Alhamdulilllah, segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam ini.
Dialah Yang Maha Mengetahui keadaan hamba-Nya. Dia pulalah Yang Maha
Mengetahui segala kebutuhan hamba-Nya. Dia juga mengetahui bahwa para
hamba-Nya lemah sangat butuh terhadap pertolongan. Oleh karena itu, Dia
memerintahkan para hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, sekaligus berjanji
akan mengabulkan doa dan permohonan mereka kepada-Nya apabila terpenuhi
syarat-syarat dan adab-adabnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
(yang artinya):
“Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri
dari menyembah-Ku (berdoa kepada-Ku) akan masuk neraka Jahannam dalam
keadaan hina dina.” (Al-Mu’min: 60)
Para pembaca rahimakumullah, dalam ayat diatas Allah Subhanahu wa
Ta’ala memerintahkan para hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, dan
berjanji akan mengabulkan doa hamba-Nya. Bahkan sebaliknya, Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengancam para hamba-Nya yang enggan untuk berdoa
kepada-Nya karena telah jatuh kepada sifat kesombongan.
Para pembaca, semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat, taufiq, dan
hidayah-Nya kepada kita semua. Para dasarnya, kita boleh berdoa kapan
dan dimana saja. Akan tetapi, di sana ada waktu-waktu tertentu yang
mempunyai nilai lebih untuk dikabulkannya doa. Oleh karena itu, pada
edisi kali ini, kami akan menjelaskan beberapa waktu-waktu mustajab
tersebut sebagai pelengkap dua edisi sebelumnya (5/II/VII/1430 dan
15/IV/VIII/1431) tentang adab dan syarat-syarat dalam berdoa.
Semoga
bermanfaat.
Di antara waktu-waktu tersebut adalah:
1. Malam (lailatul) Qadar
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, apa petunjukmu bila
aku mendapati malam (laitul) Qadar itu, apa yang harus aku ucapkan?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ucapkanlah (doa):
« اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي ».
« اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي ».
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, mencintai perbuatan
memberi maaf, maka maafkanlah aku.” (HR. At-Tirmidzi, Ahmad, dan
An-Nasa`i dalam Al-Kubra)
2. Di sepertiga malam yang akhir dan di waktu sahur
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan salah satu sifat para hamba-Nya yang beriman dalam firman-Nya (artinya):
“Dan pada waktu akhir malam (waktu sahur) mereka memohon ampun.” (Adz-Dzariyat: 18)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
« يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ » .
« يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ » .
“Rabb kita Yang Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia ketika
tersisa sepertiga malam yang akhir seraya berfirman: ‘Siapa yang berdoa
kepada-Ku niscaya Aku mengabulkan doanya. Siapa yang meminta kepada-Ku
niscaya Aku berikan apa yang dimintanya. Siapa yang minta ampun
kepada-Ku maka aku akan mengampuninya’.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)
3. Di akhir shalat fardhu
Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu berkata: “Pernah ada yang
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai
Rasulullah, doa apakah yang didengarkan (dikabulkan)?” Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
« جَوْفُ اللَّيْلِ الآخِرُ وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ »
« جَوْفُ اللَّيْلِ الآخِرُ وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ »
“Doa yang dipanjatkan di tengah malam yang akhir dan di akhir shalat wajib.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa`i dalam Al-Kubra)
Para ulama berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud dengan kata
((دُبُرَ)) dalam hadits diatas. Apakah maksudnya sebelum salam atau
setelah salam dari shalat?
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam kitabnya, Zadul Ma’ad, 1/378:
“(( وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ)) bisa jadi maksudnya
sebelum salam dan bisa jadi setelahnya. Adapun Syaikh kami (Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah) menguatkan pendapat yang menyatakan
sebelum salam.”
Sedangkan Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berpandangan di
akhir setiap shalat fardhu adalah sebelum salam, sehingga doa itu
dipanjatkan setelah selesai membaca tasyahhud akhir dan shalawat sebelum
mengucapkan salam sebagai penutup ibadah shalat. Beliau rahimahullah
berkata: “Riwayat yang menyebutkan adanya doa yang dibaca di ((دُبُر
الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَات)), berarti doa itu dibaca sebelum salam.
Sedangkan dzikir yang dinyatakan untuk dibaca di ((دُبُرَ الصَّلَوَاتِ
الْمَكْتُوبَاتِ)), maka maksudnya dzikir itu dibaca setelah selesainya
shalat.
Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya): “Apabila
kalian telah selesai dari mengerjakan shalat, berdzikirlah kalian kepada
Allah dalam keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring diatas
lambung-lambung kalian.” (An-Nisa`: 103)
4. Antara adzan dan iqamah
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« لاَ يُرَدُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ ».
« لاَ يُرَدُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ ».
