Download Kajian Kitab Laamiyah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Download Kajian Kitab Al-Fawa'idul Bahiyyah Fii Syarhi Laamiyah Syakhil Islam Ibni Taimiyah Rahimahullah (Ta'lif Syaikh Muhammad Bin Hizam Hafizhahullah).

Dimanakah Roh Para Nabi.?

Soal : Apakah para roh dan jasad pada nabi berada di atas langit ataukah hanya roh mereka saja yang di atas langit.?

Qurban, Keutamaan dan Hukumnya

Allah Berfirman : “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan sembelihlah hewan qurban.” (Al-Kautsar: 2)

Serba Serbi Air Alam

Allah berfirman : Dia telah menurunkan air kepada kalian supaya Dia (Allah) menyucikan kalian dengannya. (QS. Al-Anfal: 11)

Sahabatku Kan Kusebut Dirimu Dalam Do'aku

Rasulullah bersabda : Tidak sempurna keimanan salah seorang diantara kalian sampai ia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang ia cintai bagi dirinya sendiri (dari segala hal yang baik). (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Monday, March 26, 2012

Sudah Lama “Ngaji” Tapi Akhlak Semakin Rusak?

“Akh, ana lebih senang bergaul dengan ikhwan yang akhlaknya baik walaupun sedikit ilmunya”. [SMS seorang ikhwan]
“Kok dia suka bermuka dua dan dengki sama orang lain, padahal ilmunya masyaAlloh, saya juga awal-awal “ngaji” banyak tanya-tanya agama sama dia”. [Pengakuan seorang akhwat]
“Ana suka bergaul dengan akh Fulan, memang dia belum lancar-lancar amat baca kitab tapi akhlaknya sangat baik, murah senyum, sabar, mendahulukan orang lain, tidak egois, suka menolong dan ana lihat dia sangat takut kepada Alloh, baru melihatnya saja, ana langsung teringat akherat”. [Pengakuan seorang ikhwan]
Mungkin fenomena ini kadang terjadi atau bahkan sering kita jumpai di kalangan penuntut yang sudah lama “ngaji”(1) . Ada yang telah ngaji 3 tahun atau 5 tahun bahkan belasan tahun tetapi akhlaknya tidak berubah menjadi lebih baik bahkan semakin rusak. Sebagian dari kita sibuk menuntut ilmu tetapi tidak berusaha menerapkan ilmunya terutama akhlaknya. Sebaliknya mungkin kita jarang melihat orang seperti dikomentar ketiga yang merupakan cerminan keikhlasannya dalam beragama meskipun nampaknya ia kurang berilmu dan. semoga tulisan ini menjadi nasehat untuk kami pribadi dan yang lainnya.
Akhlak adalah salah satu tolak ukur iman dan tauhid
Hal ini yang perlu kita camkan sebagai penuntut ilmu agama, karena akhlak adalah cerminan langsung apa yang ada di hati, cerminan keikhlasan dan penerapan ilmu yang diperoleh. Lihat bagimana A’isyah radhiallahu ‘anha mengambarkan langsung akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan teladan dalam iman dan tauhid, A’isyah radhiallahu ‘anha berkata,
كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak beliau adalah Al-Quran” [HR. Muslim no. 746, Abu Dawud no. 1342 dan Ahmad 6/54]
Yang berkata demikian Adalah A’isyah rodhiallohu ‘anha, Istri yang paling sering bergaul dengan beliau, dan perlu kita ketahui bahwa salah satu barometer ahklak seseorang adalah bagaimana akhlaknya dengan istri dan keluarganya. Rasulolluh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.” [H.R. Tirmidzi dan beliau mengomentari bahwa hadits ini hasan gharib sahih. Ibnu Hibban dan Al-Albani menilai hadits tersebut sahih].
Akhlak dirumah dan keluarga menjadi barometer karena seseorang bergaul lebih banyak dirumahnya, bisa jadi orang lain melihat bagus akhlaknya karena hanya bergaul sebentar. Khusus bagi suami yang punya “kekuasaan” atas istri dalam rumah tangga, terkadang ia bisa berbuat semena-mena dengan istri dan keluarganya karena punya kemampuan untuk melampiaskan akhlak jeleknya dan hal ini jarang diketahui oleh orang banyak. Sebaliknya jika di luar rumah mungkin ia tidak punya tidak punya kemampuan melampiaskan akhlak jeleknya baik karena statusnya yang rendah (misalnya ia hanya jadi karyawan rendahan) atau takut dikomentari oleh orang lain.
Dan tolak ukur yang lain adalah takwa sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkannya dengan akhlak, beliau bersabda,
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Iringilah kejelekan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan kejelekan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan hadist ini, “Barangsiapa bertakwa kepada Alloh, merealisasikan ketakwaannya dan berakhlak kepada manusia -sesuai dengan perbedaan tingkatan mereka- dengan akhlak yang baik, maka ia medapatkan kebaikan seluruhnya, karena ia menunaikan hak hak Alloh dan Hamba-Nya. [Bahjatu Qulubil Abror hal 62, cetakan pertama, Darul Kutubil ‘ilmiyah]
Demikian pula sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ اَلْجَنَّةَ تَقْوى اَللَّهِ وَحُسْنُ اَلْخُلُقِ
”Yang paling banyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia” (HR At-Tirmidzi, Ibnu Maajah dan Al-Haakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)

