Download Kajian Kitab Laamiyah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Download Kajian Kitab Al-Fawa'idul Bahiyyah Fii Syarhi Laamiyah Syakhil Islam Ibni Taimiyah Rahimahullah (Ta'lif Syaikh Muhammad Bin Hizam Hafizhahullah).
Dimanakah Roh Para Nabi.?
Soal : Apakah para roh dan jasad pada nabi berada di atas langit ataukah hanya roh mereka saja yang di atas langit.?
Qurban, Keutamaan dan Hukumnya
Allah Berfirman : “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan sembelihlah hewan qurban.” (Al-Kautsar: 2)
Serba Serbi Air Alam
Allah berfirman : Dia telah menurunkan air kepada kalian supaya Dia (Allah) menyucikan kalian dengannya. (QS. Al-Anfal: 11)
Sahabatku Kan Kusebut Dirimu Dalam Do'aku
Rasulullah bersabda : Tidak sempurna keimanan salah seorang diantara kalian sampai ia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang ia cintai bagi dirinya sendiri (dari segala hal yang baik). (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Thursday, May 31, 2012
Kajian Ilmiah Lampa', Polman (Sul-Bar) "MEMPERBAIKI HATI" : Al-Ustadz Fadhli Hafizhahullah
Hadirilah dengan mengharap ridho Allah Ta'ala
Kajian Ilmiah Lampa', Polman (Sul-Bar)
Dengan Tema:
"MEMPERBAIKI HATI"
Bersama :
Al-Ustadz Fadhli Hafizhahullah
(Alumni Yaman)
yang InsyaAllah akan dilaksanakan pada :
Hari Ahad, 14 Rajab 1433 H / 3 Juni 2012 M
Di Masjid As-Sunnah (Jl. Sila-sila, Lampa' Polman)
Pukul : 09.30 - Selesai
Info :
Abu Afif (085299432939)
Abu Ikhwan (085255671943)
Download Kajian "Sepuluh Sebab Datangnya Kecintaan Kepada Allah" Oleh : Al-Ustadz Khaidir Bin Muhammad Sunusi hafizhahullah
Download Kajian
"Sepuluh Sebab Datangnya Kecintaan Kepada Allah"
Oleh :
Al-Ustadz Khaidir Bin Muhammad Sunusi hafizhahullah
Download Kajian "Kemuliaan & Kesempurnaan Islam" oleh : Ust. Abu Qonitah Abdurrahim hafizhahullah
Download Kajian
"Kemuliaan & Kesempurnaan Islam"
Oleh :
Al-Ustadz Abu Qonitah Abdurrahim Hafizhahullah
Wednesday, May 30, 2012
Harus Merindu
Oleh Ustadz Mukhtar
Seribu empat ratusan tahun yang lalu,
ada seorang wanita anshar datang menemui Rasulullah untuk menawarkan
mimbar dari kayu. Kemudian Ia berkata :
”Wahai Rasulullah, berkenankah anda
jika aku membuatkan sebuah mimbar agar anda dapat duduk diatasnya,
sesungguhnya budakku seorang ahli kayu”. Rasulullah menanggapi dengan
antusias : ”Tentu,asalkan engkau mau”. Lantas bekerjalah budak tersebut
mempersiapkan mimbar,tempat duduk seorang suri tauladan umat.
Sebelumnya,Rasulullah selalu menyampaikan khutbah dan nasehat dengan bersandar pada sebatang pohon kurma,berpegang di pokoknya.
Pada hari jum’at berikutnya,
Rasulullah telah menggunakan mimbar baru pemberian wanita anshar
tersebut. Beliau duduk diatasnya, tiba-tiba pohon kurma yang biasa
digunakan Nabi untuk bersandar berteriak dan menangis seperti tangisan
anak kecil. Begitu keras tangisan pohon kurma tersebut hingga
seakan-akan pohon itu akan terbelah. Maka Rasulullah pun segera turun
dari mimbar dan langsung menuju ke arah pohon kurma,lalu pohon kurma itu
dibelai dan dipeluk oleh Nabi hingga ia pun terdiam. Nabi pun bersabda,
“Pohon kurma itu menangis karena bersedih,tidak lagi mendengar nasehat-nasehat seperti dahulu”.
Cerita diatas diriwayatkan oleh Imam
Bukhari didalam Shahih Bukhari dari sahabat Jabir bin ‘Abdillah
radhiyallahu ‘anhu dan kita benar-benar yakin bahwa cerita itu memang
sungguh-sungguh terjadi karena banyak kejadian luar biasa yang telah
dianugrahkan Allah untuk Nabi Muhammad sebagai tanda mukjizat kenabian
beliau. Seperti terbelahnya bulan, memancarnya air dari sela jari jemari
tangan Nabi, makanan sedikit dapat mencukupi ribuan orang, batu yang
mengucapkan salam untuk Nabi, binatang pun berbicara dihadapan Nabi
serta mukjizat lainnya. Semuanya menjadi bukti bahwa Islam yang
diajarkan Nabi Muhammad adalah ajaran yang mutlak kebenarannya.
Banyak ibrah atau pelajaran
yang dapat diambil dari hadits diatas. Oleh karena itu, setiap muslim
harus mengambil pelajaran dari sabda-sabda Nabinya. Banyak atau
sedikitnya pelajaran yang dapat diambil dari sebuah hadits sangat erat
sekali kaitannya dengan fiqih (pemahaman agama) seseorang. Al
Imam Syafi’i mampu mengambil lebih dari 60 pelajaran penting dari sebuah
hadits,hanya dalam waktu semalam.Adapun kita??
Diantara pelajaran dari hadits diatas
adalah ajaran untuk tidak menyakiti hati orang lain serta berusaha untuk
menjaga perasaan orang.Lihatlah Nabi Muhammad,beliau menerima tawaran
dari wanita anshar tersebut sebagaimana beliau menerima tawaran ataupun
pemberian sahabatnya yang lain. Nabi senang dan menampakkan rasa
senangnya bila mendapatkan pemberian dari orang lain. Pernah beliau
menerima hadiah pakaian dari salah seorang sahabat,baju bagus yang ada
hiasannya. Karena merasa terganggu dengan pakaian tersebut didalam
shalat,beliau pun memerintahkan agar pakaian tersebut dikembalikan
kepada Abu Jahm (sahabat yang memberi) dan Nabi meminta pakaian yang
lain sebagai pengganti serta menjelaskan mengapa beliau mengembalikan
pakaian tersebut?
Lalu bagaimana dengan kita? Terkadang
muncul dalam hati rasa sombong dan tinggi hati saat mendapatkan
pemberian orang.”Memberi hadiah kok sedikit sekali” ”Memangnya aku tidak
mampu untuk membeli barang semacam ini” atau ungkapan-ungkapan lain
yang akan menyakitkan hati orang yang memberi. Sebagaimana kita pun
harus mencontoh Rasulullah yang senang memberi karena beliau adalah
seorang pemurah dan dermawan. Tidak berfikir egois dan hanya
mementingkan diri sendiri. Inginnya selalu diberi namun jarang berfikir
untuk gemar memberi. Seperti halnya diri kita yang senang jika
mendapatkan hadiah,demikian juga orang lain yang akan merasa berbahagia
bila mendapatkan hadiah dari kita. Rasulullah tidak pernah menolak bila
diminta.Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari
sahabat Hakim bin Hizam Rasulullah bersada,
الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى
Artinya,”Tangan diatas lebih baik dibandingkan tangan dibawah”.
Sungguh indah ajaran Islam. Terlebih
lagi jika memberi dalam rangka membantu kepentingan umat Islam, seperti
yang dilakukan oleh wanita anshar tersebut. Ia rela mengeluarkan biaya
dan tenaga demi menyumbangkan bantuan untuk kepentingan kaum muslimin.
Lalu bagaimanakah dengan diri kita? Jawabannya adalah kita memang
memiliki sifat kikir. Betapa berat tangan ini untuk mengulurkan bantuan
bila umat Islam membutuhkan. Berat hati untuk berinfaq dalam pembangunan
masjid, pondok pesantren, buku-buku bacaan Islam atau yang lain. Tak
sebanding dengan harta yang dihambur-hamburkan oleh seorang caleg
legislatif atau untuk membeli kembang api dalam rangka tahun baru atau
bahkan mengundang grup musik dan campursari.
Subhaanallah…mengapa kita tidak mau
berfikir?.Jawablah sebuah pertanyaan yang saya ajukan ini,”Apa yang
telah kita perbuat selama ini untuk Islam dan kaum muslimin?”.
