Monday, March 28, 2011

Tafsir Surah Al-`Ashr

الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسول الله، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله وبعد
Allah Ta`ala berfirman :
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian; kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran”. (QS. Al `Ashr : 1-3)
Allahu Subhaana wa Ta`ala bersumpah dengan masa, yaitu zaman secara keseluruhannya, dan Allah Ta`ala sangat berhak untuk bersumpah dengan apa yang dikehendaki-Nya dari makhluk-Nya. Adapun hamba-hamba tidak dibenarkan bagi mereka untuk bersumpah kecuali dengan nama Allah Ta`ala saja. Dan bersumpahnya Allah dengan masa adalah terhadap apa-apa yang terjadi pada masa dalam bentuk kejadian-kejadian dan perubahan-perubahan, dan sesungguhnya Dialah yang menyimpan amalan-amalan hamba-hamba, amalan yang baik dan yang jelek, dan Dia Subhaana wa Ta`ala bersumpah untuk menguatkan hamba-hamba-Nya, bahwa setiap manusia dalam  kesia-siaan dan kerugian walaupun harta dan anaknya banyak, dan besar kadar dan kemuliaannya, kecuali orang-orang yang mengumpulkan empat sifat ini pada dirinya :

Pertama : al-Iman, yaitu perkataan dengan lidah, pembenaran dengan hati dan amalan dengan anggota badan.

Kedua : Amalan sholih, Allah Jalla wa `Alaa berfirman :
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً
“Katakanlah : “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku : "Bahwa sesungguhnya Ilaah yang kalian ibadati adalah Ilaah yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amalan yang sholeh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabbbnya". (QS. Al Kahfiy : 110)
Amalan sholih yaitu setiap perkataan atau perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah Jalla wa `Alaa. Hendaklah orang yang mengerjakannya semata-mata ikhlash karena Allah `Azza wa Jalla dan mengikuti Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam. Dan kecenderungan amalan sholih masuk kepada iman dikarenakan dengan menaruh perhatian yang sungguh dengan beramal sholih. Hal ini sebagai bentuk penegasan bahwa pembenaran dengan hati tidak bermanfaat tanpa diiringi dengan amalan.

Ketiga : Nasehat-menasehati di atas kebenaran, yaitu memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran, sebagaimana Allah Ta`ala berfirman :
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali `Imran : 104)
Allah Ta`ala berfirman :
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْراً لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Ali `Imran : 110)
Dan hendaklah berdakwah kepada Allah dengan ilmu dan hikmah, sebagaimana Allah Tabaaraka wa Ta`ala berfirman :
قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللّهِ وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: "Inilah jalanku, saya dan orang-orang yang mengikutiku menyeru ke jalan Allah dengan `ilmu yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. Yusuf : 108)
Allah Ta`ala berfirman :
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. an Nahl : 125)
Tidak cukup bahwasanya seorang manusia hanya memperbaiki dirinya saja dan wajib baginya mengamalkan ishlah (perbaikan) terhadap orang lain dengan mengajarkan kepada orang yang bodoh dan mengingatkan orang yang lalai. Dan hal ini menunjukan tentang wajibnya menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran, dan bukan hal ini termasuk mencampuri urusan pribadi manusia sebagaimana yang didakwakan oleh sebahagian orang-orang dungu. Bahkan orang-orang yang memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran, mereka menginginkan kebajikan dan keselamatan bagi manusia, dan menyelamatkan mereka dari adzab Allah Ta`ala. Dan dengan sifat seperti ini, ditetapkanlah bagi ummat ini kebajikan sebagai bentuk keutamaan bagi mereka dari ummat-ummat lainnya. Allah Ta`ala berfirman :
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْراً لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Ali `Imran : 110)