Tingginya ilmu bukan tolak ukur iman dan tauhid
Karena ilmu terkadang tidak kita amalkan, yang benar ilmu hanyalah sebagai wasilah/perantara untuk beramal dan bukan tujuan utama kita. Oleh karena itu Alloh Azza wa Jalla berfirman,
جَزَاء بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.” [Al-Waqi’ah: 24]
Alloh TIDAK berfirman,
جَزَاء بِمَا كَانُوا يعَلمُونَ
“Sebagai balasan apa yang telah mereka ketahui.”
Dan cukuplah peringatan langsung dalam Al-Qur’an bagi mereka yang berilmu tanpa mengamalkan,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَْ كَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan hal yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian Allah bahwa kamu mengatakan apa saja yang tidak kamu kerjakan.” (QS.Ash-Shaff : 3)
Dan bisa jadi Ilmunya tinggi karena di karuniai kepintaran dan kedudukan oleh Alloh sehingga mudah memahami, menghapal dan menyerap ilmu.
Ilmu Agama hanya sebagai wawasan?
Inilah kesalahan yang perlu kita perbaiki bersama, sebagian kita giat menuntut ilmu karena menjadikan sebagai wawasan saja, agar mendapat kedudukan sebagai seorang yang tinggi ilmunya, dihormati banyak orang dan diakui keilmuannya. Kita perlu menanamkan dengan kuat bahwa niat menambah ilmu agar menambah akhlak dan amal kita.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Salah satu tanda kebahagiaan dan kesuksesan adalah tatkala seorang hamba semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah juga tawadhu’ dan kasih sayangnya. Dan semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya.” [Al-Fawa’id hal 171, Maktabah Ats-Tsaqofiy]
Sibuk belajar ilmu fiqh dan Ushul, melupakan ilmu akhlak dan pensucian jiwa
Yang perlu kita perbaiki bersama juga, sebagian kita sibuk mempelajari ilmu fiqh, ushul tafsir, ushul fiqh, ilmu mustholah hadist dalam rangka memperoleh kedudukan yang tinggi, mencapai gelar “ustadz”, menjadi rujukan dalam berbagai pertanyaan. Akan tetapi terkadang kita lupa mempelajari ilmu akhlak dan pensucian jiwa, berusaha memperbaiki jiwa dan hati kita, berusaha mengetahui celah-celah setan merusak akhlak kita serta mengingat bahwa salah satu tujuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus adalah untuk menyempurnakan Akhlak manusia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلاَقِ”
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” [H.R. Al-Hakim dan dinilai sahih oleh beliau, adz-Dzahabi dan al-Albani].
Ahlak yang mulia juga termasuk dalam masalah aqidah
Karena itu kita jangan melupakan pelajaran akhlak mulia, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memasukkan penerapan akhlak yang mulia dalam permasalahan aqidah. Beliau berkata, “Dan mereka (al-firqoh an-najiah ahlus sunnah wal jama’ah) menyeru kepada (penerapan) akhlak yang mulia dan amal-amal yang baik. Mereka meyakini kandungan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Yang paling sempuna imannya dari kaum mukminin adalah yang paling baik akhlaknya diantara mereka“. Dan mereka mengajakmu untuk menyambung silaturahmi dengan orang yang memutuskan silaturahmi denganmu, dan agar engkau memberi kepada orang yang tidak memberi kepadamu, engkau memaafkan orang yang berbuat zhalim kepadamu, dan ahlus sunnah wal jama’ah memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahmi, bertetangga dengan baik, berbuat baik kepada anak-anak yatim, fakir miskin, dan para musafir, serta bersikap lembut kepada para budak. Mereka (Ahlus sunnah wal jama’ah) melarang sikap sombong dan keangkuhan, serta merlarang perbuatan dzolim dan permusuhan terhadap orang lain baik dengan sebab ataupun tanpa sebab yang benar. Mereka memerintahkan untuk berakhlak yang tinggi (mulia) dan melarang dari akhlaq yang rendah dan buruk”. [lihat Matan 'Aqiidah al-Waashithiyyah]
Bagi yang sudah “ngaji” Syaitan lebih mengincar akhlak bukan aqidah
Bagi yang sudah “ngaji”, yang notabenenya insyaAllah sudah mempelajari ilmu tauhid dan aqidah, mengetahui sunnah, mengetahui berbagai macam maksiat, tidak mungkin syaitan mengoda dengan cara mengajaknya untuk berbuat syirik, melakukan bid’ah, melakukan maksiat akan tetapi syaitan berusaha merusak Akhlaknya. Syaitan berusaha menanamkan rasa dengki sesama, hasad, sombong, angkuh dan berbagai akhlak jelak lainnya.
Syaitan menempuh segala cara untuk menyesatkan manusia, tokoh utama syaitan yaitu Iblis berikrar untuk hal tersebut setelah Alloh azza wa jalla menghukumnya dan mengeluarkannya dari surga, maka iblis menjawab:
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَْ ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan(menghalang-halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian aku akan datangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (Al-A’raf: 16-17)
Kita butuh teladan akhlak dan takwa
Disaat ini kita tidak hanya butuh terhadap teladan ilmu tetapi kita lebih butuh teladan ahklak dan takwa, sehingga kita bisa melihat dengan nyata dan mencontoh langsung akhlak dan takwa orang tersebut terutama para ustadz dan syaikh.
Yang perlu kita camkan juga, jika menuntut ilmu dari seseorang yang pertama kali kita ambil adalah akhlak dan adab orang tersebut baru kita mengambil ilmunya. Ibu Imam Malik rahimahullahu, sangat paham hal ini dalam mendidik anaknya, beliau memerhatikan keadaan putranya saat hendak pergi belajar. Imam Malik rahimahullahu mengisahkan:
“Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’ ‘Kemarilah!’ kata ibuku, ‘Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan, ‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah mengatakan, ‘Pergilah kepada Rabi’ah (guru Imam Malik, pen)! Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’. (Waratsatul Anbiya’, dikutip dari majalah Asy Syariah No. 45/IV/1429 H/2008, halaman 76 s.d. 78)
Kemudian pada komentar ketiga,
“Baru melihatnya saja, ana langsung teringat akherat”
Hal inilah yang kita harapkan, banyak teladan langsung seperti ini. Para ulama pun demikian sebagaimana Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata,
“Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami mendatangi beliau, maka dengan hanya memandang beliau dan mendengarkan ucapan beliau, maka hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.” [Al Waabilush Shayyib hal 48, cetakan ketiga, Darul Hadist, Maktabah Syamilah]
Sudah lama “ngaji” tetapi kok susah sekali memperbaiki Akhlak?
Memang memperbaiki Akhlak adalah hal yang tidak mudah dan butuh “mujahadah” perjuangan yang kuat. Selevel para ulama saja membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memperbaiki akhlak.
Berkata Abdullah bin Mubarak rahimahullahu :
طلبت الأدب ثلاثين سنة وطلبت العلم عشرين سنة كانوا يطلبون الأدب ثم العلم
“Saya mempelajari adab selama 30 tahun dan saya mempelajari ilmu (agama) selama 20 tahun, dan ada-lah mereka (para ulama salaf) memulai pelajaran mereka dengan mempelajari adab terlebih dahulu kemudian baru ilmu”. [Ghayatun-Nihayah fi Thobaqotil Qurro I/446, cetakan pertama, Maktabah Ibnu Taimiyyah, Maktabah Syamilah]
Dan kita tetap terus menuntut ilmu untuk memperbaiki akhlak kita karena ilmu agama yang shohih tidak akan masuk dan menetap dalam seseorang yang mempunyai jiwa yang buruk.
Imam Al Ghazali rahimahullahu berkata, “Kami dahulu menuntut ilmu bukan karena Allah ta’ala , akan tetapi ilmu enggan kecuali hanya karena Allah ta’ala.” [Thabaqat Asy Syafi’iyah, dinukil dari tulisan ustadz Kholid syamhudi, Lc, majalah Assunah].
Jadi hanya ada kemungkinan ilmu agama tidak akan menetap pada kita ataupun ilmu agama itu akan memperbaiki kita. Jika kita terus menerus menuntut ilmu agama maka insyaAlloh ilmu tersebut akan memperbaiki akhlak kita dan pribadi kita.
Mari kita perbaiki akhlak untuk dakwah
“orang salafi itu ilmunya bagus, ilmiah dan masuk akal tapi keras dan mau menang sendiri” [pengakuan seseorang kepada penyusun]
Karena akhlak buruk, beberapa orang menilai dakwah ahlus sunnah adalah dakwah yang keras, kaku, mau menang sendiri, sehingga beberapa orang lari dari dakwah dan menjauh. Sehingga dakwah yang gagal karena rusaknya ahklak pelaku dakwah itu sendiri. Padahal rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا
“Mudahkan dan jangan mempersulit, berikan kabar gembira dan jangan membuat manusia lari” [HR. Bukhari, Kitabul ‘Ilmi no.69]
Karena Akhlak yang buruk pula ahlus sunnah berpecah belah, saling tahzir, saling menjauhi yang setelah dilihat-lihat, sumber perpecahan adalah perasaan hasad dan dengki, baik antar ustadz ataupun antar muridnya. Dan kita patut berkaca pada sejarah bagaimana Islam dan dakwah bisa berkembang karena akhlak pendakwahnya yang mulia.
Jangan lupa berdoa agar akhlak kita menjadi baik
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam salah satu do’anya beliau mengucapkan:
,أَللَّهُمَّ اهْدِنِيْ لِأَحْسَنِ الأَخْلَاقِ, فَإِنَّهُ لَا يَهْدِيْ لِأَحْسَنِهَا إِلَّاأَنْتَ
وَاصْرِفْ عَنِّيْ سَيِّئَهَالَايَصْرِفُ عَنِّيْ سَيِّئَهَاإِلَّاأَنْتَ
“Ya Allah, tunjukkanlah aku pada akhlak yang paling baik, karena tidak ada yang bisa menunjukkannya selain Engkau. Ya Alloh, jauhkanlah aku dari akhlak yang tidak baik, karena tidak ada yang mampu menjauhkannya dariku selain Engkau.” (HR. Muslim 771, Abu Dawud 760, Tirmidzi 3419)
Dan doa dijauhkan dari akhlak yang buruk,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ
“Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari akhlak, amal dan hawa nafsu yang mungkar” (HR. Tirmidzi no. 3591, dishohihkan oleh Al-Albani dalam Dzilalul Jannah: 13)
Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Walamdulillahi robbil ‘alamin.
Disempurnakan di Lombok, Pulau seribu Masjid
27 Ramadhan 1432 H Bertepatan 27 Agustus 2011
Penyusun: Raehanul Bahraen
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis dan memperbaiki akhlak kami

Sunday, March 25, 2012

Download MP3: Daurah Sulawesi Ke-2 di Pasangkayu

Daurah Sulawesi Ke-2  
(se-Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Sulawesi Barat) 
di Pasangkayu, Mamuju Utara, Sulawesi Barat.
Waktu: 3-4 Maret 2012/9-10 Rabi’uts Tsani 1433 H
Tempat: Masjid Agung Nurul Huda, Pasangkayu
Silahkan klik link judul materi kajian di bawah ini:

1. Daurah Sulawesi 2 – Ustadz Ibnu Yunus -  

2. Daurah Sulawesi 2 - Ustadz Abu Hafsh Umar Poso -

3. Daurah Sulawesi 2 - Ustadz Ibnu Yunus - 

4. Daurah Sulawesi 2 - Ustadz Abu Hafsh Umar Poso - 

5. Daurah Sulawesi 2 - Ustadz Ahmad Riyadi - 

6. Daurah Sulawesi 2 - Ustadz Abu Abdirrahman Musaddad - 

7. Daurah Sulawesi 2 - Ustadz Abu Hafsh Umar Poso - 

8. Daurah Sulawesi 2 - Ustadz Luthfi Abbas -  
Sumber :  

Daurah Telaah Tuntas AL-QAWAID AL-FIQHIYYAH (Kaidah Ilmu Fiqih), Masjid Jajar Solo (Al Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi)

Hadirilah…!! InsyaAllah
Daurah Telaah Tuntas AL-QAWAID AL-FIQHIYYAH (Kaidah Ilmu Fiqih)
Bersama :  
Al Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi
[*Situs resmi beliau: www.dzulqarnain.net
**Murid Mujaddid Negeri Yaman: Asy Syaikh Muqbil Al-Wadi'i & Murid dari Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan: Anggota Badan Ulama Besar Saudi Arabiah ]
Tempat : Masjid Jajar Surakarta (Solo)
Hari : Jum’at – Ahad
Tanggal :  21-23 Jumadal Ula 1433 H / 13-15 April 2012
Waktu : Pukul 09.00 – 20.30
PEMBAHASAN KITAB:  AL- QAWA’ID AL FIQHIYYAH
Karya
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Si’diy  -rahimahullahu-
Penyelenggara :
Yayasan Al Madinah Surakarta
Informasi :
Taufan : 085728504800
Arif H : 081567875141
Abu Dzulfikar : 081567875543
Disiarkan Langsung :
Radio Al Madinah FM 102,7 Mhz
www.almadinah.or.id
 