Pelajaran lain yang tak kalah pentingnya
dari hadits diatas adalah selalu merindukan Nabi Muhammad sebagai
kekasih Allah. Coba bayangkan,sebatang pohon pun menangis dan berteriak
karena rasa rindunya kepada nasehat-nasehat Rasulullah. Ternyata hati
kita memang kaku dan kasar,telah mati mata hati kita.Allah berfirman
dalam Al Qur’an,
ثُمَّ
قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ
قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ
اْلأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا
يَشَّقَّقُ
فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءَ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ
اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Kemudian setelah itu hatimu menjadi
keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu
itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di
antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya
dan di antaranya sungguh ada yangmeluncur jatuh, karena takut kepada
Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
(QS. 2:74)
Maha suci Allah…betapa jauhnya kita
meninggalkan jalan kebenaran.Mengapa jauh berbeda sekali antara keadaan
kita dengan keadaan para sahabat Rasulullah?.Para sahabat selalu
merindukan kebersamaan dengan Rasulullah di dunia sebagaimana besar pula
keinginan mereka untuk dapat dikumpulkan bersama Rasululah di dalam
surga. Bagaimanakah dengan kita?.Apakah kita selalu merindukan kekasih
Allah yaitu Nabi Muhammad?.Antara kejujuran dan kedustaan yang dapat
kita lakukan untuk menjawab pertanyaan ini.
Jika benar rasa rindu kita kepada
Rasulullah maka jawablah beberapa pertanyaan ini.Apakah anda telah
mengenali bentuk fisik Rasulullah? Apakah anda telah mengetahui
sifat-sifat terpuji beliau? Apakah anda mengetahui nama istri-istri dan
anak-anak beliau? Apakah anda mengetahui nama hewan tunggangan beliau?
Mampukah anda menjelaskan sejarah hidup Nabi Muhammad semenjak kecil
sampai beliau dibesarkan? Sejarah hidup beliau semenjak belum diangkat
sebagai rasul hingga beliau wafat? Sanggupkah anda menceritakan
peperangan yang pernah dialami Nabi Muhammad? Berapakah jumlah sabda
beliau yang pernah anda baca dan hafalkan? Bisakah anda menceritakan
pengalaman Nabi dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj? Dapatkah anda
bercerita tentang isi perjanjian beliau dengan orang-orang Yahudi di
kota Madinah? Siapakah orang-orang kesayangan Rasulullah?.
Masih terlalu dini untuk menyatakan,”Aku
cinta Nabi Muhammad” karena semua itu hanya sebuah pengakuan tanpa
bukti. Sungguh amat menyedihkan sekali keadaan generasi muda umat Islam
saat ini. Banyak dari mereka yang tidak kenal dengan Nabinya kecuali
hanya sebatas nama beliau saja. Padahal diantara pertanyaan yang harus
dijawab oleh setiap muslim didalam kuburnya adalah,”Siapakah Nabimu?”.
Dimasa kita ini kerinduan seorang muslim
kepada Rasulullah dapat diwujudkan dengan mempelajari dan mengamalkan
bimbingan hidup yang beliau wariskan kepada kita. Senang membaca dan
merenungkan sabda-sabda beliau,bisa juga dengan aktif dalam
pengajian-pengajian.Setiap muslim harus merasa bersedih pabila
meninggalkan majlis taklim, seakan-akan ia berpisah langsung dengan
baginda Rasul. Betapa bersedihnya para sahabat ketika ditinggal wafat
oleh Nabi Muhammad.Hingga Umar bin Khattab pun tak dapat
mempercayai,hingga Bilal bin Rabah tak lagi ingin mengumandangkan
adzan,hingga kota Madinah dirasakan gelap gulita pada hari wafatnya
beliau.
Harapan kita,dan smoga bukan hanya
sekedar harapan belaka,kita semua dipertemukan dengan Rasulullah didalam
surga Al Firdaus bersama kekasih-kekasih Allah yang lain.Marilah
bersama tuk memperjuangkan rasa cinta dan rindu kita kepada beliau
dengan mempelajari sunnah Rasulullah. Semoga Allah senantiasa membimbing
dan mengabulkan doa kita.Amin
Solo, Abu Nashim Mukhtar bin Rifai
Sumber : http://www.salafy.or.id
Hukum memutar Kaset Bacaan Al-Qur'an Tanpa Disimak
Syaikh Al-Bany ditanya:
Apabila dalam suatu majelis (perkumpulan) diperdengarkan kaset murattal (bacaan Al-Qur’an) tetapi orang-orang yang hadir dalam majelis tersebut kebanyakan mengobrol dan tidak menyimak kaset tersebut. Siapakah dalam hal ini yang berdosa ? Yang mengobrol atau yang memutar (memasang) kaset ?
Apabila dalam suatu majelis (perkumpulan) diperdengarkan kaset murattal (bacaan Al-Qur’an) tetapi orang-orang yang hadir dalam majelis tersebut kebanyakan mengobrol dan tidak menyimak kaset tersebut. Siapakah dalam hal ini yang berdosa ? Yang mengobrol atau yang memutar (memasang) kaset ?
Jawaban:
Apabila majelis tersebut memang majelis dzikir dan ilmu yang di dalamnya ada tilawah Al-Qur’an, maka siapapun yang hadir dalam majelis tersebut wajib diam dan menyimak bacaan tersebut. Dan berdosa bagi siapa saja yang sengaja mengobrol dan tidak menyimak bacaan tersebut. Dalilnya adalah surat Al-A’raf ayat 204 : æóÅöÐóÇ ÞõÑöÆó ÇáúÞõÑúÂäõ ÝóÇÓúÊóãöÚõæÇú áóåõ æóÃóäÕöÊõæÇú áóÚóáøóßõãú ÊõÑúÍóãõæäó
Apabila majelis tersebut memang majelis dzikir dan ilmu yang di dalamnya ada tilawah Al-Qur’an, maka siapapun yang hadir dalam majelis tersebut wajib diam dan menyimak bacaan tersebut. Dan berdosa bagi siapa saja yang sengaja mengobrol dan tidak menyimak bacaan tersebut. Dalilnya adalah surat Al-A’raf ayat 204 : æóÅöÐóÇ ÞõÑöÆó ÇáúÞõÑúÂäõ ÝóÇÓúÊóãöÚõæÇú áóåõ æóÃóäÕöÊõæÇú áóÚóáøóßõãú ÊõÑúÍóãõæäó
artinya : “Apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah agar kalian mendapat rahmat.”
Adapun jika majelis tersebut bukan majelis ilmu dan dzikir serta
bukan majelis tilawah Al-Qur’an akan tetapi hanya kumpul-kumpul biasa
untuk mengobrol, diskusi, bekerja, belajar ataupun pekrjaan lain-lain,
maka dalam suasana seperti ini tidak boleh kita mengeraskan bacaan
Al-Qur’an baik secara langsung ataupun lewat pengeras suara (kaset),
sebab hal ini berarti memaksa orang lain untuk ikut mendengarkan
AL-Qur’an, padahal mereka sedang mempunyai kesibukan lain dan tidak siap
untuk mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Jadi dalam keadaan seperti ini
yang salah dan berdosa adalah orang yang memperdengarkan kaset murattal
tersebut.
Di dalam masalah ini ada sebuah contoh : Misalnya kita sedang
melewati sebuah jalan, yang di jalan tersebut terdengar suara murattal
yang keras yang berasal dari sebuah toko kaset. Begitu kerasnya murattal
ini sehingga suaranya memenuhi jalanan.
Apakah dalam keadaan seperti ini kita wajib diam untuk mendengarkan bacaan Al-Qur’an yang tidak pada tempatnya itu ? Jawabannya tentu saja “tidak”. Dan kita tidak bersalah ketika kita tidak mampu untuk menyimaknya.
Yang bersalah dalam hal ini adalah yang memaksa orang lain untuk mendengarkannya dengan cara memutar keras-keras kaset murattal tersebut dengan tujuan untuk menarik perhatian orang-orang yang lewat agar mereka tertarik untuk membeli dagangannya.
Dengan demikian mereka telah menjadikan Al-Qur’an ini seperti
seruling (nyanyian) sebagaimana telah di-nubuwah-kan (diramalkan) dalam
sebuah hadits shahih [*]. Kemudian mereka itu juga menjual ayat-ayat
Allah dengan harga yang rendah sebagaimana yang dilakukan oleh
orang-orang Yahudi dan Nasrani, hanya caranya saja yang berbeda.
“Mereka menukar ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.” (QS. At-Taubah : 9).
[*] Ash-Shahihah No. 979
(Dinukil dari : Kaifa yajibu ‘alaina annufasirral qur’anil karim,
edisi bahasa Indonesia: Tanya Jawab dalam Memahami Isi Al-Qur’an, Syaikh
Al-Albani)
Bimbingan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam Tatkala Hujan
Oleh : Abu Ali Abdus Shobur
Sebagai seorang muslim, tentunya kita diperintahkan oleh Allah subhanahu wata'ala untuk mengikuti bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam adalah suri teladan yang terbaik bagi umatnya.
Allah subhanahu wata'ala berfirman :
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو
اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (21)
(artinya)
: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al Ahzab : 21).
Dan kebahagian atau kesengsaraan seorang hamba di dunia dan di akhirat,
itu tergantung bagaimana dia dalam mengikuti Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam dalam kehidupannya. Baik itu berupa hubungan dia dengan
Allah subhanahu wata'ala atau dengan manusia yang lainnya. Atau
hubungan antara dia dengan keluarganya atau dengan dirinya sendiri. Dan
demikian pula hubungan antara dia dengan makhluk yang lainnya, baik yang
bernyawa seperti hewan atau pun yang lainnya. Seluruh hal ini telah
diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dalam hadits
yang shahih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : كُلُّ
أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ أَبَى قَالُوا : يَا رَسُولَ
اللهِ ، وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ ، وَمَنْ
عَصَانِي فَقَدْ أَبَى.