Keempat : Wasiat-mewasiati di atas kesabaran.
Tatkala seorang yang berdakwah kepada Allah Ta`ala, dan menyeru kepada kebajikan dan melarang dari kemungkaran sudah merupakan satu kepastian dia akan mendapatkan gangguan dari manusia. Oleh karena itu Allah Jalla wa `Alaa memerintahkannya untuk sabar atas gangguan mereka, lalu dia bersabar atas apa-apa yang dia dapatkan dari gangguan itu. Demikianlah wasiat Luqman kepada anaknya, Allah Ta`ala berfirman :
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman : 17)
Allah Tabaaraka wa Ta`ala berfirman:
لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُواْ أَذًى كَثِيراً وَإِن تَصْبِرُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأُمُورِ
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu, dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan”. (QS. Ali `Imran : 186)
Berkata al Imam as Syaafi`ii rahimahullahu Ta`ala : “Kalau tidaklah Allah menurunkan satu hujjah atas makhluq-Nya, kecuali surah Al `Ashr ini sudah cukup menjadi hujjah bagi mereka”.[1]
Dan surah Al `Ashr ini bersamaan dengan singkatnya lafazh-lafazhnya, sungguh telah terkumpul di dalamnya sebab-sebab kebahagian seluruhnya. Maka cukuplah surah ini sebagai hujjah atas makhluq, dan sungguh surah ini telah mencakup faedah-faedah yang sangat banyak. Saya (penulis) akan sebutkan diantaranya :

Pertama : Allah bersumpah dengan sesuatu ini yang menunjukkan atas besarnya dan pentingnya sesuatu tersebut. Di dalam sumpah ini Jalla wa `Alaa mengingatkan makhluq kepada nilai waktu dan apa-apa yang sepantasnya atas mereka untuk menaruh perhatian dan bersemangat atasnya. Dan sungguh Allah Subhaana wa Ta`ala telah bersumpah dengan bahagian waktu di ayat-ayat lain. Allah berkata :
وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2
“Demi fajar; dan malam yang sepuluh”. (QS. Al Fajr : 1-2)
Berkata al Imam Ibnu Katsir rahimahullahu Ta`ala : "والليالي العشر", yang dimaksud dengannya ialah sepuluh Dzulhijjah. Sebagaimana telah dikatakan oleh Ibnu `Abbas, Ibnu az Zubeir, Mujaahid dan juga dikatakan bukan hanya satu orang saja dari kaum salaf dan khalaf. Sungguh telah terdapat dalam shohih al Bukhariy dari Ibnu `Abbas marfuu`an[2] :
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ" -يعني عشر ذي الحجة -َقَالُوا: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ : "وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رجلا خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثم لَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
“Tidak ada hari-hari dikerjakannya satu amalan sholih lebih dicintai oleh Allah padanya daripada hari-hari ini”- maksudnya : hari sepuluh Dzulhijjah - para sahabat bertanya : “Dan tidak pula jihad dijalan Allah?”. Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda : “Dan tidak pula jihad dijalan Allah, kecuali seorang lelaki keluar dengan dirinya sendiri dan hartanya, kemudian dia tidak kembali dari yang demikian sedikitpun”.[3]
Berkata al Imam Ibnu Katsir rahimahullah Ta`ala : “Yang shohih pandangan ulama ialah pandangan yang pertama (hari sepuluh Dzulhijjah) ”,- tentang makna" [وليال عشر".-[4
Dan Allah Jalla wa `Alaa berfirman :
وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى (1) وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى (2
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang); dan siang apabila terang benderang”. (QS. Al Lail : 1-2)
Dan Allah Ta`ala berfirman :
وَالضُّحَى (1) وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى (2
“Demi waktu matahari sepenggalahan naik;  dan demi malam apabila telah sunyi (gelap)”. (QS. Ad Dhuhaa : 1-2)
Dan masa itu adalah merupakan diantara nikmat-nikmat Allah Ta`ala yang paling utama atas hamba-hambaNya.
Dari `Abdullah bin `Abbas radhiallahu `anhuma bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda :
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Dua kenikmatan yang kebanyakan manusia merugi padanya yaitu nikmat kesehatan dan kesempatan”.[5]
Berkata as Syaikh Saliim al Hilaaliy hafizhohullahu Ta`ala : “Diantara fiqh hadist ini adalah :
  1. Seseorang yang mukallaf (dibebani tanggung jawab) merupakan pedagang. Kesehatan dan kesempatan merupakan modal pokok hartanya, maka barang siapa yang baik dalam menggunakan modal hartanya dia akan mendapatkan keberuntungan, dan barang siapa yang menyia-nyiakannya dia akan merugi dan akan menyesal, dia menjadi seseorang yang merugi.
  2. Seyogyanya seseorang untuk mengambil istifadah (faidah/pelajaran) dari kesehatan dan kesempatan, guna pendekatan diri kepada Allah Ta`ala, dan mengerjakan kebajikan sebelum luput, karena setelah kesempatan akan ada kesibukan dan setelah kesehatan akan datang sakit.
  3. Islam sangat bersemangat dalam menjaga waktu, karena waktu merupakan kehidupan itu sendiri, dan memelihara keselamatan badan, karena keselamatan akan menolong untuk menyempurnakan Din (Agama).
  4. Dunia merupakan tempat bercocok tanam untuk akhirat, maka sepantasnya mempersiapkan bekal dengan bertaqwa dan menggunakan nikmat Allah Subhaana wa Ta`ala dalam ketaatan kepadaNya.
  5. Mensyukuri nikmat Allah Jalla wa `Alaa ialah dengan menggunakan nikmat tersebut dalam ketaatan kepadaNya Tabaaraka wa Ta`ala.[6]
Allah Tabaaraka wa Ta`ala berfirman :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan : "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim :7)
Berkata as Syaikh `Abdurrahman as Sa`diy rahimahullahu Ta`ala :
((ولئن كفرتم إن عذاب لشديد)), “dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” maknanya adalah bahwa diantaranya Allah Ta`ala akan menghilangkan nikmat yang telah Allah Ta`ala beri kepada mereka. Dan bentuk bersyukur atas nikmatNya ialah dengan mengakui dengan hati tentang nikmatNya, memuji Allah Jalla wa `Alaa atas nikmat tersebut, dan membelanjakannya pada jalan-jalan yang diridhoi Allah Ta`ala, sedangkan kufur nikmat adalah sebaliknya”.[7]