Saturday, March 24, 2012

Bawalah Ucapan Saudaramu Kepada Makna yang Benar, Jagalah Persatuan

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
Telah dimaklumi bersama bahwa perpecahan sangat tercela dalam agama Islam yang mulia ini, bahkan perpecahan termasuk ciri-ciri orang kafir dan ahlu bid’ah. Allah ta’ala telah mengingatkan dalam kitab-Nya yang mulia,
وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“Janganlah kamu seperti kaum musyrikin, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka sehingga mereka menjadi bergolong-golongan, setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada mereka.” [Ar-Rum: 31-32]
Oleh karena itu, generasi Salaf senantiasa berusaha menjaga persatuan kaum muslimin dengan menghindari sebab-sebab terjadinya perpecahan, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Sehingga, Salaf dahulu sangat berhati-hati dari semua yang mengandung sebab perpecahan dan rusaknya hubungan antara sesama muslim.
Sampai Al-Khalifah Ar-Rasyid, Sahabat yang mulia, Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu berkata,
لاَ تَظُنَّ كَلِمَةً خَرَجَتْ مِنْ أَخِيكَ شَرًّا وَأَنْتَ تَجِدَ لَهَا فِي الْخَيْرِ مَحْمَلاً
“Janganlah engkau berprasangka buruk terhadap kalimat yang diucapkan saudaramu sedang engkau masih menemukan kemungkinan makna yang baik dalam ucapannya itu.” [Al-Adab Asy-Syar’iyah, Ibnu Muflih rahimahullah, (2/418)]
Demikianlah wasiat generasi teladan kita, para sahabat nabi shallallahu’alaihi wa sallam dalam menyikapi ucapan saudara muslim kita yang masih mengandung kemungkinan benar dan salah, terlebih jika saudara kita telah menegaskan bahwa yang dia maksudkan adalah makna yang benar, bukan makna yang salah.
Sebagai contoh, jika saudara kita mengucapkan bahwa, “Hukum karma itu ada dalam Islam.” Maka ucapan seperti ini mengandung dua makna:
  1. Makna yang batil, jika yang dimaksudkan dengan hukum karma adalah yang dipahami oleh umat Hindu dan Budha yang kafir kepada Allah ta’ala.
  2. Makna yang benar, adalah makna yang dipahami oleh kebanyakan orang awam dalam ilmu tentang Bahasa Indonesia, dimana mereka memahami bahwa yang dimaksud dengan karma adalah balasan setimpal atas pelaku kejahatan.
Tidak diragukan lagi makna pertama salah dan makna kedua benar, maka hendaklah Anda bertanya apa yang dimaksud dalam ucapan saudaramu, apakah makna yang pertama atau kedua. Kalau memang Anda tidak mau bertanya maka bawalah ucapan saudaramu kepada makna yang benar sebagaimana bimbingan teladanmu, para sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.
Terlebih jika saudaramu telah menegaskan bahwa karma yang dia maksudkan adalah makna yang kedua, seperti dalam penegasan berikut ini,
“Hukum karma dimaklumi ya dalam bahasa Indonesia, dalam pengertian kita. Seorang berbuat kejelekan, ada seseorang dia juga mendapatkan akibat yang semisalnya. Nah hal yang semacam ini mungkin saja ada sebab dia adalah bentuk dari siksaan, bentuk dari pembalasan, iya, bentuk dari pembalasan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan bahwa pembalasannya itu sangatlah berat. Di dalam berbagai ayat diterangkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala, iya, memberikan balasan kepada orang yang berbuat dosa sesuai dengan amalannya masing-masing.”
Dan terlebih lagi jika saudaramu adalah seorang penyeru kepada kebaikan, kepada manhaj yang haq di tengah-tengah ramainya manusia yang menyeru kepada kesesatan, bukankah engkau memiliki kewajiban untuk menolong saudaramu dengan mengharumkan namanya agar manusia mengikuti seruannya dan tidak lari dari kebenaran yang ia serukan. Sedangkan Anda memaklumi bahwa sang penyeru kepada kebenaran tersebut adalah manusia biasa yang mungkin berbuat kesalahan,
Berikut ini adalah ringkasan nasihat Al-Walid Al-‘Allamah Ibnu Baz rahimahullah dalam menyikapi kesalahan para da’i Ahlus Sunnah dalam sebuah risalah yang berjudul, “Uslub An-Naqd bayna Du’at wat Ta’qib ‘alaihi.”
Beliau rahimahullah berkata,
وقد شاع في هذا العصر أن كثيرا من المنتسبين إلى العلم والدعوة إلى الخير يقعون في أعراض كثير من إخوانهم الدعاة المشهورين , ويتكلمون في أعراض طلبة العلم والدعاة والمحاضرين . يفعلون ذلك سرا في مجالسهم . وربما سجلوه في أشرطة تنشر على الناس , وقد يفعلونه علانية في محاضرات عامة في المساجد , وهذا المسلك مخالف لما أمر الله به ورسوله من جهات عديدة منها :
“Telah tersebar di zaman ini, banyak orang yang menghubungkan dirinya kepada ilmu dan dakwah kepada kebaikan, mereka itu telah menodai kehormatan banyak saudara-saudara mereka para da’i yang terkenal (berjalan di atas kebenaran). Mereka juga menjatuhkan kehormatan para penuntut ilmu, da’i dan penceramah. Mereka lakukan itu secara rahasia di majelis-majelis mereka dan bisa jadi mereka merekamnya dan disebarkan kepada khalayak. Bisa jadi juga perbuatan tersebut mereka lakukan secara terang-terangan dalam ceramah umum di masjid-masjid. Dan ini adalah sebuah metode yang menyelisihi perintah Allah ta’ala dan Rasul-Nya dari banyak sisi.”
 Berikut ringkasan pelanggaran dalam perbuatan tersebut:
 Pertama: Perbuatan tersebut melampaui batas terhadap hak-hak manusia, bahkan manusia yang paling mulia, yaitu para penuntut ilmu dan da’i yang telah mengerahkan tenaga mereka untuk membimbing manusia kepada kebaikan, memperbaiki aqidah umat dan manhaj mereka serta bersungguh-sungguh dalam mengadakan pengajaran, ceramah dan penulisan buku-buku yang bermanfaat.
 Kedua: Perbuatan tersebut memecah belah kesatuan kaum muslimin, terlebih para du’at Ahlus Sunnah membutuhkan kekuatan dalam persatuan untuk menghadapi ahlul bid’ah dan orang-orang kafir.
 Ketiga: Perbuatan tersebut menolong ahlul bid’ah dan orang-orang kafir dalam menjatuhkan Ahlus Sunnah.
 Keempat: Perbuatan tersebut merusak hati kaum muslimin yang umum maupun yang khusus, sehingga memunculkan banyaknya kedustaan, ghibah, namimah dan membuka pintu-pintu keburukan terhadap orang-orang yang lemah jiwanya lagi suka menebar syubhat dan fitnah serta menyakiti kaum muslimin.
 Kelima: Bahwa kebanyakan ucapan yang disebarkan tersebut adalah kedustaan atau sebuah kalimat yang masih mungkin ditafsirkan kepada makna yang benar sebagaimana ucapan Salaf (Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu) di atas.
 Keenam: Sebagian ulama dan penuntut ilmu yang melakukan ijtihad tidaklah dicela karena kesalahan mereka dalam berijtihad, akan tetapi hendaklah dinasihati dengan cara yang terbaik dalam keadaan kita mengingankan agar sampai kepada kebenaran dan menolak tahrisy (memecah belah) yang dilakukan oleh setan. Jika tidak memungkinkan disampaikan secara langsung dan sembunyi-sembunyi, dan mengharuskan adanya nasihat secara terbuka maka hendaklah dinasihati dengan kata-kata yang paling halus dan lemah lembut.
Pada bagian akhir Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah mewasiatkan, 
فالذي أنصح به هؤلاء الأخوة الذين وقعوا في أعراض الدعاة ونالوا منهم أن يتوبوا إلى الله تعالى مما كتبته أيديهم , أو تلفظت به ألسنتهم مما كان سببا في إفساد قلوب بعض الشباب وشحنهم بالأحقاد والضغائن , وشغلهم عن طلب العلم النافع , وعن الدعوة إلى الله بالقيل والقال والكلام عن فلان وفلان , والبحث عما يعتبرونه أخطاء للآخرين وتصيدها , وتكلف ذلك .
 “Maka yang aku nasihatkan kepada para Ikhwah yang menjatuhkan kehormatan para da’i dan melecehkan mereka, untuk segera bertaubat kepada Allah ta’ala dari apa yang mereka tulis dengan tangan-tangan mereka atau yang diucapkan oleh lisan-lisan mereka yang telah menjadi sebab rusaknya hati sebagian pemuda dan membakar mereka dengan kedengkian dan kebencian, serta menyibukkan mereka dari menuntut ilmu yang bermanfaat dan dakwah kepada Allah ta’ala dengan qila wa qaala (desas desus) dan pembicaraan tentang fulan dan fulan, dan membahas apa yang mereka anggap sebagai kesalahan orang lain, mencari-carinya dan berlebihan padanya.”
Sebagaimana beliau (Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah) juga mewasiatkan agar tidak terburu-buru dalam menulis suatu bantahan sebelum mengembalikannya kepada para orang-orang yang berilmu. Allah ta’ala telah mengingatkan,
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau pun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).” [An-Nisa’: 83]
[Diringkas dengan sedikit perubahan dari Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, (7/311-314)]

Peringatan: Tidak diragukan lagi yang dimaksud oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah dalam wasiat beliau di atas adalah para da’i Ahlus Sunnah, bukan dalam mengkritik ahlul bid’ah dan orang-orang kafir. Hal ini perlu kami ingatkan sebab seringkali ahlul bid’ah dari kalangan hizbiyun bertameng dengan nasihat ini sebagaimana mereka juga bertameng dengan kitab Rifqon Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad hafizhahullah untuk menyalahkan Ahlus Sunnah yang mengkritik da’i-da’i mereka yang sesat.