(artinya)
: seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang enggan. (Para shahabat)
bertanya : wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, siapa yang
enggan? Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab :
barangsiapa yang mentaatiku, maka dia akan masuk surga dan barangsiapa
yang bermaksiat (tidak mentaati beliau) kepadaku maka dia enggan masuk
surga. (HR. Al Bukhori no. 7280 dari Abu Hurairah).
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
عَنْ
أَبِى مُوسَى عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ مَثَلِى
وَمَثَلَ مَا بَعَثَنِىَ اللَّهُ بِهِ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَتَى قَوْمَهُ
فَقَالَ يَا قَوْمِ إِنِّى رَأَيْتُ الْجَيْشَ بِعَيْنَىَّ وَإِنِّى أَنَا
النَّذِيرُ الْعُرْيَانُ فَالنَّجَاءَ. فَأَطَاعَهُ
طَائِفَةٌ مِنْ قَوْمِهِ فَأَدْلَجُوا فَانْطَلَقُوا عَلَى مُهْلَتِهِمْ
وَكَذَّبَتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ فَأَصْبَحُوا مَكَانَهُمْ فَصَبَّحَهُمُ
الْجَيْشُ فَأَهْلَكَهُمْ وَاجْتَاحَهُمْ فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ أَطَاعَنِى
وَاتَّبَعَ مَا جِئْتُ بِهِ وَمَثَلُ مَنْ عَصَانِى وَكَذَّبَ مَا جِئْتُ
بِهِ مِنَ الْحَقِّ ».
(artinya)
: sesungguhnya permisalanku dan apa yang Allah subhanahu wata'ala
mengutusku dengannya, seperti seorang yang datang kepada kaumnya. Lalu
dia mengatakan : wahai kaumku, sesungguhnya aku melihat dengan mata
kepalaku sendiri ada suatu pasukan (yang akan datang menyerang), dan
sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan, maka selamatkanlah
(diri kalian). Sekelompok orang dari kaumnya pun mentaatinya, sehingga
mereka berjalan (di waktu malam) dan pergi dengan diam-diam
(meninggalkan tempat mereka). Dan sekelompok yang lain, mereka
mendustakannya. Sehingga tatkala waktu pagi datang, mereka masih berada
di tempat mereka. Lalu pasukan tersebut pun menyerang dan membinasakan
mereka. Maka yang demikian itu seperti seorang yang mentaatiku dan
mengikuti apa yang aku datang dengannya (sehingga dia pun selamat), dan
seperti seorang yang bermaksiat kepadaku dan mendustakan apa yang aku
datang dengannya berupa kebenaran (sehingga dia pun binasa). (HR. Al
bukhori no. 7283 dan Muslim no. 6094 dari Abu Musa).
Maka
barangsiapa yang menginginkan keselamatan, baik di dunia atau di
akhirat, hendaklah dia mencontoh dan mengikuti Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam. Baik itu dalam urusan dunia dan terlebih lagi urusan
akhirat. Dan diantara yang beliau bimbingkan adalah bagaimana sikap yang
benar ketika turun hujan dan hukum-hukum yang terkait dengan turunnya
hujan.
Hujan
merupakan salah satu nikmat yang Allah subhanahu wata'ala turunkan
kepada hamba-hambaNya. Namun tidak semua orang mendapatkan nikmat ini.
Ada sebagian mereka yang mendapatkannya, sehingga mereka pun hidup
dengan bahagia, dan demikian pula hewan-hewan yang ada di sekeliling
mereka. Dan ada pula sebagian mereka yang Allah subhanahu wata'ala tidak
menurunkan hujan kepada mereka, sehingga mereka pun hidup dalam
kesengsaraan. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain,
dalam rangka untuk mencarinya.
Sebelum hujan turun, biasanya muncul dilangit beberapa tanda. Seperti
awan hitam, suara petir, angin yang kencang dan yang lainnya. Bagi
sebagian orang, mereka menganggap hal ini adalah hal yang biasa saja.
Namun, sesungguhnya ini merupakan salah satu dari tanda kekuasaan Allah
subhanahu wata'ala yang Allah subhanahu wata'ala perlihatkan kepada
hambaNya. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
tatkala melihat hal yang semacam ini, beliau merasa takut. Beliau
khawatir kalau seandainya itu merupakan adzab dari Allah subhanahu
wata'ala.
Perhatikanlah
keadaan kaum ‘Aad. Tatkala mereka melihat awan yang hitam menuju tempat
mereka, mereka bergembira dengannya. Mereka menyangka bahwa akan turun
kepada mereka hujan sehingga mereka bisa mengambil manfaat darinya.
Allah subhanahu wata'ala kisahkan mereka dalam Al Quran:
فَلَمَّا
رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ
مُمْطِرُنَا بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ
أَلِيمٌ (24) تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لَا
يُرَى إِلَّا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ
(25)
(artinya)
: Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke
lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: "Inilah awan yang akan
menurunkan hujan kepada kami." (Bukan!) bahkan itulah adzab yang kamu
minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung adzab
yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Robbnya,
maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas)
tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang
berdosa. (Al Ahqof : 24-25)
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهَا قَالَتْ وَكَانَ
إِذَا رَأَى غَيْمًا أَوْ رِيحًا عُرِفَ ذَلِكَ فِى وَجْهِهِ. فَقَالَتْ
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَى النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْغَيْمَ فَرِحُوا.
رَجَاءَ أَنْ يَكُونَ فِيهِ الْمَطَرُ وَأَرَاكَ إِذَا رَأَيْتَهُ عَرَفْتُ
فِى وَجْهِكَ الْكَرَاهِيَةَ قَالَتْ فَقَالَ « يَا عَائِشَةُ مَا
يُؤَمِّنُنِى أَنْ يَكُونَ فِيهِ عَذَابٌ قَدْ عُذِّبَ قَوْمٌ بِالرِّيحِ
وَقَدْ رَأَى قَوْمٌ الْعَذَابَ فَقَالُوا (هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا) ».
Dalam riwayat Al Bukhori dan Muslim, Aisyah menceritakan keadaan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tatkala
melihat kondisi langit yang berubah. Beliau berkata : Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam tatkala melihat mendung atau angin,
(terjadi perubahan pada keadaan beliau) hal itu diketahui dari wajah
beliau. Maka Aisyah pun bertanya : wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, aku melihat manusia apabila mereka melihat mendung, mereka
senang. Mereka berharap akan turun hujan. (Namun) aku melihatmu, jika
engkau melihat mendung, aku melihat di wajahmu ada kebencian
(kegelisahan). Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
: wahai Aisyah, apa yang bisa membuatku merasa aman, boleh jadi padanya
ada adzab, sungguh telah diadzab suatu kaum dengan angin, dan sungguh
ada suatu kaum yang mereka melihat adzab mereka justru mengatakan : ini
adalah mendung yang akan menurunkan hujan kepada kami. (HR. Al Bukhori
no. 4829 dan Muslim no. 2123 dari Aisyah).
عَنْ
عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهَا قَالَتْ كَانَ
النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا عَصَفَتِ الرِّيحُ قَالَ «
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيهَا وَخَيْرَ مَا
أُرْسِلَتْ بِهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيهَا وَشَرِّ
مَا أُرْسِلَتْ بِهِ ». قَالَتْ وَإِذَا تَخَيَّلَتِ السَّمَاءُ تَغَيَّرَ
لَوْنُهُ وَخَرَجَ وَدَخَلَ وَأَقْبَلَ وَأَدْبَرَ فَإِذَا مَطَرَتْ
سُرِّىَ عَنْهُ فَعَرَفْتُ ذَلِكَ فِى وَجْهِهِ. قَالَتْ عَائِشَةُ
فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ « لَعَلَّهُ يَا عَائِشَةُ كَمَا قَالَ قَوْمُ عَادٍ
(فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا
عَارِضٌ مُمْطِرُنَا) ».
Aisyah istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga
pernah mengatakan (yang artinya) : adalah Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam apabila bertiup angin yang kencang, beliau berdoa : Allahumma
inni as aluka khoiroha wa khoiro ma fiiha wa khoiro ma ursilat bihi wa
Allah subhanahu wata'ala’udzibuka men syarriha wa syarri ma fiha wa
syarri ma ursilat bihi (yang artinya : wahai Allah, sesungguhnya aku
meminta kepadaMu kebaikannya dan kebaikan yang ada padanya, serta
kebaikan yang dia diutus dengannya. Dan aku berlindung kepadaMu dari
kejelekannya dan kejelekan yang ada padanya, serta kejelekan yang dia
diutus dengannya).
