Kita bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala
atas limpahan nikmat yang Allah subhanahu wata’ala curahkan kepada kita.
Tidaklah suatu nikmatpun yang kita rasakan, kecuali hal itu bersumber
dari Allah subhanahu wata’ala.
Oleh karena itu, Allah subhanahu wata’ala berfirman di dalam al-Quran,
.وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kalian, semuanya bersumber dari Allah.” (QS. an-Nahl: 53)
.وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kalian, semuanya bersumber dari Allah.” (QS. an-Nahl: 53)
Dan kita harus menyadari bahwa kita itu dituntut oleh Allah subhanahu
wata’ala untuk mensyukuri nikmat. Sehingga, dengan hal tersebut Allah
subhanahu wata’ala akan menambah nikmat tersebut dan menjadikan dia
langgeng bersama kita.
Oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala berfirman,
.وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيْدٌ
“Dan ingatlah ketika Rabb engkau mengumumkan, jika kamu bersyukur maka akan Kutambah (nikmat-Ku) kepadamu. Tetapi jika engkau ingkar, maka sesungguhnya adzab-Ku sangatlah pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
.وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيْدٌ
“Dan ingatlah ketika Rabb engkau mengumumkan, jika kamu bersyukur maka akan Kutambah (nikmat-Ku) kepadamu. Tetapi jika engkau ingkar, maka sesungguhnya adzab-Ku sangatlah pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Dari ayat di atas, kita ketahui bahwa kunci bertambahnya nikmat
adalah dengan mensyukurinya. Adapun bentuk kesyukuran kita terhadap
nikmat yang Allah subhanahu wata’ala berikan kepada kita adalah dengan
memanfaatkan nikmat tersebut dengan kebaikan. Yaitu, kita menyadari
dengan hati bahwa nikmat tersebut bersumber dari Allah subhanahu
wata’ala. Kemudian kita puji Allah subhanahu wata’ala dengan lisan kita.
Dan kita memanfaatkan nikmat tersebut untuk semakin mendekatkan diri
kepada Allah subhanahu wata’ala.
Ketiga hal di atas adalah rukun dalam mensyukuri nikmat sebagaimana disebutkan oleh para ulama.
Oleh karena itu, janganlah kita termasuk dalam golongan orang-orang
yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana
datang dalam riwayat Imam al-Bukhari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
نِعْمَتاَنِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِماَ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia merugi (terhalang dari mendapat kebaikan dan pahala) di dalamnya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. al-Bukhari no. 6412)
نِعْمَتاَنِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِماَ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia merugi (terhalang dari mendapat kebaikan dan pahala) di dalamnya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. al-Bukhari no. 6412)
Kebanyakan manusia itu celaka dengan dua nikmat ini, nikmat kesehatan
dan waktu luang. Karena kebanyakan manusia itu lalai ketika nikmat
tersebut Allah subhanahu wata’ala berikan kepada mereka.
Sehingga, apabila nikmat itu sudah dicabut oleh Allah subhanahu
wata’ala, barulah manusia sadar kalau dia itu pada dasarnya berada di
atas nikmat. Barulah dia sadar ketika kebaikan nikmat itu ada pada
dirinya, hendaknya dia perhatikan dengan baik.
Di antara wujud kesyukuran kita kepada Allah subhanahu wata’ala
adalah kita duduk menuntut ilmu, mempelajari ilmu agama.Karena hal ini
adalah suatu nikmat yang sangat besar, yang andaikan kita ingin hitung,
kita bandingkan dengan dunia dan segala isinya, tidak akan bisa
sebanding.
Di samping itu, mempelajari ilmu agama merupakan kunci segala
kebaikan. Apapun yang kita miliki dari dunia dan segala isinya, tatkala
kita jauh dari pemahaman terhadap ilmu agama kita, maka sesuatu itu
kadang membawa bahaya dan kesengsaraan bagi kita baik di dunia maupun di
akhirat kita.
Karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, dari
sahabat Mu’awiyyah bin Abi Sufyanradhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Siapa saja yang Allah inginkan padanya kebaikan, maka Allah akan pahamkan dia di dalam agamanya.”
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Siapa saja yang Allah inginkan padanya kebaikan, maka Allah akan pahamkan dia di dalam agamanya.”
Hadits yang mulia di atas diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dalam
beberapa tempat pada kitab Shahih-nya (no.71, 3116, 7312) dan al-Imam
Muslim dalam kitab Shahih-nya (no. 1038).
Maka, kunci segala kebaikan adalah Allah subhanahu wata’ala akan
pahamkan dia di dalam agamanya, bagi siapapun yang Allah subhanahu
wata’ala inginkan padanya kebaikan. Terlihat di sini bentuknya adalah
syarat.Adapun siapapun yang Allah subhanahu wata’ala inginkan padanya
kebaikan, mencakup siapapun dia. Dan kebaikan di sinipun berbentuk umum,
mencakup segala macam jenis kebaikan, apakah di dunianya, di
akhiratnya, ataupundi alam kuburnya.
Menurut para ulama, hadits ini juga memiliki pemahaman kebalikan.
Yaitu, siapa yang Allah subhanahu wata’alatidak inginkan padanya
kebaikan, maka Allah subhanahu wata’ala tidak akan berikan pada dia
pemahaman di dalam agamanya.