Bimbingan Ulama dalam Menasihati Kesalahan Orang-orang yang Berilmu
Terlebih lagi jika ternyata orang yang engkau jatuhkan kehormatannya itu adalah seorang yang berilmu maka ketahuilah, tidak ada yang lebih mengenal keutamaan dan kedudukan orang-orang yang berilmu melebihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Bahkan inilah salah satu karakter Ahlus Sunnah yang membedakannya dengan Ahlul Bid’ah. Tanda Ahlus Sunnah adalah memuliakan orang-orang yang berilmu dan tanda Ahlul Bid’ah adalah menjatuhkan kehormatan mereka.
Oleh karena itu, termasuk kewajiban seorang muslim adalah memberikan nasihat kepada orang-orang yang berilmu berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
الدين النصيحة قلنا : لمن ؟ قال لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم
“Agama itu adalah nasihat,” Kami bertanya, “Bagi siapa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan para pemimpin (ulama dan pemerintah) kaum muslimin dan seluruh kaum muslimin.” [HR. Muslim dari Tamim bin Aus Ad-Dari radhiyallahu’anhu]
Adapun yang dimaksud dengan nasihat terhadap orang-orang yang berilmu adalah,
1. Mencintai mereka
2. Menolong mereka dalam menyampaikan kebenaran
3. Membela kehormatan mereka
4. Meluruskan kesalahan mereka dengan ADAB dan PENGHORMATAN
5. Menunjukkan cara terbaik dalam mendakwahi manusia

Tahapan Dalam Menyikapi Kesalahan Orang yang Berilmu
Seorang yang berilmu mungkin melakukan kesalahan, akan tetapi berbeda cara menyikapi kesalahan orang yang berilmu dan orang yang jahil. Inilah tahapan menyikapi kesalahan orang yang berilmu, kami ringkas dengan sedikit perubahan dari penjelasan Faqihul ‘Asrh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah,
TAHAPAN PERTAMA: Melakukan tatsabbut [pemastian] berita tentang kesalahan tersebut kepadanya, karena berapa banyak kesalahan yang dinisbahkan kepada seorang yang berilmu secara dusta.
TAHAPAN KEDUA: Hendaklah diteliti apakah yang dianggap sebagai kesalahan tersebut benar-benar suatu kesalahan atau ternyata justru itu adalah kebenaran, karena sering terjadi di awal kali kita menganggap sesuatu sebagai kesalahan padahal yang sebenarnya setelah diteliti lebih jauh menjadi jelas bahwa hal itu adalah kebenaran.
TAHAPAN KETIGA: Apabila ternyata hal itu bukan suatu kesalahan maka wajib bagi engkau untuk membela orang yang berilmu dan menerangkan kepada manusia bahwa ucapannya adalah suatu kebenaran.
TAHAPAN KEEMPAT: Adapun jika ternyata ucapan orang yang berilmu itu memang suatu kesalahan dan penisbatan kesalahan itu kepadanya juga benar, maka yang wajib engkau lakukan adalah:
  • MENGHUBUNGI orang yang berilmu tersebut dengan ADAB dan SOPAN SANTUN, lalu engkau katakan, “Aku mendengar darimu kesalahan ini dan itu, maka aku ingin engkau jelaskan kepadaku sisi kebenarannya, sebab engkau lebih tahu dariku?”
  • Setelah benar-benar jelas bagimu bahwa sang ‘alim tersebut telah salah maka engkau memiliki hak untuk munaqosyah [menyampaikan pendapatmu], akan tetapi dengan ADAB dan PENGHORMATAN kepadanya sesuai dengan kedudukan dan kehormatannya sebagai seorang ‘alim.
  • Adapun yang dilakukan oleh sebagian orang, berupa sikap keras dan kasar serta menjatuhkan kehormatan orang-orang yang berilmu maka hal tersebut muncul dari sikap ‘ujub [kagum terhadap diri sendiri] dalam keadaan mereka menyangka bahwa merekalah Ahlus Sunnah yang berjalan di atas manhaj Salaf padahal mereka itulah yang paling jauh dari jalan Salaf. Demikianlah manusia, jika memiliki sifat ‘ujub maka dia akan melihat yang lainnya kecil di hadapannya.
[Diringkas dengan sedikit perubahan dari Syarhul ‘Arba’in An-Nawawiyah, Asy-Syaikh Al-’Utsaimin rahimahullah, hal. 140-142]

Sumber : http://nasihatonline.wordpress.com/2012/03/24/bawalah-ucapan-saudaramu-kepada-makna-yang-benar-jagalah-persatuan/

Friday, March 23, 2012

Tabligh Akbar, di Kampung Laut, Cilacap Barat, (Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed )

InsyaAllah, 
akan diadakan Tabligh Akbar, di Kampung Laut, Cilacap Barat, 
dengan tema:  
MENGGAPAI KEBAHAGIAN dengan ISLAM

Pemateri:
Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed 
(Penasehat Majalah Asy Syariah: asyasyariah.com & Pengajar Ma’had Dhiyaus Sunnah Cirebon)

Hari: Jum’at, 21 Jumadil Ula 1433 H / 13 April 2012
Jam 12.00 WIB-Selesai
Masjid Al-Barokah, Desa Ujung Gagak, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap Barat
 Siaran langsung: www.radioshohabat.com

Kontak: 085353234344

Tuesday, March 20, 2012

Download : Dauroh Kec. Karossa, Mamuju Hari Sabtu, 24 Rabi'uts Tsani 1433 H / 17 Maret 2012 - Selesai (Ust. Khidir Bin Muhammad Sunusi)

Download
Dauroh Kec. Karossa, Mamuju
Hari Sabtu, 24 Rabi'uts Tsani 1433 H / 17 Maret 2012  - Selesai
Di Masjid RayaNurul Muttaqin Karossa

bersama :
Al-Ustadz Abu 'Abdillah Khidir Bin Muhammad Sunusi Hafizhahullah

Materi Pertama :
"MERAIH KELEZATAN IMAN DAN 
KECINTAAN ALLAH YANG HAKIKI"

Materi Kedua :
"PEMBAHASAN TUNTAS KITAB USHUL AS-SITTAH"
 Download Linknya di Bawah ini :


TAUSIYAH BA'DA MAGHRIB DI LIMUA'



Thursday, March 15, 2012

Wawancara Metro TV Indonesia Dengan Syaikh Muhammad Al-Imam Di Ma'had Darul Hadits Ma'bar Yaman

Syaikh Muhammad Al-Imam Dikunjungi Metro TV 01

بسم الله الرحمن الرحيم

Berikut transkrip wawancara antara Syaikh Muhammad Al-Imam pimpinan dan pengasuh Darul Hadits  - Ma’bar, Yaman dengan rombongan dari Metro TV. Terselenggara pada tanggal 01 Februari 2012, di ruangan Syaikh di Darul Hadits Ma’bar.

Yang hadir di tempat tersebut adalah Syaikh beserta dua pendamping (salah satunya putra kedua beliau). Dari pelajar WNI ada enam orang. Dan dari Metro TV adalah Josua Johan, Edward A.R, Ahmed Munzir Al-Ghazali, dan Panji Dewanata.

Dan ada seorang reporter wanita (Desi Fitriani) melakukan pertemuan terpisah bersama dua santriwati Indonesia dan dengan Istri Syaikh beserta keluarga beliau yang lain.
Sebenarnya ada satu penterjemah, namun suaranya kami hilangkan dan tidak kami transkrip, kami mencukupkan dan sengaja menyajikan pertanyaan asli dari Metro TV.
Wawancara tersebut sebagai berikut:

Johan: Kita cukup bergembira Syeikh dan kawan-kawan bisa meluangkan waktu untuk kita bertemu dan kita dari shanaa sampai sini, banyak yang kita lihat budaya-budaya muslim yang ada disini. Jadi kunjungan kami kesini saya Johan, Pak Eed, Pak Ahmed dan Pak Dewa dari Metro TV pada intinya mau melihat kondisi warga Negara Indonesia yang sekolah dibanyak tempat di Yaman ini,  karena beberapa waktu yang lalu kita mendengar warga Negara kita disini ada yang terancamlah gitu dalam kondisi terjebak dalam segala ancaman, jadi kita ini sebenarnya mau lihat seperti apa sebenarnya warga Negara kita, ternyata ada banyak tempat dan diantaranya di ma’bar ini, untuk itulah kami mau berkunjung kesini sekaligus bersilaturahmi dengan Syeikh, kira-kira disini ada berapa orang warga Negara Indonesia yang sekolah di mabar ini.