Dan
apabila langit berubah keadaannya, berubah warnanya, maka beliau
shallallahu 'alaihi wasallam keluar masuk, ke depan dan ke belakang
(yakni beliau gelisah). Dan jika telah turun hujan, maka beliau pun
senang. Aku mengetahui hal itu dari raut muka beliau shallallahu 'alaihi
wasallam. Aisyah pun menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau pun menjawab : barangkali wahai
Aisyah, sebagaimana kaum ‘Aad dahulu mereka mengatakan tatkala mereka
melihat mendung menuju tempat mereka, mereka berkata : ini adalah
mendung yang akan menurunkan hujan kepada kami (padahal yang
sesungguhnya itu adalah adzab dari Allah subhanahu wata'ala). (HR.
Muslim no. 2122 dari Aisyah).
Maka dari sini kita mengetahui bahwa tidaklah setiap hujan itu
mengandung manfaat bagi orang yang diturunkan kepada mereka hujan.
Bahkan ada diantara hujan yang padanya mengandung adzab dari Allah
subhanahu wata'ala. Dan kita saksikan di zaman ini, di berbagai tempat
turun padanya hujan, namun hujan tersebut bukan membawa kebaikan tapi
justru keburukan, seperti banjir bandang, tanah longsor, dan yang
lainnya. Oleh karena itu, bagi seorang muslim, tatkala dia melihat
tanda-tanda akan diturunkan hujan, hendaklah dia berdoa kepada Allah
subhanahu wata'ala agar menjadikan pada mendung tersebut ada hujan yang
bermanfaat. Dan semoga air hujan yang turun tersebut, membawa kebaikan
bagi penduduk bumi sehingga dengannya tumbuh berbagai jenis tanaman dan
tidak merusak apa yang di bumi.
Sebagian
ulama, seperti Al ‘Aini, mengatakan : hujan yang turun ke muka bumi
padanya ada dua kenikmatan, yaitu nikmat adanya air sehingga manusia dan
hewan bisa mengambil manfaat darinya, dan (hujan) merupakan sebab
tumbuhnya berbagai jenis tanaman, (yang manusia dan hewan juga mengambil
manfaat darinya).
Kemudian,
diantara bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terkait
permasalahan turunnya hujan adalah meyakini bahwa turunnya hujan
merupakan kekhususan ilmu Allah subhanahu wata'ala. Yakni bahwasanya
Dialah Allah subhanahu wata'ala satu-satunya yang mengetahui kapan
turunnya. Sehingga, tidak ada seorang pun yang mampu mengetahui kapan
turunnya hujan. Dalam Al Quran Allah subhanahu wata'ala berfirman :
إِنَّ
اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا
فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا
تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (34)
(artinya):
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang
Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang
ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan
pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Luqman : 34)
Lalu bagaimana dengan berita-berita tentang turunnya hujan, baik yang
ada di koran, majalah, radio atau yang lainnya? permasalahan ini telah
dijawab oleh para ulama. Mereka mengatakan : hal ini diperbolehkan
dengan dua syarat. Yang pertama hendaklah berita-berita tersebut
dibangun diatas qorinah (tanda-tanda) yang ada dan dengan menggunakan
alat-alat yang sudah diketahui (yakni digunakan untuk meneliti cuaca).
Dan yang kedua, hendaklah berita-berita yang semacam ini dibangun diatas
persangkaan bukan secara yakin, sekalipun telah menggunakan alat.
Karena yang namanya alat, tidak bisa memberikan kepastian, dan kepastian
itu hanya dari sisi Allah subhanahu wata'ala. Terkadang dalam
penelitian, terdapat tanda-tanda akan diturunkannya hujan, namun tatkala
Allah subhanahu wata'ala menghendaki untuk tidak turun hujan, maka
hujan pun tidak turun walau hanya setetes air. Sehingga kita tidak boleh
memastikan turunnya hujan.
Dan
diantara bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang lain
ketika turun hujan adalah menyandarkannya kepada Allah subhanahu
wata'ala. Dialah Allah subhanahu wata'ala satu-satunya yang mampu untuk
mendatangkan hujan. Dan tidak ada seorang pun yang mampu untuk
mendatangkannya. Maka jika ada seorang yang mengaku bisa mendatangkan
hujan, maka sungguh dia telah berdusta. Adapun bila turun hujan dengan
sebab dia, maka itu merupakan bentuk pancingan dari Allah subhanahu
wata'ala untuk menguji hamba-hambaNya. Jika ada yang percaya bahwa dia
mampu menurunkan hujan, maka orang tersebut telah kafir kepada Allah
subhanahu wata'ala. Dan orang yang mendustakannya, maka orang tersebut
telah beriman kepada Allah subhanahu wata'ala.
عَنْ
زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّهُ قَالَ صَلَّى لَنَا رَسُولُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم صَلاَةَ الصُّبْحِ بِالْحُدَيْبِيَةِ عَلَى
إِثْرِ سَمَاءٍ كَانَتْ مِنَ اللَّيْلَةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ النَّبِيُّ
صلى الله عليه وسلم أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ ، فَقَالَ : هَلْ تَدْرُونَ
مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ
أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ
مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ
بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ
كَافِرٌ بِي مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ.
Zaid bin Kholid, seorang shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
yang mulia, beliau pernah mengatakan : Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengerjakan sholat subuh bersama kami di Hudaibiyyah. (Waktu
itu) masih ada bekas dilangit karena (hujan yang turun) tadi malam.
Tatkala telah selesai, beliau menghadap kepada manusia (para jamaah).
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bertanya : apakah
kalian tahu apa yang dikatakan oleh Robb kalian? Mereka menjawab : Allah
dan RosulNya yang lebih mengetahui. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
: (Allah subhanahu wata'ala berfirman (yang artinya) ) di waktu pagi
ini, ada yang beriman kepadaKu dan ada pula yang kafir kepadaKu. Adapun
orang yang mengatakan kami diberi hujan dengan keutamaan dari Allah
subhanahu wata'ala dan rahmatNya, maka dia beriman kepadaKu dan kafir
dengan bintang-bintang. Dan adapun orang yang mengatakan (kami diberi
hujan) dengan sebab bintang ini dan bintang itu, maka dia kafir kepadaKu
dan beriman dengan bintang-bintang. (HR. Al Bukhori no. 1038 dan Muslim
no.240 dari Zaid Bin Kholid).
Adapun mereka yang menyandarkan hujan kepada selain Allah subhanahu
wata'ala, maka secara terperinci mereka terbagi menjadi tiga bagian :
Pertama : Orang
yang menisbatkan turunnya hujan kepada selain Allah subhanahu wata'ala.
Yakni meyakini bahwa selain Allah subhanahu wata'ala dialah yang
menurunkan hujan. Maka orang yang semacam ini, dia telah terjatuh
kedalam syirik besar.
Kedua :
Orang yang menisbatkan sebab turunnya hujan kepada selain Allah
subhanahu wata'ala. Yakni meyakini bahwa selain Allah subhanahu wata'ala
dia adalah sebagai sebab turunnya hujan, adapun yang menurunkan hujan
adalah Allah subhanahu wata'ala. Maka orang yang semacam ini, dia telah
terjtuh kepada syirik kecil.
Ketiga :
Orang yang menisbatkan turunnya hujan kepada waktu tertentu. Sebagai
contohnya mereka menisbatkan turunnya hujan di waktu bintang tertentu
muncul. Para ulama berselisih dalam menghukumi hal ini, dan pendapat
yang shahih Wallahu a'lam, adalah dilihat kepada orang yang
melakukannya. Jika dia memiliki ketergantungan terhadap bintang
tersebut, maka hendaklah dia dilarang karena bisa menjerumuskan kedalam
syirik.
Sumber : http://salafybpp.com
Daurah Sengkang (Sul-Sel) " mengenal Aqidah Ahlussunnah Waljama'ah : Ust. Abu karimah Askari hafizhahullah
Hadirilah...!
Daurah Islamiyah SENGKANG (Sul-Sel)
Tema :
"Mengenal Aqidah Ahlussunnah Waljama'ah"
Bersama :
Al-Ustadz Abu Karimah Askari hafizhahulla
InsyaAllah diadakan pada :
Hari Sabtu-Ahad, tanggal 13-14 Rajab 1433 H / 2-3 Juni 2012
di Masjid At-Taqwa (Jl. A. Panggaru Lr. 1 Kota Sengkang)
Pukul : 09.30 - 15.00 Wita
Gratis, terbuka untuk umum :
Laki-Laki & Wanita
Info : Abu Abdah (08525525881)
MEMBERIKAN PENGHARGAAN KEPADA MUSUH ISLAM, GAMBARAN RAPUHNYA KEIMANAN
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Alhamdulillah ‘ala kulli haal,
ketika dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah sedang berhadap-hadapan dengan
proyek besar Kristenisasi atas nama PROYEK SOSIAL, sebagian orang yang
mengaku muslim justru memberikan penghargaan kepada orang yang dicurigai
berada di balik gerakan pemurtadan umat Islam tersebut.
Sangat disayangkan, penghargaan tersebut
di berikan di sebuah stasiun televisi swasta; Metro TV yang sebelumnya
telah memfitnah ma’had Ahlus Sunnah di Yaman sebagai tempat pendidikan
teroris.[1] Ada apa dengan Metro TV!?
