akan mendapatkan dan meraih
pahala yang besar disisi Allah -Subhanahu wata’ala- pada yaumul qiyamah.
Maka
kami memohon kepada Allah -Subhanahu wata’ala- semoga Allah senantiasa memberikan
perlindungan kepada kita agar tidak terjatuh ke dalam AL-AMMARATU BISSU’ (jiwa yang memerintahkan pada keburukan) dan
semoga Allah -Subhanahu wata’ala- senantiasa membantu kita untuk beramal
terhadap ilmu yang telah kita miliki.
وصلى
الله وسلم على نبينا محمد واله وصحبه وسلم وجزا ك الله خيرا
Muhadharoh Syaikh Abdullah Bin Umar
Al-Mar’ie hafizhahullah
Di Ma’had Hikmatussunnah Palu Pada 12 Sya'ban 1433 H / 2 Juli 2012 M
Diterjemahkan Oleh : Al-Ustadz Abu
Karimah Askari Hafizhahullah
Ditranskrip oleh : Admin
Mamuju, 8 Ramadhan 1433 H / 27 Juli 2012
Download Kajian "Kisah 'Aisyah Yang Begitu Indah" Oleh : Ust. Muhammad Umar As-Sewed hafizhahullah
Download Kajian
"Kisah 'Aisyah Yang Begitu Indah"
Oleh :
Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed hafizhahullah
Sunday, July 29, 2012
Download Kajian "Bagaimana Muslimah Memuliakan Dirinya" Oleh : Ust. Dzulqarnain hafizhahullah
Download Kajian
"Bagaimana Muslimah Memuliakan Dirinya"
Oleh :
Al-Ustadz Dzulqarnain hafizhahullah
Sebab Yang Dapat Menjaga & Mengokohkan Agama Seorang Muslim (Bag. 2)
3. Termasuk diantara
yang akan membantu seorang muslim agar dia senantiasa kokoh di atas agamanya
dan berpegang teguh dengannya di tengah-tengah banyaknya fitnah yang terjadi,
setelah ikhlas dalam beribadah kepada Allah dan setelah mutaba’ah / mengikuti
sunnah Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah bersungguh-sungguh dan
memiliki cita-cita yang tinggi dalam menuntut ilmu syar’I, ilmu yang bermanfaat
dan berusaha untuk mendapatkannya.
Telah
ditanya Al-Imam Al-Bukhari -Rahimahullahu ta’ala- ketika ada yang berkata atau
yang bertanya kepada beliau :
يا امام,
هل من دواء فيطلب فيكون فى حفظ العلم ؟ فقال : لم أجد مثل مدا ومة النظر وهمة طالب
العلم
“wahai imam, apakah ada resep yang dengannya
seseorang mampu untuk memelihara ilmu.? Lalu Al-Imamul Bukhari
-Rahimahullah- menjawab, saya tidak
mendapatkan satu resep untuk memelihara ilmu kecuali dengan cara terus melihat
kepada kitab-kitab ilmu dan terus-menerus menela’ah kitab-kitab ilmu tersebut
dan semangat dalam menuntut ilmu”.
Dengan
semangat dalam menuntut ilmu, maka engkau akan bisa membedakan antara sebuah
keluarga yang memiliki semangat yang tinggi untuk mendapatkan ilmu syar’i.
Ketika
seorang ayah, demikian pula seorang ibu dan demikian pula anak-anak yang lainnya
mereka semua menyibukkan dirinya untuk menuntut ilmu, mempelajari ilmu syar’I
ini sementara keluarga yang lainnya semangatnya lemah, ayahnya sibuk sementara
ibunya bermalas-malasan dalam menuntut ilmu ditambah lagi anak-anaknya yang
lalai yang tidak punya tugas dalam menuntut ilmu maka engkau akan mendapatkan
perbedaan yang sangat jauh diantara keluarga tersebut.
Oleh
karena itu dikatakan :
من جد
وجد ومن زرع حصد
“Barangsiapa yang bersungguh-sungguh maka
dia akan meraih apa yang diinginkannya, dan barangsiapa yang bercocok tanam
maka dia akan memetik pula hasilnya”.