Syaikh: Segala puji bagi Allah تعالى. Dan aku bersaksi bahwa tiada ilah yang benar kecuali Allah تعالى semata tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah تعالى, semoga shalawat dan keselamatan selalu tercurah pada beliau, keluarga beliau, dan para shahabat beliau.

Pertama, selamat datang dengan kemudahan kepada saudara-saudara yang berkunjung kepada kami untuk berziarah -sebagaimana mereka katakan-, juga untuk melihat secara langsung keadaan para pelajar dari Republik Indonesia yang berada di tempat kami. Selamat datang kepada mereka.
Adapun terkait jumlah pelajar (Indonesia) yang berada di sini, maka hal ini datanya ada pada penanggung jawab para pelajar yang datang dari luar Yaman, karena tercatat dalam daftar yang ada pada dia. Adapun saya, hal tersebut bukan bagian saya. Anak saya (yang pertama) Abdurrahman adalah yang diamanahi tugas tersebut, para pelajar tersebut datang ke dia dan dia mencatatnya, menerimanya dan menjelaskan kepada mereka metode belajar kita. Maka tidak mengapa untuk dipertanyakan hal ini kepada Nak Abdurrahman -semoga Allah تعالى menjaganya-.

 Johan: Dari banyaknya jamiah yang ada di Yaman ini kira-kira apa beda atau yang spesifiklah di jamiah ini di perguruan ini dibandingkan dengan jamiah-jamiah yang ada di Yaman lainnya atau di tempat-tempat lain, apa yang khusus perbedaannya disini yang mungkin membuat ketertarikan juga dari teman-teman dari Indonesia untuk sekolah disini.

Syaikh: Perbedaan antara belajar di Darul Hadits -yang dengan keberadaannya Allah تعالى memuliakan penduduk Yaman pada zaman ini- dengan belajar di Kampus atau kuliah dan seterusnya sangatlah besar. Perbedaannya besar dan luas.

Pertama: Belajar di Darul Hadits adalah mempelajari agama, Al-Qur’an dan As-Sunnah, beserta bahasa Arab (sebagai kunci memahami Al-Qur’an dan Hadits). Atau kalau mau kita sebut: Mempelajari Al-Qur’an dan Hadits beserta semua ilmu alat yang mendukung untuk memahami Al-Qur’an dan Hadits.

Maka belajar di sini hanya terkhusus dengan pengetahuan agama Allah تعالى, penyebarannya, menyeru masyarakat kepadanya, dan istiqamah di atasnya. Entah dalam bentuk menulis buku, menyampaikan bantahan pemberi kerancuan, dan membela agama ini. Belajar di tempat kami adalah belajar agama semata, pelajaran agama dari awal sampai akhirnya.

Pelajaran di Universitas dan semisalnya, materi ilmunya campur aduk. Telah disusupi berbagai pengetahuan yang merusak, telah disusupi berbagai ilmu filsafat, dan berbagai ilmu sebagian kelompok dan sekte sesat, apa saja yang telah masuk.

Demikian juga, maksud kita belajar adalah -pertama- agar kita bisa memperbaiki diri-diri kita, kemudian kita berusaha untuk memperbaiki keadaan kaum muslimin sebatas yang kita mampu untuk kita tempuh. Maka maksud yang mulia dan tuntutan yang agung inilah yang menyejukkan dada kita, dengannya cita-cita dan ketakwaan kita mejadi tinggi, semua ini disebabkan tekad yang ada. Kalau begitu, hendaknya seseorang mencari ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat, yang dengannya semua kondisi keagamaan dan duniawinya menjadi baik, kondisi duniawi dan akhirat.

Oleh karenanya, Imam Ad-Darimy dan Ibnu Abdil Barr serta lainnya  meriwayatkan dari Imam Besar Ibnu Syihab, bahwa beliau berkata: “Para ulama kita berkata: “Ilmu itu sebab tegak dan terangkatnya agama dan dunia, dan hilangnya ilmu menjadi sebab hilangnya agama dan dunia.” Yang dimaksud adalah ilmu syar’i.

Maka kita juga demikian memahami, bahwa ilmu syar’i itu menjadi sebab tegaknya agama dan sebab baiknya dunia. Dan mengabaikan ilmu syar’i atau meninggalkan secara keseluruhan atau meninggalkan sebagiannya atau tidak peduli dengan ilmu syar’i dan penyebarannya, maka ini merupakan sebab terbesar terjatuhnya kaum muslimin ke dalam kekacauan, kekacauan dan berpengaruh terhadap kehidupan agamanya dan kehidupan duniawinya.

Maka kita memilih untuk diri-diri kita semua hal yang diajarkan oleh Kitabullah (Al-Qur’an) dan sunnah Nabi kita صلى الله عليه وسلم, yang mana para ulama pendahulu telah bergegas merengkuhnya. Namun bersamaan dengan ini kami tidaklah mengharamkan ilmu yang mubah (boleh secara syar’i), yaitu dari ilmu dunawi, seperti ilmu kedokteran, teknologi, dan ilmu yang lain yang memberikan manfaat duniawi, kami tidak mengharamkannya.

Hanya saja kami melihat ilmu-ilmu duniawi ini lebih dikejar melebihi batas yang dianjurkan. Sementara ilmu syar’i banyak dari kaum muslimin dan putra-putrinya yang meninggalkan ilmu syar’i ini kecuali sedikit orang saja. Apa saja di samping ilmu-ilmu selain ilmu syar’i maka terkadang pemilihan dan pengejaran tersebut untuk ilmu-ilmu yang lain.

Termasuk diantara perbedaan yang ada, bahwa ketertarikan di universitas itu lebih memilih dan mengejar ilmu selain ilmu syar’i. Contohnya mengejar pelajaran bahasa asing seperti Inggris dan selain itu, dan lebih menjadikan ilmu syar’i itu pengikut (atau kalau ada waktu). Tidak ada yang memberikan perhatian khusus terhadap ilmu syar’i kecuali sedikit orang.

Ini kurang lebih tiga perbedaan yang kita sebutkan antara belajar di tempat kami dan belajar di universitas yang lain.

Johan: Tadi Syeikh menyampaikan ada juga jamiah-jamiah lain di Yaman ini yang memberikan pelajaran kesesatan, itu seperti apa contohnya? Bisa dijelaskan?

Syaikh: Saya berbicara tentang apa yang terjadi di tempat kami di Yaman. Dan aku kira di tempat selain Yaman -kecuali jarang- keadaannya seperti ini atau bahkan lebih parah. Yaitu (pelajaran yang berisi perusakan agama) seperti filsafat yunani pada beberapa bidang, entah perkara yang terkait dengan perkara ketuhanan (atau yang lainnya). Adapun ajaran-ajaran yang lain seperti aqidah sekte Asy’ariyah, aqidah sekte Mu’tazilah, aqidah sekte Jahmiyah, maka semua adalah hal-hal yang banyak terdapat pada buku-buku sekolahan. Seperti adanya keyakinan bahwa Al-Qur’an itu makhluk (bukan ucapan Allah تعالى). Berbagai aqidah yang semisal ini banyak terdapat pada buku-buku tersebut.

Johan: Apakah dikampus ini siswa-siswa WNI ada diberikan pelajaran-pelajaran, seperti perang atau bawa senjata (nembak), tadi kita lihatkan ada yang bawa senjata, kan ditempat kita cukup jarang seperti itukan? Apakah disini WNI ada juga dilatih dalam pelajarannyalah di jamiah sini, kurikulumnya begitu atau mungkin tidak dikurikulum, apa mungkin ada pelajaran tambahanlah, mungkin kumpul-kumpullah begitu, apakah ada seperti itu?

Syaikh: Tidak ada hal itu di tempat kami. Tidak ada pelajaran pelatihan senjata untuk orang asing. Bahkan pelajar yang berasal dari luar Yaman kami katakan pada mereka: “Kalian tidak butuh untuk memegang senjata, karena kalian tidak ada kepentingan terhadapnya. Dan kami dengan izin Allah تعالى akan menjaga Darul Hadits ini. Kalian tidak membutuhkannya.

Karena mungkin saja sebagian orang asing beranggapan: “Saya butuh senjata.” (Orang asing di Ma’bar ada yang dari Somalia, Indonesia, Perancis, Jaza’ir, Amerika, Kamerun, Nigeria, Etiopia, Mali dll).

Namun kami mengatakan: “Kamu nggak butuh. Karena hal ini justru akan mengundang pengawasan intelijen (sehingga kalian ditangkap dan kamu justru tidak bisa belajar). Karena tuduhan yang ada sekarang ini, bahwa warga selain Yaman ini datang sebagai teroris, atau yang semislanya.