Berikut kutipan berita di sebuah media,
“Romo Carolus, demikian dia akrab disapa. Sehari-hari pria yang memiliki nama lengkap Charles Patrick Edwards Burrrows, OMI itu menjadi Pastor di Paroki St Stephanus Cilacap. Dia telah menghabiskan waktu lebih dari 40 tahun menjadi motor perubahan sosial di Cilacap lewat sejumlah aksi sosial di bidang pendidikan, kesehatan, perekonomian, infrastruktur, dan lainnya. Tak ayal, Maarif Institute menganugerahinya MAARIF AWARD 2012 atas keberhasilan Carolus menyuntikkan semangat baru dan menumbuhkan model alternatif untuk penguatan dan pemberdayaan masyarakat di Cilacap. Pria kelahiran Dublin, Irlandia Selatan, 8 April 1943 itu menapakkan kaki kali pertama di Indonesia pada 9 September 1973, setelah bertugas di Paroki Sefton, Sydney, Australia. Setiba di Indonesia, anak keempat dari lima bersaudara itu diutus ke Cilacap. Di kabupaten terbesar di Jawa Tengah inilah Romo merasakan jatuh cinta pada Kampung Laut, sebuah kecamatan miskin nan terpinggirkan dengan empat desa, yakni UJUNGALANG, UJUNGGAGAK, KLACES dan PENIKEL.”
Media tersebut juga menginformasikan,
“Soal dana, dia menuturkan, seluruh programnya bisa berjalan karena ia rajin mencari dana ke sejumlah LSM di luar negeri dan kedutaan besar untuk membiayai misi kemanusiaan tersebut. Di antaranya dari Australia, Kanada, Jerman, Belanda, Irlandia, dan Amerika Serikat. Terakhir, ia memperoleh dana bantuan Rp 10 MILLIAR untuk pembangunan jalan di 100 desa di Cilacap.”
Dari media lain,
“Charles Patrick Burrows, OMI dan Ahmad Bahruddin menjadi dua nama penerima penghargaan Maarif Award 2012 yang diumumkan di Studio Metro TV, Jakarta, Sabtu malam. Charles Patrick Burrrows yang akrab disapa Romo Carolus adalah pastor Paroki St. Stephanus Cilacap, kelahiran Irlandia yang memberdayakan masyarakat KAMPUNG LAUT Cilacap sehingga keluar dari jurang kemiskinan.”
Sungguh mengagetkan kita sebagai muslim, ternyata yang memberikan pernghargaan adalah Mantan Ketua Umum PP. Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif yang cenderung liberal, bahkan menurutnya, Front Pembela Islam (FPI) pun hormat kepada orang kafir ini. Media memberitakan,
“Kekemanusiannya dan kesalehan sosialnya yang tinggi mengundang decak kagum siapa saja, termasuk tokoh-tokoh nasional. “Jarang ditemukan orang yang seperti ini. Dimensi kemanusiaannya jauh lebih dalam. Seorang FPI saja hormat kepada dia,” kata Buya Syafii Maarif pendiri Maarif Institute dalam sambutannya pada malam penganugerahan Maarif Award di Metro TV, Jakarta, Sabtu Malam. Buya Syafii berharap muncul generasi-generasi muda yang meniru dan bertindak seperti Romo Carolus.”Selesai kutipan.
Beberapa Catatan Sebagai Nasihat
Pertama: Aqidah
Islam yang benar, Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengajarkan kita
untuk membenci musuh Allah ta’ala, bukannya memberikan penghormatan dan
penghargaan kepadanya.
Meskipun Mantan Ketua Muhammadiyah, Ahmad
Syafii Ma’arif dan Front Pembela Islam (FPI) menghormati dan memberikan
penghargaan kepada Anda, namun kami berlepas diri dari Anda, sebab
keimanan kami kepada Allah ta’ala sebagai sesembahan yang benar dan
semua yang disembah selain-Nya adalah salah, menuntut kita untuk
memusuhi musuh Allah (yaitu orang-orang yang kafir kepada-Nya) dan
mencintai wali-Nya (yaitu orang-orang yang beriman kepada-Nya).
Allah ta’ala menegaskan,
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ
إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Engkau tidak akan mendapati suatu kaum
yang beriman kepada Allah dan hari akhir; berkasih sayang dengan
orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, meskipun musuh Allah
tersebut adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara
mereka dan karib kerabat mereka.” [Al-Mujadalah: 22]
Juga firman Allah jalla wa ’ala,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ
إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ
وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang
baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya; ketika mereka
berkata kepada kaum mereka: Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu
dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu
dan telah nyata antara kami dan kamu PERMUSUHAN dan KEBENCIAN buat
selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” [Al-Mumtahanah: 4]
Juga firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ
تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء
بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ
يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai orang-orang yang
kamu cintai; sebahagian mereka (orang-orang kafir) hanya pantas menjadi
orang-orang yang dicintai bagi sebahagian yang lain (orang-orang kafir
pula). Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka sebagai orang-orang yang dicintai, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” [Al-Maidah: 51]
Kedua: Aqidah
Islam yang benar, Aqidah As-Salafus Shalih, Ahlus Sunnah wal Jama’ah
mengajarkan kepada kita agar jangan silau dan tertipu dengan
amalan-amalan orang-orang kafir, sebab seluruh amalan mereka tertolak,
tidak diterima oleh Allah tabaraka wa ta’ala. Hal itu disebabkan karena
mereka telah melakukan dosa yang paling besar, yaitu menyekutukan Allah
subhanahu wa ta’ala dan kafir kepada-Nya.
Allah ta’ala berfirman,
وَمَا مَنَعَهُمْ أَن تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلاَّ أَنَّهُمْ كَفَرُواْ بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ
“Dan tidak ada yang menghalangi mereka
untuk diterima dari mereka harta-harta sedekah mereka (oleh Allah
ta’ala) melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya.” [At-Taubah: 54]
Juga firman-Nya,
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُورًا
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka
(orang-orang kafir) kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu
yang berterbangan.” [Al-Furqon: 23]
Juga firman-Nya,
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” [Al-An’am: 88]
Juga firman-Nya,
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
“Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan terhapuslah amalanmu.” [Az-Zumar: 65]
Ketiga: Aqidah
Islam yang benar, Aqidah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan
sahabatnya mengajarkan kepada kita bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani
adalah musuh yang akan terus berusaha menyesatkan kita.
Allah ta’ala berfirman,
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ
وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ
هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ
مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِير
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:
“Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).” Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan
datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong
bagimu.” [Al-Baqoroh: 120]
Juga firman-Nya,
وَلاَ يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ
حَتَّىَ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُواْ وَمَن يَرْتَدِدْ
مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَئِكَ حَبِطَتْ
أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ
هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi
kamu sampai mereka (dapat) memurtadkan kamu dari agamamu (kepada
kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara
kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah
yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” [Al-Baqoroh: 217]
Keempat: Aqidah Islam yang benar, yang diyakini seluruh ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, termasuk Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad
bahwa seluruh orang-orang kafir adalah penghuni neraka dan mereka kekal
di dalamnya. Allah ta’ala telah menghinakan mereka di dunia dan
akhirat, bagaimana bisa seorang muslim memberikan penghormatan dan
penghargaan kepada mereka?!
Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ
أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا
أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli
kitab (Yahudi dan Nashrani) dan orang-orang musyrik (akan masuk) neraka
jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluq.” [Al-Bayyinah: 6]
Juga firman-Nya,
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami!? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” [Al-Furqon: 44]
Juga firman-Nya,
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ
فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا
لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga,
dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu
seorang penolong pun.” [Al-Maidah: 72]
Kelima: Aqidah
Islam yang benar, Aqidah yang berlandaskan Al-Qur’an, As-Sunnah dan
Ijma’ Ulama, mengajarkan kepada kaum muslimin bahwa para pendeta Nasrani
adalah penipu umat, pemakan harta manusia dengan cara yang batil dan
pemalsu kitab suci untuk meraup keuntungan duniawi dan menyesatkan
manusia.
Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
إِنَّ كَثِيرًا مِّنَ الأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ
النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ
“Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan
Pendeta-pendeta Kristen benar-benar memakan harta manusia dengan cara
yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” [At-Taubah: 34]
Juga firman-Nya,
فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ يَكْتُبُونَ
الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِندِ اللَّهِ
لِيَشْتَرُواْ بِهِ ثَمَناً قَلِيلاً فَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتْ
أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا يَكْسِبُونَ
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi
orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu
dikatakannya: “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh
keuntungan (duniawi) yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan
besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka
sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang
mereka kerjakan.” [Al-Baqorah: 79]
Bukti akan hal ini telah kami sebutkan pada artikel:
Link: http://nasihatonline.wordpress.com/2012/04/05/download-dialog-nasihat-pengakuan-mantan-misionaris-kristen-dan-bukti-kebenaran-al-quran-kebanyakan-pendeta-kristen-adalah-koruptor-dan-pemalsu-kitab-suci/
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
[1] Kedustaan Metro TV ini telah kami bantah pada dua link berikut:
Dalam hal pemberitaan tersebut Metro TV terkesan licik, sebab hasil wawancara mereka dengan Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah,
jauh berbeda dengan berita yang mereka sebarkan kepada masyarakat
Indonesia, sedang wawancara itu sendiri tidak diberitakan. Alhamdulillah
Ikhwan di Ma’bar berhasil mendokumentasikan wawancara tersebut pada dua
link berikut:
Sikap Terhadap Perintah dan Larangan Nabi (Hadist ke-9 Arbain Annawiyyah)
oleh Ustadz Kharisman
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَا
نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا
مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ (رواه
البخاري ومسلم
Dari Abu Hurairah –semoga Allah
meridlainya- beliau berkata: saya mendengar Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam bersabda: Segala yang aku larang jauhilah, dan apa yang
aku perintahkan kerjakanlah sesuai dengan kemampuan kalian. Karena
sesungguhnya hal yang membinasakan umat sebelum kalian adalah mereka
banyak bertanya-tanya (tanpa faidah) dan sikap menyelisihi para Nabi
yang mereka lakukan (H.R alBukhari dan Muslim).
ASBAABUL WURUD (SEBAB PENYAMPAIAN HADITS)
Suatu hari Rasulullah shollallaahu
‘alaihi wasallam bersabda : Wahai sekalian manusia sesungguhnya Allah
telah mewajibkan kepada kalian berhaji, maka berhajilah. Kemudian
seorang laki-laki berkata:
Apakah (kewajiban haji) itu setiap tahun
wahai Rasulullah? Nabi diam, hingga orang itu bertanya tiga kali,
kemudian Nabi bersabda:
Kalau aku jawab : Iya, niscaya akan diwajibkan (tiap tahun), dan kalian tidak akan mampu.
Kemudian Nabi bersabda:
Biarkanlah apa yang aku tinggalkan
(perintah dan larangannya) untuk kalian. Sesungguhnya yang membinasakan
ummat sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan mereka dan banyaknya
penyelisihan yang mereka lakukan terhadap para Nabi mereka. Jika aku
perintahkan kepada kalian dengan suatu hal, maka kerjakanlah sesuai
dengan kemampuan, dan jika aku larang kalian dari sesuatu, tinggalkanlah
(H.R Muslim).
SAHABAT YANG MERIWAYATKAN HADITS
Sahabat yang meriwayatkan hadits ini
adalah Abu Hurairah. Al-Imam anNawawy dalam al-Arbain anNawawiyyah ini
memperjelas nama asli Abu Hurairah adalah Abdurrahman bin Shakhr. Abu
Hurairah adalah Sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits.
Orang-orang yang beriman akan mencintai Abu Hurairah dan ibunya, karena
Nabi mendoakan mereka :
اللَّهُمَّ
حَبِّبْ عُبَيْدَكَ هَذَا يَعْنِي أَبَا هُرَيْرَةَ وَأُمَّهُ إِلَى
عِبَادِكَ الْمُؤْمِنِينَ وَحَبِّبْ إِلَيْهِمْ الْمُؤْمِنِينَ
Ya Allah jadikanlah hamba-hambaMu yang
beriman cinta kepada Abu Hurairah dan ibunya, dan jadikanlah mereka
mencintai orang-orang beriman (H.R Muslim)
SIKAP ORANG BERIMAN TERHADAP PERINTAH DAN LARANGAN NABI
Dalam hadits ini Nabi menyatakan :
Segala yang aku larang jauhilah… Para Ulama’ menjelaskan bahwa secara
asal hukum larangan Nabi adalah haram dilaksanakan. Ini adalah hukum
asal. Hukum asal ini baru berubah jika terdapat hadits lain yang
menunjukkan bahwa larangan itu bersifat makruh (dibenci). Secara asal,
segala bentuk larangan Nabi yang terkait dengan suatu ibadah,
menyebabkan ibadah itu batal atau tidak sah, sedangkan larangan Nabi
yang terkait dengan bentuk muamalah menyebabkan suatu akad menjadi tidak
sah atau batal. Dalam hadits ini Nabi juga menyatakan : Apa yang aku
perintahkan kepada kalian, maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan… Para
Ulama’ menjelaskan bahwa secara asal, hukum perintah dari Nabi adalah
wajib dilaksanakan, hingga ada dalil lain yang menunjukkan bahwa hal itu
adalah mustahab/ sunnah (disukai). Perintah Nabi dikerjakan sesuai
dengan kemampuan.
Sebagai contoh:
صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
Sholatlah dengan berdiri. Jika tidak mampu, maka dengan duduk. Jika tidak mampu, maka dengan berbaring (H.R alBukhari)
Menghindari kemaksiatan lebih berat
dibandingkan mengerjakan ketaatan. Bersabar untuk meninggalkan larangan
lebih berat tantangannya (dan lebih besar pahalanya) dibandingkan
melaksanakan perintah. Sahl bin Abdillah menyatakan
erbuatan-perbuatan kebajikan bisa dilakukan oleh orang-orang yang baik
ataupun orang fajir. Namun, tidak ada yang bisa bersabar meninggalkan
dosa kecuali orang yang Shiddiq (jujur keimanannya)(Syarhul Umdah karya
Ibn Taimiyyah (1/46)).
BANYAK BERTANYA : ANTARA TERPUJI DAN TERCELA
Pertanyaan yang baik adalah bertanya
dalam masalah ilmu agama kepada ahlinya untuk tujuan mengamalkan ilmu
tersebut. Atau, pertanyaan yang tujuannya untuk menambah iman, semakin
mendekatkan diri kepada Allah, semakin takut kepada-Nya, semakin cinta
kepada Allah. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para Sahabat
kepada Nabi adalah mayoritas pertanyaan-pertanyaan semacam itu.
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kepada para Ulama jika kalian tidak mengetahuinya (Q.S an-Hal:43)
Nabi juga mencela orang yang bodoh tapi tidak mau bertanya, berbicara tanpa ilmu (menyebabkan kebinasaan bagi orang lain) :
أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ
Tidakkah mereka bertanya jika tidak mengetahuinya. Sesungguhnya obat dari kebodohan adalah bertanya (H.R Abu Dawud)
Ibunda kaum beriman, Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata :
نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الْأَنْصَارِ لَمْ يَكُنْ يَمْنَعُهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ
Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar.
Mereka tidak terhalangi perasaan malu untuk (bertanya) berusaha
memahami agama (H.R Muslim)
Sahabat Nabi Ibnu Abbas ditanya: dengan cara bagaimana engkau mendapatkan ilmu sampai (banyak) seperti ini?
Beliau berkata : dengan lisan yang banyak bertanya dan hati yang banyak berpikir (al-Bidayah wan Nihaayah (8/329)).
Ibnu Abbas juga berkata : Aku bertanya satu permasalahan kepada 30 Sahabat Nabi (al-Bidayah wan Nihaayah (8/329))
Ibnu Syihab az-Zuhri berkata : Ilmu
adalah gudang-gudang (perbendaharaan), dan kunci (pembukanya) adalah
bertanya (Jaami’ Bayaanil Ilmi wa Fadhlih (1/179)
Di antara pertanyaan yang baik adalah
pertanyaan yang diajukan oleh seseorang yang sebenarnya sudah tahu
jawabannya, namun ia lontarkan pertanyaan di majelis agar diketahui
jawabannya oleh orang-orang yang hadir di majelis itu. Sebagaimana yang
dilakukan Jibril yang menanyakan tentang Islam, Iman, Ihsan, dan
tanda-tanda hari kiamat (H.R Muslim)
Sedangkan sikap bertanya yang tercela, di antaranya adalah :
1. Banyak bertanya pada saat masih turunnya wahyu, sehingga dikhawatirkan memberatkan kaum muslimin (Q.S al-Maidah:101)
2. Bertanya-tanya tentang rahasia di balik takdir, yang hanya Allah saja yang tahu.
Contoh : bertanya mengapa si A ditakdirkan begini, sedangkan si B ditakdirkan demikian?
وَإِذَا ذُكِرَ الْقَدَرُ فَأَمْسِكُوا
Jika disebutkan tentang takdir, maka tahanlah (diamlah) (Shahihul Jaami’ no 546).
3. Bertanya tentang kaifiyat Sifat Allah.
Seperti pertanyaan : Seperti apa Wajah
Allah? Bagaimana bentuk istiwa’ Allah di atas ‘Arsy? Semua itu tidak ada
yang tahu kecuali Allah.
وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ …
dan tidak ada yang tahu takwilnya (kaifiyat /makna secara menyeluruh) kecuali Allah… (Q.S Ali Imran:7)
4. Sekedar bertanya tidak untuk
mengamalkannya, atau tidak untuk memahami makna ayat dan hadits
(menambah iman), hanya sekedar menguji ustadz atau Syaikh.