Adapun
seseorang yang dia menelantarkan hari-harinya yang berlalu dengan berbagai
kesibukan-kesibukan yang lainnya dan melalaikan dirinya dari menuntut ilmu,
maka orang yang seperti ini tidak akan menghasilkan ilmu yang banyak, namun
sebuah keluarga yang apabila tinggi semangat mereka dalam menuntut ilmu,
seorang ayah semangat dalam menuntut ilmu maka dia senantiasa akan mendengarkan
ilmu dan menulisnya lalu kemudian dia menghafal ilmu tersebut dan dia berusaha
untuk mengajarkan anak-anaknya ilmu yang telah diketahuinya, demikian pula
seorang ibu, dia berusaha untuk menghafal, mendengarkan ilmu dan menulisnya
lalu kemudian berusaha untuk mengumpulkan anak-anaknya dan mengulang-ulangi
ilmu tersebut bersama mereka dan terus mengontrol mereka maka ini adalah
merupakan semangat yang tinggi yang akan memiliki atau akan memberikan pengaruh
yang besar dalam kehidupan mereka di masa yang akan datang.
Seorang
ayah, apabila dia bersabar dengan itu (yakni semangat dalam menuntut ilmu), dia
menghafalkan Al-Qur’anul karim maka Allah -Subhanahu wata’ala- member manfaat
dengannya, demikian pula seorang ibu dan anak-anaknya, mereka akan menjadi
penyejuk hati dalam sebuah keluarga sehingga dengannya Allah -Subhanahu
wata’ala- memberikan manfaat kepada diri-diri mereka demikian pula kepada
masyarakatnya, namun keluarga yang lain yang bermalas-malasan, mereka
menelantarkan waktu-waktu yang ada yang mana mereka dalam keadaan tidak
menghasilkan sedikit pun sesuatu yang dapat memberi manfaat dalam kehidupan
dunia terlebih dalam kehidupan akhirat mereka.
Maka
oleh karena itu, termasuk yang akan menolong seorang muslim untuk kokoh di atas
agamanya dan berpegang teguh dengan agamanya adalah semangat dalam menuntut
ilmu.
Apabila
engkau memperhatikan siroh dari para ulama ……….. (kurang jelas) engkau akan
mendapati bahwa mereka tidaklah menkdapatkan ilmu dengan cara bersantai ria,
dengan cara mengistirahatkan tubuhnya, bahkan mereka mengatakan :
ان العلم لاينال برا حة الجسد
“Sesungguhnya
ilmu itu tidak akan diraih dengan bersantai ria, ilmu itu tidak akan bisa
diraih dengan jasad yang tidak bersungguh-sungguh”.
Mereka
para ulama bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dan menghasilkan ilmu, bahkan
mereka tidak tidur di malam hari, mereka begadang di malam hari dan mereka
berusaha untuk menghasilkan ilmu di siang harinya sehingga terkumpullah pada diri-diri
mereka ilmu yang banyak, namun bukan berarti, ketika kita menganjurkan untuk
menuntut ilmu dan memiliki semangat yang kuat dalam menuntut ilmu hal ini menunjukkan
bahwa kita meninggalkan untuk mencari ma’isyah (Nafkah), untuk mencari
pencaharian, untuk memenuhi kebutuhan keluarga kita, tidak demikian.!!
Sebab
para shahabat -Radhiyallahu ta’ala ‘anhum- mereka adalah orang-orang yang
memiliki keluarga akan tetapi yang demikian tidaklah mencegah dan menghalangi
mereka dari menuntut ilmu.
Tentu
kalian telah mengetahui kisah Umar Ibnul Khattab -Radhiyallahu ‘anhu- bersama
dengan seorang anshar, ketika mereka bergantian dalam menuntut ilmu, dalam satu
hari umar ibnul khattab ingin menuntut ilmu kemudian orang anshar inilah yang
bertugas untuk mencari ma’isyah ataukah memelihara kambing-kambing lalu
kemudian di hari yang berikutnya mereka bergantian, umar yang bekerja dan
anshar inilah yang menuntut ilmu di sisi Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-,
sehingga Al-Imamul Bukhari -Rahimahullah- beliau menyebutkan dalam kitab
shahihnya (باب التنوه
فى العلم) “Bab : Bergantian Dalam Menuntut
Ilmu”, lalu kemudian beliau menyebutkan kisah Umar Ibnul Khattab –Radhiyallahu
‘anhu- ini.