Kami memberikan arahan (serta mempersyaratkan) kepada pelajar asing yang ingin belajar di tempat kami, bahwa mereka akan aman di tempat kami, mereka akan tenang dengan izin Allah تعالى, bisa istirahat dengan tenang dengan izin Allah تعالى, dan juga mereka itu tidak butuh kepada senjata.

Ini yang ada terjadi di tempat kami (mereka tidak boleh dekat-dekat senjata), apalagi mau dikatakan kami mengajari mereka. Kami memandang hal ini tidak diperlukan untuk mereka. Itu (mengajari senjata) bukan misi kami, bukan pula tujuan dan tuntutan kami.

Bahkan seperti yang kalian dengan kami katakan pada mereka: “Kalian tidak perlu memegang senjata. Carilah ilmu syar’i dan curahkan waktu kalian untuk itu. Ini yang kami bimbingkan kepada kalian, dan ini yang akan klian ambil manfaatnya.
Dan Alhamdulillah.

Johan: Indonesia itukan masyarakatnya banyak suku banyak agama, terus kalau nanti santri-santri atau murid-murid yang ada disini kembali ke Indonesia itu setelah selesailah mengikuti disini, apa harapan dari Syeikh ini? Untuk para santri yang lulusan dari ma’bar ini jika mereka kembali ke Indonesia?

Syaikh: Kami mengajari para pelajar dan berharap dari mereka agar Allah تعالى menjadikan mereka bermanfaat. Yaitu agar mereka menyeru masyarakat untuk berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Sunnah, agar masyarakat yang melenceng dari Al-Qur’an dan Sunnah kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah serta mengamalkannya. Kami katakan kepada para pelajar agar berdakwah menyeru masyarakat kepada Allah تعالى dengan cara yang baik. Karena Allah تعالى berfirman;

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan bijak dan peringatan yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabb-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl:125)

Maka kami menyeru -sebatas yang kami mampu- kaum muslimin agar berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Dan Allah تعالى akan menjadikan hal itu bermanfaat. Kalbu manusia itu ada di tangan Allah تعالى. Dan Allah تعالى adalag Dzat yang memberikan petunjuk kepada para hamba.
Dan Alhamdulillah, telah terjadi banyak kebaikan dengan bergeraknya para pelajar untuk memberikan nasehat kepada masyarakat dan untuk menyeru mereka untuk menambah bekal kebaikan. Dan para pelajar juga menyeru mereka agar menjauhi hal-hal yang bertentangan dengan syari’at Allah تعالى, berupa kebid’ahan, dan hal-hal yang lebih para dari itu. Hanya kepada Allah تعالى kita meminta tolong.

Ini yang kami harapkan dari para pelajar, dan ini yang kami arahkan (ajarkan) untuk mereka lakukan sesuai dengan kadar kemampuan mereka.

Johan: Beliau terkait dengan ketaatan kepada pemerintah tadi, Negara kitakan mengakui adanya agama-agama tadikan? Jadi tidak masalah, jadi intinya tadi Syeikh sampaikan syiar agama tetap tapi dengan hikmah. Apa kaitan pesantren disini dengan yang di dammaj karena kita nggak dikasi ke dammaj sama pemerintah Yaman, jadi kita mau kesana tidak boleh sama pemerintah Yaman, tapi kesini boleh, apa hubungan disini dengan disana apa ada beda atau sama, atau bagaimana?

Syaikh: Hubungan kami dengan Dammaj? Bahwasannya dakwah kami satu, dan kami juga sering kontak dengan mereka.
Adapun terkait larangan pemerintah Yaman, maka mungkin terjadi karena adanya kekhawatiran di jalan. Kalau tidak, maka dulu beberapa pihak dari kalian (Dubes dan jajaran KBRI) telah pergi ke sana. Entah pada zaman Syaikh Muqbil Al-Wadi’iy (Pak Dubes waktu itu ke sana), demikian juga saya kira pada zaman Syaikh Yahya ini.

Maka larangan dari pemerintah ini, mungkin sebagai akibat dari adanya bentrokan dan keributan atau pencegatan di jalanan.

Abdullah putra Syaikh: Bagaimana kondisi Dammaj sekarang ini?

Syaikh: Sekarang keadaan telah tenang dan pengepungan / blokade telah dibuka. Orang-orang keluar masuk ke Dammaj. Ada yang telah pergi ke Dammaj dan telah keluar dari Dammaj. Kondisi tenang. Dan kita memohon kepada Allah تعالى agar melanggengkan kenikmatan dan kebaikan-Nya.

Eed: Jadi ma’bar sama dammaj sama pendidikannya, sama pelajarannya atau kurikulumnya sama, terus bagaimana pendapat Syeikh tentang fatwa dari Syeikh yang di dammaj itu untuk santri-santrinya mengangkat senjata mempertahankan diri, kalau boleh tahu pendapat Syeikh bagaimana?

Syaikh: Semoga Allah تعالى memberikan barakah pada kalian.
Terkait dengan pembelaan terhadap kehormatan, jiwa, harta dan agama bagi orang yang dizhalimi dan dianiaya, maka hal ini adalah hal yang disyari’atkan dalam agama, dan ini juga hal yang disepakati oleh syari’at. Ini dari tinjauan sayari’at.

Demikian juga secara undang-undang dan adat kebiasaan internasional, bahwa pembelaan terhadap jiwa dan kehormatan itu dibenarkan bagi orang yang terzhalimi, dia bisa membela diri.

Maka keadaan saudara kita di Dammaj memiliki penjagaan, memiliki pos di gunung Baraqah di atas Darul Hadits Dammaj adalh semata-mata bentuk perlindungan dan penjagaan untuk Darul Hadits, membela Darul Hadits. Dan ini tuntutan yang dibenarakan syari’at.

Hal ini dilakukan karena adanya sebab yang menuntut untuk itu, yang mendorong untuk dilakukan. Yaitu usaha orang-orang Khutsi untuk menyerang dan kezhaliman mereka, gerakan dadakan mereka, dan usaha mereka untuk menumpahkan kerusakan yang besar kepada saudara kita berupa pembunuhan dan semisalnya.

Maka hal seperti ini disebut dengan pembelaan diri akan jiwa, kehormatan, dan agama pada waktu yang bersamaan. Demikian sebagaimana kalian dengar, hal ini dibenarkan secara syari’at, secara adat kebiasaan, dan secara undang-undang internasional. Alhalmdulillah.

 (Bersambung ke bag. 2 di bawah) ..........

Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam Dikunjugi Metro TV 02

Johan: Tadikan disini kita tahu, di dammaj itu kita buka di internet dan buku, itu ada di serang al-hutsy, dammaj itu memang betul diserang mereka mempertahankan diri, terus penjagaan, saya lihat masuk tadikan banyak sekali didepan disini disini, apakah ini juga, apa ancamannya, apakah al-hutsy juga akan menyerang, kok ketat sekali gitu loh? Terus satu lagi, di shanaa ada jamiah al-iman, mereka itu bagaimana pendapat Syeikh tentang al-iman itu, karena kalau kita kemarin kesana itu, dengan pemerintah mereka sepertinya itu tidak cocok, karena mereka tidak dikasih ijin -santri itu- oleh pemerintah Yaman, tidak ada dikasih ijin disitu mereka disana, apa betul seperti itu?

Syaikh: Terkait adanya penjagaan yang lumayan ketat di tempat kita ini, maka ini dikarenakan kondisi dan peristiwa yang ada, juga karena kelakuan kaum Khutsi untuk menyalakan api keributan, berupa pengeboman dan peledakan, dan semisal semua ini. Maka penjagaan itu diadakan dari segi ini. Kami memohon kepada Allah تعالى kelembutan.

Kondisi berubah-ubah, seakan urusan menjadi lebih parah dengan tidak tegaknya pemerintah saat-saat ini sesuai yang diinginkan. Maka merupakan hak setiap orang untuk waspada dan hati-hati pada semua kondisi ini. Kami memohon pertolongan kepada Allah تعالى.

Adapun terkait Jami’ah Al-Iman. Kenapa pemerintah melarang kalian ke sana. Maka hal ini dikarenakan sesuatu yang timbul berkembang dalam diri mereka sendiri. Padahal awal-awalnya tidak ada yang seperti ini.

Adapun kita, antara kami dengan partai-partai yang ada, bahkan antara kami dengan pemerintah, kami berusaha untuk menyampaikan nasehat kepada mereka. Kami berkeyakinan untuk memberikan nasehat yang lurus, baik kepada partai politik ataupun kepada pemerintah, untuk menjauhi hal-hal yang menyebabkan Allah تعالى murka, akibat adanya berbagai perselisihan.

Maka kami menasehatkan kepada pengurus Jami’ah Al-Iman agar menjauhi perkara perpartaian ini yang memecah belah kaum muslimin, dan melemahkan kaum muslimin, sehingga timbullah kerusakan persaudaran kaum muslimin. Hanya kepada Allah تعالى kita memohon kelembutan.