5. Bertanya tentang permasalahan yang tidak akan pernah terjadi.
6. Banyak bertanya pada saat kondisi Ustadz atau Syaikh sudah capek, letih, dan semisalnya.
Para Sahabat Nabi menjaga adab untuk
bertanya. Mereka tidak menambah pertanyaan karena merasa kasihan dengan
Nabi.Simaklah adab dari perkataan Ibnu Mas’ud :
حَدَّثَنِي بِهِنَّ وَلَوْ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي …
demikianlah Nabi mengkhabarkan kepadaku,
yang sebenarnya kalau aku minta tambah penjelasan, niscaya beliau akan
menambahinya.. (H.R Muslim)
Nabi adalah manusia yang paling
dermawan, termasuk dalam hal memberi jawaban. Sebenarnya, kalau Sahabat
terus bertanya, akan terus dijawab oleh Nabi, namun hal itu tidak
dilakukan Sahabat karena menjaga adab kepada Nabi.
Sumber Rujukan : Syarh alArbain
anNawawiyyah dari Para Ulama’ (Ibnu Daqiiqil ‘Ied, Ismail bin Muhammad
al-Anshary, Syaikh Muhammad Athiyyah Salim, Syaikh Sholih bin Abdil Aziz
aalu Syaikh, Syaikh Sulaiman alLuhaimid)
(Abu Utsman Kharisman)
Sumber : http://www.salafy.or.id
Tuesday, May 29, 2012
Menaruh Kepercayaan Terhadap Ulama
Banyak orang yang tidak percaya lagi dengan ulama. Mereka menganggap ulama sebagai orang yang tidak tahu realitas sosial.
Permasalahan ini perlu dikaji karena tidak sedikit orang-orang yang
hanya terdorong ghirah dan semangat keagamaan yang tinggi namun tidak
terdidik di atas ilmu yang mapan dan di bawah bimbingan Ahlussunnah,
menyangsikan fatwa para ulama dan nasehatnya di saat tidak sesuai dengan
keinginan mereka. Dalam pandangan mereka, para ulama tidak mengetahui
realita, tidak mengerti makar-makar musuh, ilmu mereka hanya sebatas
haid dan nifas atau masalah thaharah (bersuci). Sedang mereka merasa
lebih tahu realita sehingga merasa lebih berhak berfatwa dan dianggap
ucapannya.
Komentar orang-orang semacam ini di samping mengandung celaan terhadap para ulama yang jelas terlarang dalam agama -apapun alasannya-, juga menyelisihi aturan agama. Karena ayat, hadits, dan uraian para ulama yang lalu dalam hal perintah atau anjuran rujuk kepada para ulama menyiratkan makna kepercayaan kepada mereka dalam urusan-urusan ini. Sangat naif jika tidak percaya kepada orang yang telah dipercaya Allah I serta Rasul-Nya.
Ada sebuah kisah di zaman Nabi r yang barangkali dari situ kita bisa mengambil ‘ibrah. Saat terjadi perjanjian Hudaibiyyah yang menghasilkan kesepakatan-kesepakatan antara kaum muslimin dengan musyrikin Quraisy di antaranya kaum muslimin harus menangguhkan keinginan umrah pada tahun itu, tidak sedikit dari shahabat merasa keberatan dengan perjanjian itu dan menampakkan ketidaksetujuannya. Padahal Rasulullah r sendiri telah menyepakati perjanjian tersebut.
Para shahabat itu menilai ada diskriminasi dari pihak musuh sehingga merasa keberatan meski akhirnya mau menerima. Di antara shahabat itu adalah Umar bin Al-Khaththab z, orang terbaik setelah Abu Bakar z. Dan ternyata keputusan Nabi itu membawa manfaat sangat banyak di kemudian hari dan membawa kerugian besar bagi musyrikin, sehingga mereka sendirilah yang mengkhianatinya.
Kenyataan itu menyampaikan Umar bin Al-Khaththab -setelah taufiq dari Allah I- untuk menyesali perbuatannya dan mengatakan: “Wahai manusia, ragulah terhadap pendapat akal dalam masalah agama, sungguh aku telah melihat diriku pernah membantah keputusan Nabi dengan pendapatku karena ijtihad. Demi Allah, saya tidak akan pergi dari kebenaran, dan kejadian itu pada pagi hari Abi Jandal, yakni perjanjian Hudaibiyyah.” (Marwiyat Ghazwah Hudaibiyyah hal. 301)
Perhatikan kisah ini, bagaimana Umar bin Al-Khaththab z mesti menundukkan penilaian-penilaian pribadi di hadapan keputusan agama. Tidak heran bila seorang ulama bernama Abu Bakar Ath-Turthusyi setelah menyebutkan hadits: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan dicabut dari hati-hati manusia. Akan tetapi Allah mencabutnya dengan meninggalnya para ulama sehingga tidak tersisa lagi seorang ulama, manusia akan menjadikan pimpinan-pimpinan yang bodoh, maka mereka akan ditanya sehingga berfatwa tanpa ilmu akhirnya sesat dan menyesatkan.” (Shahih, HR. Al-Bukhari)
Beliau menyatakan: “Perhatikan hadits ini! Hadits ini menunjukkan bahwa manusia tidak akan tertimpa musibah disebabkan ulama mereka sama sekali, akan tetapi sebabnya jika ulama mereka meninggal, akhirnya yang bukan ulama berfatwa…
Dari situlah berawalnya musibah.” (Al-Ba’its hal. 179 dinukil dari Madarikun Nadhar hal. 160)
Rabi’ah bin Abdurrahman, guru Al-Imam Malik, ketika melihat tanda-tanda itu di masanya beliau menangis tersedu-sedu. Maka Al-Imam Malik bertanya: “Apa yang menjadikanmu menangis. Apakah ada musibah yang menimpamu?” Beliau menjawab: “Tidak. Tapi karena orang-orang yang tidak berilmu telah dimintai fatwa dan muncullah perkara besar dalam Islam.” (Al Ba’its hal. 179 dinukil dari Madarikun Nadhar hal. 160) ?
Monday, May 28, 2012
Kajian Ilmiyah Islamiyah Banyumas "Meneropong Alam Malikat" : Ust. Muhammad Afifuddin Hafizhahullah
Bismillah,,
Insya Allah akan diadakan Kajian Ilmiah Islamiah dengan
Insya Allah akan diadakan Kajian Ilmiah Islamiah dengan
tema;
"MENEROPONG ALAM MALAIKAT"
Bersama
"MENEROPONG ALAM MALAIKAT"
Bersama
al-Ustadz Muhammad Afifuddin hafizhahullah
Tanggal 11 Rajab 1433/03 Juni 2012
Pukul : 09.30 - Selesai
di Masjid Agung Nur Sulaiman
Komplek alun-alun Banyumas
Penyelenggara :
Tanggal 11 Rajab 1433/03 Juni 2012
Pukul : 09.30 - Selesai
di Masjid Agung Nur Sulaiman
Komplek alun-alun Banyumas
Penyelenggara :
Ma'had Al Faruq Purwokerto
Makan Bangkai Saudara
Mungkin kita pernah dikagetkan dengan adanya berita seorang makan mayat. Orang seperti ini biasa disebut dengan istilah "kanibal".
Sungguh hal tersebut merupakan perkara yang mengerikan dan menjijikkan.
Seorang kanibal berani memakan mayat, ini disebabkan oleh pengaruh ilmu
hitam yang ia pelajari atau karena sakit jiwa, sehingga ia berbuat di
luar kewajaran.
Namun tahukah kita, ada di antara kaum muslimin yang tega ‘memakan bangkai saudaranya yang muslim’, bukan kerena pengaruh ilmu hitam atau sakit jiwa.
Bahkan ini sangat sering terjadi di tengah-tengah kita, namun terkadang
kita tidak menyadarinya. Seorang muslim memakan bangkai saudaranya
sesama muslim, bukan seperti kanibal yang memakan daging mayat, akan tetapi dia makan daging saudaranya dalam bentuk menggibahi saudaranya (gosip).
Allah -Subhanahu wa Ta’la- berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ
الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ
بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ
مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ
رَحِيمٌ
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan buruk sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari buruk sangka itu dosa. Dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang ." (QS. Hujuraat: 12)
Ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa Allah menyamakan seseorang
yang menggibahi orang lain dengan orang yang memakan daging saudaranya
yang sudah mati. Hal itu menunjukkan kepada kita betapa kejinya dan
menjijikkannya ghibah ini sehingga menjadi sesuatu yang diharamkan oleh Allah –‘Azza wa Jalla-. Tentunya kalau kita mempunyai akal yang sehat, kita pasti tidak ingin memakan bangkai apalagi bangkai saudara kita.
Al-Imam As-Shinqithiy -rahimahullah- berkata dalam Adhwa’ Al-Bayan (5/168), "Maka wajib bagi seorang muslim untuk jauh dari mencela kehormatan saudaranya dengan sungguh-sungguh" .
