Pertanyaan
Saya ingin mengajukan pertanyaan seputar shalat yang selama ini menjadi pertanyaan di benak saya, yaitu:
Ketika imam duduk tahiyat akhir sebelum salam, apakah posisi duduk
seorang masbuk seperti posisi duduk tahiyat awal ataukah tetap mengikuti
posisi duduk imam?
Jawaban
Shalat, ditinjau dari jumlah rakaatnya, terbagi dua:
Pertama:
shalat dua rakaat, seperti shalat Shubuh,
rawatib, dan lain-lain. Cara duduk shalat seperti ini adalah duduk
iftirasy, yakni seperti duduk tasyahud awal dalam shalat yang lebih dari
dua rakaat, atau seperti duduk antara dua sujud: kaki kanan ditegakkan
dan pantat duduk di atas kaki kiri. Ada dua hadits yang menjelaskan hal
tersebut:
- Hadits Abdullah bin Zubair bahwa beliau berkata,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ افْتَرَشَ اليُسْرَى وَنَصَبَ
اليُمْنَى وَوَضَعَ إِبْهَامَهُ عَلَى الْوُسْطَى وَأَشَارَ
بِالسَّبَابَةِ وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى
وَأَلْقَمَ كَفَّهُ الْيُسْرَى رُكْبَتَهُ
“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila
duduk dalam dua rakaat, menghamparkan (kaki) kirinya dan menegakkan
(kaki) kanannya, meletakkan ibu jari (tangan kanan)nya di atas jari
tengah dan berisyarat dengan telunjuk (tangan kanan)nya, serta
meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha kirinya, sedang telapak
tangan kirinya menggenggam (lutut)nya.”[1]
- Hadits Wâ`il bin Hujr:
وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ أَضْجَعَ الْيُسْرَى
وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى
وَنَصَبَ أُصْبَعَهُ لِلدَّعَاءِ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى
فَخِذِهِ الْيُسْرَى
“Dan apabila duduk dalam dua rakaat, beliau membaringkan kaki kirinya
dan menegakkan kaki kanannya, meletakkan tangan kanannya di atas paha
kanannya, serta menegakkan jari (tangan kanan)nya untuk doa dan
meletakkan tangan kirinya di atas paha kirinya ….”[2]
Kedua:
shalat yang lebih dari dua rakaat, seperti
shalat Maghrib, Isya, Zhuhur, dan Ashar. Shalat seperti ini mempunyai
dua tasyahud: tasyahud awal dan tasyahud akhir. Oleh karena itu, seorang
makmum duduk secara iftirasy pada tasyahud awal, sedang, pada tasyahud
akhir, duduk secara tawarruk, yaitu menegakkan kaki kanan dan memasukkan
kaki kiri di bawah paha dan betis kanan, sedang pantat sebelah kiri
bersentuhan langsung dengan tempat duduk.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Humaid As-Sâ’idy bahwa beliau menceritakan sifat shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan sepuluh orang shahabat, dan mereka membenarkan hal itu. Abu Humaid berkata,
فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ
الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ
قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الأُ خْرَى وَقَعَدَ عَلَى
مَقْعَدَتِهِ
“Dan apabila duduk pada dua rakaat, beliau duduk di atas kaki kirinya
dan menegakkan (kaki) kanan. Sedang, apabila duduk pada rakaat
terakhir, beliau memajukan kaki kirinya dan menegakkan kaki yang lain,
serta beliau duduk di atas tempat duduknya.”[3]
Rincian di atas merupakan pendapat Imam Ahmad[4], juga merupakan pendapat Ats-Tsaury, Ishaq, dan Ashhab Ar-Ra’yi.
Oleh karena itu, kalau seorang makmum masbuk pada shalat dua rakaat,
duduknya tiada lain kecuali duduk iftirasy, demikian pula bila masbuk
pada shalat yang tiga atau empat rakaat. Hal tersebut karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mencontohkan duduk tawwaruk hanya pada raka’at terakhir saja. Sementara itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku mengerjakan shalat.”[5]
Saya pernah mendengar Syaikhunâ Al-‘Allâmah Al-Muhaddits dari negeri Yaman, Syaikh Muqbil bin Hâdy Al-Wâdi’iy rahimahullâh,
berkata, “Ada sebagian orang berpendapat bahwa, kalau seseorang masbuk
dua rakaat, kemudian mendapati imam duduk tasyahud terakhir, ia duduk
tawarruk seperti cara duduk imam dengan dalil hadits Abu Hurairah
riwayat Al-Bukhâry-Muslim,
إِنَّمَا جُعِلَ الإِْ مَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ
“Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti.”
Lalu, beliau berkata, “Tetapi, yang nampak bagi saya adalah bahwa si masbuk ini tetap duduk iftirasy.”
Juga guru kami, Syaikh ‘Ubaid Al-Jâbiry hafizhahullâh, dalam
salah satu jawaban beliau yang pernah kami dengarkan, menfatwakan bahwa
makmum hanya duduk iftirasy, walaupun imam berada pada rakaat terakhir.
Adapun hadits “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti,” ini
berlaku untuk mengikuti imam dalam hal yang zhahir. Hal zhahir yang
dimaksud di sini adalah bahwa, bila Sang Imam duduk, makmum juga harus
duduk bersama imam. Adapun cara duduk imam (iftirasy atau tawarruk)
tidaklah tercakup ke dalam lingkup hadits.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya. Wal ‘Ilmu ‘Indallah.
[1] Dikeluarkan oleh Ibnu Hibbân -sebagaimana dalam Al-Ihsân 5/370 no. 1943- dengan sanad yang hasan.
[2] Dikeluarkan oleh An-Nasâ`iy 2/586-587 no. 1158 dengan sanad yang shahih.
[3] Dikeluarkan oleh Al-Bukhâry no. 794.
[4] Sebagaimana dalam Masâ`il Ibnu Hâny hal. 79, Al-Mughny 21/218, dan Majmû’ 3/430.
[5] Hadits Mâlik bin Al-Huwairiz riwayat Al-Bukhâry no. 605.
Sumber : http://dzulqarnain.net/posisi-duduk-masbuk-tawarruk-atau-iftirasy.html
Sumber : http://dzulqarnain.net/posisi-duduk-masbuk-tawarruk-atau-iftirasy.html
0 komentar:
Post a Comment