Dan kami juga nasehatkan kepada kaum muslimin dari dulu dan mendatang agar mereka menjaga hak-hak sesama manusia, menjaga negara. Ini yang kami jalani dari dulu dan mendatang.

Pertanyaan: Apa keyakinan yang dianut oleh kaum Khutsi (Syi’ah Rafidhah)? Dan apa yang menjadikan Khutsi menyerang Dammaj?

Syaikh: Rafidhah secara umum adalah orang-orang yang berkeyakinan untuk mengedepankan ‘Ali bin Abi Thalib dibanding Abu Bakr dan ‘Umar dalam hal kepemimpinan dan keutamaan. Maka inilah orang Rafidhah.

Jika dia berkeyakinan untuk mencaci Abu Bakr dan ‘Umar dalam kepemimpinan mereka, maka ini disebut Rafidhah Fanatik (dedengkot tertinggi).

Rafidah berkeyakinan mengkafirkan banyak dari shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم. Maka hal ini merupakan bentuk pendustaan terhadap Al-Qur’an Al-Karim, karena Allah تعالى telah memuji merekomendasi para shahabat dan ridha kepada mereka, dan juga Allah تعالى menyatakan bahwa mereka itu orang-orang yang jujur dan orang-orang yang beruntung dan selaindari itu.

Demikian juga Rafidhah memiliki sikap yang melewati batas terhadap keluarga Nabi صلى الله عليه وسلم, terhadap ‘Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan, Al-Husain, Fathimah, dan orang-orang yang mereka sebut dengan para imam. Maka mereka berlebih-lebihan pada mereka. Mereka mengatakan: para imam ini ma’shum. Sedangkan tidak ada seorang pun yang ma’shum kecuali para Nabi صلى الله عليه وسلم dan para Rasul. Sifat ma’shum ini tidak dimiliki oleh seorangpun dari pengikutu mereka, baik khalifahnya atau yang lain.

Bahkan Rafidhah lebih parah sikap melampui batasnya dari hal ini. Telah terjadi ada masa pemerintahan ‘Ali bin Abi Thalib dan ini terkenal secara sejarah bagi semua kelompok dan sekte.

Diberitakan dengan benar bahwa Abdullah bin Saba’ (orang Yahudi yang menampakkan keislaman pemrakarsa sekte Rafidah) dan pengikutnya berkata kepada ‘Ali: “Kamu adalah Allah تعالى”. Maka ‘Ali mengatakan pada mereka: “Wahai kaum, aku ini manusia seperti kalian, aku makan seperti kalian makan, aku minum seperti kalian minum, dan aku juga menikahi wanita.” Mereka tetap berkata: “Tidak, kamu adalah Dia (Allah تعالى).” Maka ketika mereka ngotot mengatakan bahwa ‘Ali adalah Allah تعالى, maka ‘Ali menyatakan mereka telah murtad keluar dari islam, dan menylakan api membara lalu melemparkan mereka dalam api dan emmbakar mereka (karena tidak mau bertaubat).

Inilah tonggak benih kerusakan di kalangan kaum muslimin, melalui jalan Abdullah bin Saba’ dan pengikutnya. Maka mereka meletakkan dua pondasi:
  1. Celaan kepada para shahabat, terkhusus Abu Bakr dan ‘Umar.
  2. Sikap berlebihan terhadap keluarga Nabi صلى الله عليه وسلم, menganggap mereka ma’shum, dan sebagian mereka mengatakan: kenabian itu hanya milik mereka, dan sebagian lagi lebih melewati batas sampai pada batasan menjadikan salah seorang mereka sebagai Allah تعالى.
Hal tadi adalah keyakinan mereka pada zaman dulu.
Demikian juga diantara keyakinan mereka belakangan ini adalah keyakinan bahwa Al-Qur’an telah diubah, keyakinan bahwa mereka memiliki Al-Qur’an yang disebut dengan Al-Qur’an Fathimah, dan itulah Al-Qur’an yang terjaga, itulah Al-Qur’an yang akan dijadikan patokan hukum oleh Imam Mahdi mereka jika keluar, yaitu Mahdi dari Lorong Sirdab.

Mahdi model ini hakikat sebenarnya dalah khurafat (takhayul). Hanya saja keyakinan mereka, bahwa mahdi ini akan keluar dan akan berhukum dengan Al-Qur’an Fathimah secara benar. Dia akan mengeluarkan Al-Qur’an ini, dan akan membebaskan Makkad dan Madinah. Dan selain itu dari keyakinan mereka.

Demikian juga keyakinan mengkafirkan orang lain. Contohnya mereka mengkafirkan shahabat Rasulullah, mereka mengkafirkan kum muslimin yang memiliki loyalitas dengan shahabat, setiap orang yang mereka temukan mengucapkan “Radhiyallahu ‘anhu” pada shahabat maka mereka anggap dia kafir, sehingga mereka menganggap darah mereka halal untuk ditumpahkan, harta mereka halal untuk dirampas, kehormatan mereka halal untuk dihinakan. Hanya saja mereka menyembunyikan keyakinan ini sampai mereka kuat memiliki pengaruh. Jika mereka telah memiliki pengaruh dan merasa kuat maka mereka tampakkan hal itu.

Diantara pokok penyimpangan dan kesesatan mereka adalah taqiyah. Maknanya adalah: Mereka menampakkan di hadapan kaum muslimin yang mereka takuti hal-hal yang seakan sesuai dengan kaum muslimin, sehingga kaum muslimin menyangka bahwa mereka bukan orang yang menyimpang. Dan hakikatnya mereka tetap pada penyimpangan mereka, akan tetapi melakukan taqiyah ini pada saat mereka lemah di hadapan orang-orang yang mereka takuti akan mengingkari mereka dan menjelaskan hakikat mereka. Maka mereka berusaha untuk menampakkan bahwa rafidhah tidaklah memiliki kejelekan ini tidak pula penyimpangan ini, dan selain itu berupa keyakinan-keyakinan seperti pengakuan bahwa merekalah yang paling berhak terhadap khilafah dan kepemimpinan, dan khlafah itu adalah anugerah Allah تعالى yang khusus untuk mereka tidak pantas untuk selain mereka. Dan mereka berkeyakinan jika yang menjadi khalifah dan pemimpin adalah orang selain mereka maka orang tersebut kafir dan halal darahnya ditumpahkan, hartanya dirampas dan kehormatannya dihinakan. (Dan inilah yang menjadikan Syi’ah Rafidhah kalau sudah memiliki kekuatan mereka menggulingkan pemerintah yang ada). Dan selain dari itu dari yang mereka miliki berupa penyimpangan an kesesatan.

Dan yang menjadikan Khutsi menyerang kaum muslimin di Dammaj dan tempat lainnya adalah keyakinan mereka di atas. Yang mana sebagaimana kalian dengar.

Kalau saja mereka berani mengkafirkan banyak shahabat itu kafir, maka lebih akan berani lagi dan lancang untuk mengkafirkan kaum muslimin selain shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم. Padahal para shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم itu telah dipuji dan direkomendasi oleh Allah تعالى, dan tidak tersisa lagi hal yang tidak mereka cela. Lebih dari itu mereka melampaui batas dan zhalim dengan mengkafirkan para shahabat.

Maka orang-orang Rafidhah seperti Khutsi ini akan menyerang, sama saja di Dammaj atau tempat lainnya (di dunia ini). Mereka akan menyerang kaum muslimin secara umum, terkhusus lagi mereka akan menyerang ahlus sunnah. Karena mereka mengkafirkan ahlus sunnah dan menghalalkan darahnya, hartanya dan kehormatannya.

Akan tetapi Rafidhah akan berusaha untuk menyembunyikan hakikat ini. Disaat mereka memiliki aqidah yang membolehkan segala hal, maka mereka hanya menunggu waktu yang tepat dan kesempatan yang tepat untuk melancarkan misi keyakinan mereka itu.

Allah تعالى yang lebih tahu semua ini.

Johan: Syukron Syeikh.

Syaikh: Semoga Allah تعالى mengampunimu.

Seperti biasanya Syaikh ketika kedatangan tamu dari orang Indonesia (entah tamu dari KBRI atau para ustadz dari Indonesia, atau rombongan dari Indonesia yang lain) maka beliau langsung menyediakan waktu, meninggalkan rutinitas beliau yang sangat padat.

Setelah itu pada saat makan siang beliau menyediakan jamuan spesial lalu makan bersama tamu dengan penuh pemuliaan. Sebagaimana hal itu bisa ditanyakan kepada siapa saja yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Betapa Syaikh mencontohkan kepada umat dan terkhusus kepada muridnya bagaimana memperlakukan orang dengan baik. Sama saja itu dari kalangan ahlus sunnah sendiri, ataupun dari selain ahlus sunnah.

Tidak sedikit orang-orang dari kalangan awam yang mencintai beliau karena sikap beliau ini. Tidak sedikit beberapa pejabat hormat pada beliau karena sikap beliau.

Padahal penampilan beliau bukanlah perlente kayak kebanyakan orang, badannya kecil kurus, namun Allah تعالى menjadikannya berwibawa dengan ilmunya dan sikapnya terhadap semua orang dengan baik.