Oleh karena itu, kami perlu menjelaskan masalah ghibah (gosip) ini agar kita semua jauh dari perbuatan tersebut. Adapun definisi ghibah, ini telah dijelaskan oleh Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa sallam- dalam sebuah haditsnya:
أَتَدْرُوْنَ مَاالْغِيْبَةُ قَالُوْا اللهُ وَرَسُوْلُهُ
اَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قَالَ أَرَأَيْتَ اِنْ
كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُْوْلُ قَالَ فَاِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ
فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَاِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهِتَّهُ
"Tahukah kalian apakah gibah itu? Para sahabat menjawab,
"Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu". Beliau bersabda, "Engkau
menyebut saudaramu dengan sesuatu yang ia membencinya". Seorang sahabat
bertanya, "Bagaimana jika apa yang saya katakan itu benar ada pada
saudaraku itu". Beliau bersabda, "Jika apa yang engkau katakan itu benar
ada padanya maka sungguh engkau telah menggibahinya namun jika tidak
demikian maka sungguh engkau telah berdusta tentangnya". [HR. Muslim
dalam Shohih -nya (4/2001)]
Dengan demikian maka gibah adalah haram, baik sedikit maupun banyak. Dari A’isyah -radhiyallahu ‘anha-, ia berkata, "Wahai Rasulullah, cukuplah Shofiyyah itu begini dan begitu -salah satu perawi berkata, "Maksud A’isyah bahwa shofiyyah itu pendek badannya"-, maka nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لمََََََزَجَتْهُ
"Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kata yang seandainya dicelupkan ke dalam air laut, niscaya akan mengubah warnanya" [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (13/151)]
Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaliy-hafizhahullah- berkata, "Dapat
mengubah rasa dan aroma air laut, disebabkan betapa busuk dan kotornya
perbutan ghibah. Hal ini menunjukkan suatu peringatan keras dari
perbuatan tersebut." [Lihat Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin (3/25)]
Coba renungkan!!!, A’isyah -radhiyallahu ‘anha-, isteri kesayangan Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa sallam-, tatkala ia menyebutkan keadaan aib Shofiyyah, ia ditegur oleh Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa sallam-.
Lalu bagaimana lagi dengan suatu ucapan yang lebih dari itu, seperti
yang dilakukan oleh saudara-saudara kita yang bergelut di bidang
jurnalistik dan dunia entertainment; mereka justru menjadikan hal ini sebagi "profesi" dan mereka merasa bangga dengannya. Padahal Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
"Seorang muslim yang baik ialah orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya" . [HR. Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (1/53/Al-Fath) dan Muslim dalam Shohih-nya (1/65)]
Namun kenyataannya, aib-aib sebagian kaum muslimin justru
dipublikasikan dan disiarkan di media cetak dan elektronik, bahkan
mereka buat kolom dan acara khusus untuk mengumbar aib-aib mereka. Sungguh amat disayangkan, tayangan-tayangan seperti ini justru sangat digandrungi oleh masyarakat kita. Oleh
karena itu, kita akan melihat keajaiban dunia, adanya sekelompok kaum
muslimin -khususnya kaum wanita-, mereka bergerombol di depan "Guru
Besar" alias televisi demi menunggu berita para selebriti. Tetapi, jika
ada sebuah majelis ilmu, mereka lari dan tidak mau hadir. Kalaupun
hadir, paling datang membawa gosip sehingga terkadang ustadz terganggu
dengan suara mereka.
Ibnu Umar -radhiyallahu ‘anhu- berkata, "Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa sallam- duduk di atas mimbar kemudian menyeru dengan suara tinggi:
يَا مَنء أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ اْلإِمَانُ إِلى
قَلْبِهِ لَا تُؤذُوا المُسْلِمِيْنَ وَلَا تُعَثَّرُوْهُمْ وَلَا
تَتَبَّعُوْا عَوْرَاتَهُمْ . فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ
المُسْلِمَ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ
يفضه وَلَوُ فِيْ جَوْفِ رَحْلِهِ
"Wahai sekalian orang yang berislam dengan lisannya, namun belum
sampai ke dalam hatinya, janganlah kalian menyakiti dan mencela kaum
muslimin; janganlah kalian mencari-cari aurat (aib) mereka, karena
sesungguhnya barang siapa yang mencari-cari dan menelusuri aib
saudaranya, niscaya Allah akan mencari-cari aibnya. Barang siapa yang
dicari aibnya oleh Allah, maka Allah akan membongkar aibnya, walaupun ia
di dalam rumahnya". [HR. At-Tirmidziy (2032), dan dihasankan oleh syaikh Al-Albany dalam Al-Misykah (5044)].
Oleh karena itu, hendaknya setiap muslim takut terhadap bahaya ghibah, agar kita terhindar dari siksa Allah yang pedih. Cukuplah hadits berikut membuat kita takut terhadap ghibah. Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu- berkata, "Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
لمَاَّ عُرِجَ بِيْ مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ
يَخْمُشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَصُدُوْرَهُمْ فَقَلْتُ مَنْ هَؤُلَاءِ يَا
جِبْرِيْلُ قَالَ هَؤُلَاءِ الذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ لحُُُُُُُـُوْمَ النَاسَ
وَيَقَعُوْنَ فِيْ أَعْرَاضِهِمْ
"Ketika saya di-mi’raj-kan, saya melewati suatu kaum yang memiliki
kuku-kuku dari tembaga yang sedang mencakar-cakar wajah dan dada mereka.
Saya bertanya, "Siapakah mereka itu, wahai Jubril?" Jibril menjawab,
"Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan mencela kehormatannya". [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (4878)]
Pembaca yang budiman, betapa pedih siksa yang mereka terima, akibat
ia tidak mau bertobat dari meng- ghibah -i orang, terlebih lagi bila
ghibah tersebut sudah sampai pada tingkat menuduh seorang wanita baik-baik melakukan zina.
Ahmad bin Abdur Rahman bin Qudamah Al-Maqdisiy berkata di dalam Mukhtashar Minhaj Al-Qoshidin
hal. 202, "Maka hendaknya orang yang mengghibah mengetahui bahwa dengan
ghibahnya ia akan menghadapi murka Allah, dan bahwa kebaikannya akan
dipindahkan kepada orang yang dighibahinya. Jika ia tidak memiliki
kebaikan, maka kejelekan musuhnya (orang yang dighibahinya) akan
dipindahkan kepadanya. Barang siapa yang menghadirkan hal itu (dalam
benaknya, pen.), maka ia tidak akan membebaskan lisannya dalam
mengghibah".
Allah – Jalla wa ‘Ala – berfirman:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا
بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا
تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu
terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka Itulah
orang-orang yang fasik". (QS. An-Nur: 4)
Imam Syafi’i berkata dalam syairnya,
إِحْفَظْ لِسَانَكَ أَيُّهَاالْإِنْسَانُ
لَايَلْدُغَنَّكَ فَإِنَّهُ ثُعْبَانُ
كَمْ فِيْ المَقَابِرِمِنْ قَتِيْلِ لِسَانِهِ
كَانَتْ تَهَابُ لِقَائَهُ الشُجْعَانُ
Jagalah lisanmu, wahai manusia,
Janganlah sampai lisanmu menyengatmu, sesungguhnya dia seperti ular
Betapa banyak penghuni kubur yang terbunuh oleh lisannya
Padahal dulu orang yang pemberani takut bertemu dengannya
Imam Asy-Syafi’i juga berkata:
إِذَا رَمَيْتَ أَنْ تَحْيَا سَلِيْمًا مِنَ الرَّدَى
وَدِيْنُكَ مَوْفُوْرٌ وَعِرْضُكَ صَيِّنٌ
فَلَا يَنْطِقَنَّ مِنْكَ اللِسَانُ بِسُوْءَةٍ
فَكُلُُّكَ سَوْءَاتٌ وَلِلنَّاسِِ أَعْيُنُ
Bila dirimu ingin hidup dengan bebas dari kebinasaan,
(juga) agamamu utuh dan kehormatanmu terpelihara,
janganlah lidahmu mengungkit cacat orang,
tubuhmu sarat dengan aib, dan orang (juga) memiliki lidah
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsir -nya (4/215), "Ghibah itu diharamkan menurut ijma’ (kesepakatan ulama’), tidak dikecualikan darinya, selain apa yang telah pasti kemaslahatannya sebagaimana dalam ilmu Al Jarh wat Ta’dil (kritikan dan pujian terhadap para perawi hadits) dan nasehat,
seperti sabda Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa sallam- ketika seorang
laki-laki fajir (jahat) meminta izin kepada Beliau: "Kalian izinkan
untuknya sejelek-jelek saudara dalam keluarga", dan sabda Beliau
-Shollallahu ‘alaihi wa sallam- kepada Fatimah binti Qais -radhiyallahu
‘anha- ketika Mu’awiyah dan Abu Jahm meminangnya, "Adapun Mu’awiyah dia
itu fakir (miskin), sedangkan Abu Jahm dia tidak pernah meletakkan
tongkatnya dari pundaknya (suka memukul)". Demikian juga hal-hal yang
semisalnya, sedangkan selebihnya sangat diharamkan".
Akhirnya kita memohon kepada Allah - ‘Azza wa Jalla-
agar menjaga lisan kita dan menjadikan kita orang-orang yang tidak
berucap kecuali kebaikan. Semoga shalawat selalu tercurah kepada Nabi
Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, kepada keluarga beliau, para sahabat serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 20
Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58,
Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n
Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah
Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul
Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk
berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq
Rp. 200,-/exp)
Subscribe to:
Posts (Atom)