“Tidak tertolak doa yang dipanjatkan antara adzan dan iqamah.” (HR. Abu Dawud)
5. Satu waktu di malam hari
Jabir radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« إِنَّ فِى اللَّيْلِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ ».
« إِنَّ فِى اللَّيْلِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ ».
“Sesungguhnya pada malam hari ada satu waktu yang tidaklah bersamaan
dengan itu seorang muslim meminta kepada Allah kebaikan dari perkara
dunia dan akhirat, melainkan Allah akan mengabulkan permintaan tersebut,
dan itu ada di setiap malam.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan hadits di atas
mengatakan: “Pada hadits tersebut terkandung adanya penetapan satu waktu
mustajab pada setiap malam, dan anjuran untuk berdoa di waktu-waktu
malam dengan harapan bertepatan dengan waktu mustajab tersebut.”
(Al-Minhaj, 3/95)
6. Ketika terbangun di waktu malam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang terbangun di waktu malam lalu mengucapkan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . الْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . الْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
Kemudian mengucapkan:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
Atau berdoa, maka dikabulkan (doanya). Dan jika berwudhu’ kemudian
melaksanakan shalat maka shalatnya diterima.” (HR. Al-Bukhari)
Sebagian ulama mengatakan: “Dalam keadaan seperti ini lebih
diharapkan terkabulkannya doa begitu juga diterimanya shalat
dibandingkan waktu/keadaan yang lainnya.” (Lihat Tuhfatul Ahwadzi,
8/311)
7. Ketika dikumandangkannya adzan dan dirapatkannya barisan, berhadapan dengan barisan musuh di medan tempur
Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Dua waktu/keadaan yang didalamnya dibukakan
pintu-pintu langit dan jarang sekali tertolak doa yang dipanjatkan
ketika itu, yaitu saat diserukan panggilan shalat (adzan) dan saat
berada dalam barisan di jalan Allah (ketika berhadapan dengan musuh di
medan perang, pent).” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqy dalam Al-Kubra)
8. Suatu waktu pada hari Jum’at
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyebut tentang hari Jum’at, beliau bersabda:
« إِنَّ فِى الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّى يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَقَالَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا يُزَهِّدُهَا».
« إِنَّ فِى الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّى يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَقَالَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا يُزَهِّدُهَا».
“Sesungguhnya di hari Jum’at itu ada suatu waktu yang tidaklah waktu
tersebut bertepatan dengan seorang muslim yang sedang melaksanakan
shalat, lalu meminta kepada Allah suatu kebaikan, kecuali pasti Allah
akan mengabulkannya.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengisyaratkan dengan tangannya untuk menunjukkan singkatnya waktu
tersebut. (Muttafaqun ‘alaihi)
Ulama berbeda pendapat tentang batasan waktunya. Ada yang mengatakan
waktunya adalah saat masuknya khatib ke masjid. Ada yang mengatakan
ketika matahari telah tergelincir, ada yang mengatakan setelah shalat
ashar, dan ada pula yang mengatakan waktunya dari terbit fajar sampai
terbit matahari. (Al-Minhaj, 6/379)
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Zadul Ma’ad (1/378),
berpendapat bahwa pendapat yang lebih tepat dalam permasalahan ini
adalah bahwa waktunya setelah shalat ashar, berdasarkan sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya pada hari Jum’at itu ada
suatu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim memohon suatu kebaikan
kepada Allah, kecuali pasti Allah akan mengabulkannya, dan waktunya
adalah setelah shalat ashar.” (HR. Ahmad)
9. Ketika sujud
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ ».
« أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ ».
“Paling dekatnya seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sedang
sujud maka perbanyaklah oleh kalian doa ketika sedang sujud.” (HR.
Muslim)
10. Doa pada hari Arafah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ ».
« خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ ».
“Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah.” (HR. At-Tirmidzi dan Al-Baihaqy)
Penutup
Para pembaca rahimakumullah, doa adalah termasuk ibadah. Oleh
karenanya, sudah semestinya kita mencukupkan dengan apa-apa yang telah
dicontohkan oleh junjungan dan suri tauladan kita, Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam pelaksanaannya. Suatu misal, jika
kita mau menggunakan pembukaan ketika hendak berdoa, maka bukalah doa
tersebut dengan pembukaan yang syar’i (yang dituntunkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam). Bukan dengan pembukaan-pembukaan yang
tidak syar’i (yang tidak ada tuntunannya), karena akibatnya fatal, doa
kita bisa tidak dikabukan. Disisi lain, kita bisa menuai dosa karena
telah mengadakan perkara yang baru dalam urusan agama.
Wallahu a’lam bishshowab.
Sumber : http://www.darussalaf.or.id/nasehat/waktu-waktu-mustajab-untuk-berdoa/
0 komentar:
Post a Comment