Karena itulah Allah subhanahu wata’ala berfirman di dalam al-Quran. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit…” (QS. al-An’am: 125)
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit…” (QS. al-An’am: 125)
Siapa saja yang Allah inginkan padanya hidayah, Allah subhanahu
wata’ala akan berikan padanya kelapangan di dadanya terhadap Islam.
Orang yang di luar Islam diberikan kelapangan untuk memeluk Islam. Dan
kita, yang sudah berada di dalam Islam, akan diberikan kelapangan untuk
mempelajari agama ini. Dan sebaliknya, siapa yang Allah subhanahu
wata’ala inginkan padanya kesesatan, Allah subhanahu wata’ala jadikan
dadanya sesak lagi sempit, seakan-akan dia itu mendaki ke atas langit.
Maka hendaknya kita memperhatikan diri-diri kita. Ketika ada majelis
ilmu, kita berusaha untuk mengenalnya. Karena, suatu ilmu yang kita
miliki dari ilmu agama, akan membawa kebaikan bagi diri kita, di manapun
kita berada. Karena, suatu ilmu yang kita ketahui, bisa menyelamatkan
kita di dunia dan di akhirat kita.
Seseorang yang duduk dalam suatu majelis ilmu, akan diberikan oleh
Allah subhanahu wata’ala berbagai keutamaan. Karena itu Rasulullah
bersabda, di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari
sahabat Abu Hurairah,
“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Dan tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu dari rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitabullah dan saling mengajarkannya di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, diliputi oleh rahmah, dikelilingi oleh para malaikat, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka kepada siapa saja yang ada di sisi-Nya. Barangsiapa yang berlambat-lambat dalam amalannya, niscaya tidak akan bisa dipercepat oleh nasabnya.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya)
“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Dan tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu dari rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitabullah dan saling mengajarkannya di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, diliputi oleh rahmah, dikelilingi oleh para malaikat, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka kepada siapa saja yang ada di sisi-Nya. Barangsiapa yang berlambat-lambat dalam amalannya, niscaya tidak akan bisa dipercepat oleh nasabnya.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya)
Maka kita perhatikan, mereka berkumpul untuk membaca Kitabullah dan
saling mempelajarinya. Maka dengan ini, ketenangan akan turun pada
mereka, mereka akan diliputi oleh rahmah dari Allah subhanahu wata’la.
Dan malaikat akan menaungi mereka, serta Allah subhanahu wata’ala akan
menyebut-nyebut merekadengan kebaikan. Keutamaan ini hanya sebagian dari
keutamaan-keutamaan orang-orang yang duduk mempelajari ilmu agamanya.
Karena itu, ilmu agama adalah sesuatu yang tidak dapat dibandingkan
dengan selainnya. Nikmat yang sangat besar. Karena itu kita lihat di
dalam al-Quran, di dalam surat Thoha, Allah subhanahu wata’ala berfirman
kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,
“… dan katakanlah (wahai Muhammad): “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu.” (QS. Thoha: 114)
“… dan katakanlah (wahai Muhammad): “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu.” (QS. Thoha: 114)
Dalam surat ini, Allah subhanahu wata’ala perintahkan pada Nabi kita,
untuk meminta tambahan ilmu, “rabbii zidnii ‘ilman, wahai Tuhanku,
tambahkanlah kepadaku ilmu”. Maka dari ayat ini, kata para ulama, andai
saja ada nikmat yang lebih besar daripada ilmu ini, pasti Allah
subhanahu wata’ala perintahkan kepada Nabi kita untuk memintanya. Tapi
ternyata Allah subhanahu wata’ala tidak perintahkan, Allah hanya
perintahkan kepada Nabi kita untuk meminta tambahan ilmu ini saja. Maka,
hal ini menunjukkan betapa besar dan agungnya ilmu agama.
Inilah yang harus kita tanamkan di dalam jiwa. Dan seorang hamba akan
diberikan kemudahan oleh Allah subhanahu wata’la jalannya menuju surga
dengan jalan menuntut ilmu agama. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa yang menempuh suatu jalan di dalam mencari ilmu agama, maka Allah akan mudahkan dengannya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa yang menempuh suatu jalan di dalam mencari ilmu agama, maka Allah akan mudahkan dengannya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Karena itu menurut para ulama, dari hadits ini, jalan yang paling
dekat dan paling mudah untuk mencapai ke surga adalah dengan jalan
menuntut ilmu agama. Karena dengan ilmu agamalah kita mengetahui jalan
kebaikan sehingga kita dapat menempuhnya. Dengannyalah kita mengetahui
jalan kejelekan sehingga kita menghindarinya. Dengan ilmu agamalah, kita
mengetahui jalan yang menghantarkan ke surga sehingga kita bisa
melaksanakan jalan tersebut.Dan dengannya pula, kita mengetahui jalan
yang menghantarkan ke neraka sehingga kita bisa menjauhi jalan tersebut.
Semoga Allah subhanahu wata’ala selalu memberkahi kita semua. Allahu a’lam bish showab.
(Disadur dari transkrip pembukaan kajian Riyadhush Shalihin, Ustadz
Abu Abdirrahman Musaddad, Masjid BTN PEMDA, Pasangkayu, 23 Desember
2010).
Sumber : http://pasangkayu.wordpress.com/
0 komentar:
Post a Comment