Kedua : Sumpah dari Allah Ta`ala menunjukkan atas agungnya yang Allah Jalla wa `Alaa bersumpah atasnya hal tersebut yaitu empat sifat yang disebutkan dalam ayat ini, dimana tidak akan didapatkan kemenangan kecuali dengan empat sifat ini.

Ketiga : Keutamaan iman dan kedudukannya yang agung, seakan-akan hal ini menjadi hal yang dimulai dengannya dan dijadikan sebagai kewajiban yang pertama atas makhluk.
Dari Abu Hurairah radhiallahu `anhu bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda :
لا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
“Tidak akan masuk kalian ke dalam surga sampai kalian beriman, dan tidak akan beriman kalian sampai kalian saling cinta-mencintai, apakah mau kalian saya tunjukkan akan sesuatu apabila kalian kerjakan kalian akan saling cinta-mencintai ? Sebarkanlah salam sesama kalian”.[8]

Keempat : Bahwa keimanan dengan hati saja tidak cukup, bahkan wajib diiringi dengan amalan sholih. Hal ini merupakan bantahan terhadap orang yang mengatakan : “Sesungguhnya iman dalam hati!”, sementara dia dengan demikian meninggalkan hal-hal yang wajib dan melakukan hal yang diharamkan, dia melampaui batas terhadap batasan-batasan Allah Ta`ala.