Inilah contoh dari ulama kita, ulama kaum muslimin.
Semoga Allah تعلى menjadikan apa yang kami sampaikan ini bermanfaat, membawa pencerahan kepada orang yang hendak mencari hakikatnya.
Semua anugerah dan kenikmatan adalah pemberian Allah تعالى semata tiada sekutu bagi-Nya.
Pelajar Indonesia
Di Darul Hadits
Ma’bar – Yaman
 Sumber :

Asiyah Binti Muzahim, Secercah Cahaya Hidayah di Tangan Fir’aun

Siapa yang Allah kehendaki baginya hidayah karena kemurahan dan kasing sayang-Nya, maka tidak akan ada yang bisa menyesatkannya. Sebaliknya, siapa yang Allah sesatkan karena hikmah dan keadilan-Nya, maka tidak ada seorang pun yang bisa menunjukinya. Hidayah taufik memang di tangan-Nya semata. Siapa yang sangka, seorang yang berdampingan dengan orang yang paling mulia, tetapi Allah halangi dari nikmat hidayah ini. Siapa yang kira, orang yang hidup bersama orang yang paling kafir sedunia sepanjang masa , Allah berkehendak untuk membuka hatinya, mengambil lentera hidayah dalam pekat gulita kesombongan dan keangkuhan manusia, kemudian berpendar terang menyinari relung hatinya. Laa haula walaa quwwata illa billah.
Allah berfirman,
“Allah menjadikan istri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shaleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): “Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)”. dan Allah menjadikan istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.” [Q.S. At Tahriim:10,11].

Ibnu katsir Rahimahullah menyebutkan dalam tafsirnya, bahwa maksud khianat dalam ayat di atas adalah memeluk agama selain agama suaminya. Demikian tafsir dari Ibnu Abbas dan ulama setelahnya seperti Ikrimah, Said bin Jubair, Ad Dhahak dan yang lainnya. Dalam ayat ini Allah tegaskan bahwa kemuliaan orang terdekat tidak akan bermanfaat apabila tidak dibarengi dengan keimanan.

Pada ayat yang kedua, Allah ingatkan bahwa ikatan dengan orang kafir tidak mampu menghalangi hidayah taufik bagi seseorang apabila Allah menghendakinya. Istri Firaun ini adalah Asiyah binti Muzahim, ia memilih keimanan daripada kekafiran, memilih siksa dunia daripada siksa akhirat, meninggalkan nikmat dunia untuk mendapatkan nikmat akhirat yang lebih baik dan kekal abadi. Ia disiksa dibawah terik matahari, disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir, bahwa ia dibunuh dengan ditimpa batu. Kemulian pun ia dapatkan, 
Rasulullah ` bersabda, “banyak kalangan laki-laki yang mencapai kesempurnaan, adapun dari kalangan wanita, tidaklah mencapai kesempunaan kecuali Asiyah istri Fir’aun dan Maryam binti Imran.” [H.R Al Bukhari dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari z].

Ibnul Qayyim v menjelaskan dalam I’lamul Muwaqi’in bahwa dalam ayat ini Allah mengajarkan kepada kita dengan memberikan permisalan orang kafir dan orang mukmin. Pelajaran dalam permisalan orang kafir adalah seorang yang tidak beriman akan diazab karena kekafiran dan permusuhannya kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin. Dengan kekafiran ini, tidak akan bermanfaat hubungan apapun dengan mukmin yang lain, baik hubungan  darah, nasab, pernikahan atau yang lainnya. Karena seluruh hubungan akan terputus pada hari kiamat selain hubungan yang terjalin karena Allah semata melalui perantara para rasul-Nya. Seandainya tali kekeluargaan dan pernikahan bermanfaat tanpa adanya keimanan, tentu hubungan ini akan bermanfaat pada istri Nabi Nuh dan Nabi Luth.

Maka ayat ini memupus harapan orang yang menginginkan manfaat dari hubungan dekatnya dengan orang shalih, namun dia bermaksiat kepada Allah. Walaupun dahulunya di dunia memiliki hubungan yang sangat erat. Tidak ada hubungan yang lebih dekat dari pada anak, orang tua dan suami istri. Sementara Nabi Nuh tidak bisa berbuat banyak terhadap anaknya yang kafir, Nabi Ibrahim tidak mampu menyelamatkan bapaknya yang musyrik, Nabi Nuh dan Nabi Luth tidak dapat menolong istri mereka dari azab Allah sedikit pun ketika mereka berkhianat. 
Allah berfirman,
“Karib Kerabat dan anak-anak kalian sekali-sekali tiada bermanfaat bagi kalian pada hari kiamat. Dia akan memisahkan antara kalian. dan Allah Maha melihat apa yang kalian kerjakan.” [Q.S. Al Mumtahanah:3]. Ayat yang semakna sangat banyak dalam Al Quran.

Adapun pelajaran yang terkandung dalam permisalan bagi mukmin adalah istri Fir’aun Asiyah binti Muzahim. Bahwa hubungan antara seorang mukmin dengan kafir tidak akan memadharatinya sedikitpun apabila menyelisihi si  kafir tersebut dalam kekafiran dan amalan-amalannya. Kemaksiatan orang lain tidak berpengaruh bagi seorang mukmin di akhirat sedikitpun. Walaupun kadang di dunia ikut merasakan azab ketika manusia berpaling dari seruan Allah dan Rasul-Nya yang azab tersebut datang menyeluruh menimpa manusia. Allahu a’lam. [farhan].

Menikah dengan Memalsukan Data

Pertanyaan :
Bismillah.
Assalammualaikum wr.wb
kakak saya perempuan menikah dg seseorang laki2 yg sdh beristri, krn pernikahannya secara sembunyi2 takut  ketahuan istrinya.. maka kakak ipar saya (skrng menjadi kakak ipar ) memalsukan semua datanya.. dari statusnya; menjadi perjaka dan alamat rumah serta membawa saksi2 yg palsu jg..krn kelg kami (Ibu dan kakak2 saya yg lain tdk menyetujui hub kakak saya ini)
perkawinan mereka sdh berjalan 10th dan selama itu selalu timbul mslh dg rmh tangga mereka, dari mslh keuangan sampai anak dari pihak kakak ipar saya (kebetulan dari perkawinan yg ini mereka tdk mempunyai anak) beberapa bln yg lalu kakak ipar saya berniat menceraikan istri pertamanya tp ternyata pihak istri pertama tidak mau sehingga banding sampai kekasasi…
Yg menjadi pertanyaan saya…sah kah menurut hukum islam dan negara pernikahan yg dilakukan oleh kakak perempuan saya ini.. krn lama2 kakak perempuan saya menjadi gamang dan ragu2 ttg keabsahan pernikahannya…dan jalan apa yg harus mereka tempuh untuk meluruskan smua ini…apakah kakak perempuan saya harus bercerai dl..kemudian kalo urusan perceraian suaminya dg istri pertamanya selasai dia bs menikah lagi ato bagaimana…terus terang perkawinan kakak permpuan saya selama ini penuh dg kendala dan tdak berkah…apakah ini dikarenakan cara menikah yg salah jg…? mohon jwbannya…terima kasih..
wassalammualaikim wr.wb..

Jawaban :
Dijawab oleh Al Ustadz Qomar ZA, Lc.
Waalaikumussalam warohmatullah wabarokatuh
Jawaban atas pertanyaan saudari Tiara.
Mengenai perkawinan kakak perempuan saudari dengan laki-laki tersebut, sudahkah telah terpenuhi syarat-syarat pernikahan tersebut secara agama atau belum, yaitu persyaratan adanya wali yang menikahkan, saksi dan maharnya. Wali yang dimaksud adalah ayah perempuan tersebut, bila telah meninggal maka kakeknya atau saudara laki-laki perempuan tersebut misalnya. Dan saksi yang dimaksud adalah minimalnya 2 laki-laki,  yang baik dan jujur, bisa dipertanggung jawabkan persaksiannya. Bila ini terpenuhi dengan ijab dan qobulnya maka sah. Tidak dipersyaratkan harus cerai dulu dengan istri pertamanya. Tetapi kalau syarat-syarat diatas tidak terpenuhi maka tidak sah. Akan tetapi suami tersebut tetap berdosa dalam hal pemalsuan data-datanya. Adapun kalau dari sisi pandang hukum negara saya kurang tahu.
Adapun kemelut dalam keluarga, bila mana perkawinannya sah, maka penyebabnya bukan dari sebab perkawinan itu, tapi mungkin saja dari sisi-sisi lain, mungkin ketidak jujurannya, dan pemalsuan datanya, kurangnya tanggung jawab, kurang bisa mengatur keluarga, dan kurang menyayangi mereka, atau mungkin dari pihak istri yang kurang sabar, tidak mau terima dan tidak mau tahu, atau yang lain. Yang jelas kalau mau memperbaiki keluarga tentunya harus ada perbaikan secara menyeluruh, dan masing masing punya niatan yang baik, dan senantiasa bertaubat kepada Allah serta memohon pertolonganNya.

Sumber : http://tashfiyah.net/2010/12/menikah-dengan-memalsukan-data/

 

by blogonol