Mereka
(para ulama) juga bekerja, mereka juga mencari mata pencaharian, namun tidaklah
mencegah mereka dari menuntut ilmu.
Diantara
mereka ada yang bekerja untuk membuat kapas, diantara mereka ada yang bekerja
untuk membuat sendal, diantara mereka ada yang pekerjaannya menjual kain,
bahkan diantara mereka ada yang pekerjaannya menjual rempah-rempah seperti
Al-Imam Al-Bazzar -Rahimahullah- seorang imam yang masyhur (terkenal),
pekerjaan beliau menjual rempah-rempah kebutuhan sehari-hari yang dibutuhkan
oleh manusia, maka mereka juga mencari ma’isyah namun mereka juga
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’I, bahkan Abdullah Ibnul Mubarak
-Rahimahulla- yang disebutkan dalam biografinya bahwa tidak ada perbedaan
antara Abdullah ibnul Mubarak dengan shahabat Nabi kecuali yang membedakan itu
adalah zamannya dimana Ibnul Mubarak tidak satu zaman dengan para Shahabat Nabi
–Radhiyallahu ta’ala ‘anhum- karena beliau bukan bagian dari para shahabat,
akan tetapi beliau dikenal sebagai seorang yang senantiasa berbuat kebaikan dan
mengamalkan amalan-amalan yang shaleh.
Ibnul
Mubarak –Rahimahullahu ta’ala- beliau
dalam setahun menunaikan ibadah haji dan tahun yang berikutnya beliau berjihad,
dan begitu seterusnya, dan diantara haji dan jihad beliau adalah menuntut ilmu
dan beliau juga berdagang untuk memenuhi kebutuhan diri beliau dan bahkan
memenuhi kebutuhan yang lainnya, bahkan beliau seringkali bersedekah yang
diberikan kepada sekian banyak para ulama, jadi bukan hanya memenuhi kebutuhan
hidup beliau saja akan tetapi juga beliau berusaha untuk membantu para ulama
yang lain dalam menghasilkan ilmu yang bermanfaat.
Kita
melihat kesibukan Ibnul Mubarak, beliau berdagang dan mencari nafkah namun hal
itu tidaklah menghalangi beliau untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu
sehingga beliaupun menjadi seorang Imam yang tidak tersamarkan oleh kita
keimaman / kepemimpinan yang dimiliki oleh Abdullah Ibnul Mubarak
–Rahimahullalhu Ta’ala-.
Seorang
muslim harus memiliki cita-cita yang besar, cita-cita yang tinggi dan semangat
yang tinggi, keadaannya seperti rumah lebah, dimana rumah lebah tersebut yang
selalu terjadi gerakan, yang selalu terjadi kesibukan padanya, maka demikian
pula sepantasnyalah rumah-rumah kita disibukkan dengan berbagai macam
kesibukan, (seperti dengan) mengulang-ulangi ilmu yang telah kita pelajari lalu
kemudian berusaha untuk mentranskrip pelajaran-pelajaran yang telah kita
dengarkan atau mendengarkan kaset-kaset dan yang semisalnya, yang dengan nya
–dengan izin Allah -Subhanahu wata’ala- kita akan melihat hasilnya di masa yang
akan datang.
Setiap
para ulama yang kita ketahui, mereka dari kalangan para ulama yang kita tidak
akan mendapati seorangpun dari mereka bermalas-malasan dalam menuntut ilmu,
namun yang ada dari perjalanan mereka, dari biografi mereka, bahwa mereka
adalah orang yang dikenal sebagai orang yang bersungguh-sungguh dalam
mendapatkan ilmu syar’i.
Saudara-saudaraku
yang aku cintai, nasehat-nasehat itu sangat banyak namun kami menutup majelis
ini dengan menyampaikan nasehat yang lain yang akan membantu seorang muslim
agar dia kokoh di atas agama Allah -Subhanahu wata’ala- dan senantiasa berpegang
teguh dengannya dalam menghadapi berbagai fitnah di zamannya.
(Bersambung InsyaAllah)...
Subscribe to:
Posts (Atom)