Kelima : Sesungguhnya amalan tidak akan diterima kecuali amalan itu sholih (baik), dan tidak akan baik amalan tersebut sampai orang yang beramal itu ikhlas padanya, serta sesuai dengan tuntunan Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam.

Keenam : Bahwa nasehat-menasehati hendaklah dengan kebenaran tidak dengan yang lainnya. Sedangkan kebenaran disini ialah beriman dengan Allah Ta`ala dan amalan sholih serta menjauhi apapun yang menyelisihinya.

Ketujuh : Telah menunjukkan pengecualian disini bahwasanya orang yang bersifat seperti ini sangat sedikit sekali, sungguh Allah Ta`ala berfirman :
يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِن مَّحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَّاسِيَاتٍ اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْراً وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur”. (QS. Sabaa` : 13)
Dan Allah Ta`ala berfirman :
قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَى نِعَاجِهِ وَإِنَّ كَثِيراً مِّنْ الْخُلَطَاء لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَّا هُمْ وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعاً وَأَنَابَ
“Daud berkata: "Sesungguhnya dia telah berbuat zhalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya, dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zhalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, dan amat sedikitlah mereka ini". Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya, maka ia meminta ampun kepada Rabbnya lalu tersungkur sujud dan bertaubat”. (QS. Shod : 24)

Kedelapan : Keutamaan bersabar.
Seakan-akan Allah Ta`ala telah menjadikannya sebagai salah satu sifat yang tidak akan dicapai  satu keberhasilan kecuali dengannya. Dan pada ayat ini ada motivasi untuk berdakwah kepada Allah Ta`ala, bagaimanapun seorang da’i mendapatkan kesusahan dan gangguan. Dari Ibnu `Umar radhiallahu `anhuma bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda :
الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ
“Seorang mukmin yang berbaur dengan manusia, dan sabar terhadap gangguan mereka, lebih besar ganjarannya daripada seorang mukmin yang tidak berbaur dengan manusia, dan dia tidak sabar terhadap gangguan mereka”.[9]
والحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.

Diterjemahkan oleh al Faqiir Ila `Afwi Rabbihi al Ustad Abul Mundzir/Dzul Akmal Lc  ar Riyawwiy al Madaniy as Salafiy, dari kitab : “Ad Durarul Muntaqoot minal Kalimaatil Mulqoot Duruusun Yaumiyah”, dan beberapa tambahan dari penterjemah. Halaman 241-244, oleh as Syaikh Amin bin `Abdullah as Syaqaawiy.
Rimbo Panjang, kompleks Ma`had Ta`zhim as Sunnah as Salafiyah, Km 19 ½ Jalan Raya Pekanbaru Bangkinang, malam Selasa 17 Shofar 1431H/2 Februari 2010M.


[1] “Tafsiir Ibnu Katsir (14/451), dan berkata al Imam as Syaafi`ii rahimahullahu Ta`ala : “Kalau seandainya manusia mentadabbur surah ini (al `Ashr) akan mencukupi mereka”.
[2] Hadist Marfu` adalah hadist yang disandarkan kepada Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifat (lahiriyah maupun bathiniyah).
[3] “HR.At-Tirmidzi no. 757 dan selainnya, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi
[4] “Tafsir Ibnu Katsir (14/337).
[5] “Shohih al Bukhariy (6412).
[6] “Bahjatun Naazhiriin Syarhu Riyaadhus Shoolihin”, (1/180-181), oleh as Syaikh Saliim al Hilaaliy.
[7] “Taisiirul Kariimir Rahman fi Tafsiir Kalaamil Mannaan”, halaman 479, oleh as Syaikh `Abdurrahman as Sa`diy.
[8] “Shohih Muslim (54)”.
[9] “Sunan Ibnu Maajah (4032)”.

Sumber : Buletin Ta'zhim As-Sunnah Edisi 12/IV/19 Rabi'ul Awwal 1431 H

0 komentar:

Post a Comment

 

by blogonol