3. Termasuk diantara
yang akan membantu seorang muslim agar dia senantiasa kokoh di atas agamanya
dan berpegang teguh dengannya di tengah-tengah banyaknya fitnah yang terjadi,
setelah ikhlas dalam beribadah kepada Allah dan setelah mutaba’ah / mengikuti
sunnah Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah bersungguh-sungguh dan
memiliki cita-cita yang tinggi dalam menuntut ilmu syar’I, ilmu yang bermanfaat
dan berusaha untuk mendapatkannya.
Telah
ditanya Al-Imam Al-Bukhari -Rahimahullahu ta’ala- ketika ada yang berkata atau
yang bertanya kepada beliau :
يا امام,
هل من دواء فيطلب فيكون فى حفظ العلم ؟ فقال : لم أجد مثل مدا ومة النظر وهمة طالب
العلم
“wahai imam, apakah ada resep yang dengannya
seseorang mampu untuk memelihara ilmu.? Lalu Al-Imamul Bukhari
-Rahimahullah- menjawab, saya tidak
mendapatkan satu resep untuk memelihara ilmu kecuali dengan cara terus melihat
kepada kitab-kitab ilmu dan terus-menerus menela’ah kitab-kitab ilmu tersebut
dan semangat dalam menuntut ilmu”.
Dengan
semangat dalam menuntut ilmu, maka engkau akan bisa membedakan antara sebuah
keluarga yang memiliki semangat yang tinggi untuk mendapatkan ilmu syar’i.
Ketika
seorang ayah, demikian pula seorang ibu dan demikian pula anak-anak yang lainnya
mereka semua menyibukkan dirinya untuk menuntut ilmu, mempelajari ilmu syar’I
ini sementara keluarga yang lainnya semangatnya lemah, ayahnya sibuk sementara
ibunya bermalas-malasan dalam menuntut ilmu ditambah lagi anak-anaknya yang
lalai yang tidak punya tugas dalam menuntut ilmu maka engkau akan mendapatkan
perbedaan yang sangat jauh diantara keluarga tersebut.
Oleh
karena itu dikatakan :
من جد
وجد ومن زرع حصد
“Barangsiapa yang bersungguh-sungguh maka
dia akan meraih apa yang diinginkannya, dan barangsiapa yang bercocok tanam
maka dia akan memetik pula hasilnya”.
Adapun
seseorang yang dia menelantarkan hari-harinya yang berlalu dengan berbagai
kesibukan-kesibukan yang lainnya dan melalaikan dirinya dari menuntut ilmu,
maka orang yang seperti ini tidak akan menghasilkan ilmu yang banyak, namun
sebuah keluarga yang apabila tinggi semangat mereka dalam menuntut ilmu,
seorang ayah semangat dalam menuntut ilmu maka dia senantiasa akan mendengarkan
ilmu dan menulisnya lalu kemudian dia menghafal ilmu tersebut dan dia berusaha
untuk mengajarkan anak-anaknya ilmu yang telah diketahuinya, demikian pula
seorang ibu, dia berusaha untuk menghafal, mendengarkan ilmu dan menulisnya
lalu kemudian berusaha untuk mengumpulkan anak-anaknya dan mengulang-ulangi
ilmu tersebut bersama mereka dan terus mengontrol mereka maka ini adalah
merupakan semangat yang tinggi yang akan memiliki atau akan memberikan pengaruh
yang besar dalam kehidupan mereka di masa yang akan datang.
Seorang
ayah, apabila dia bersabar dengan itu (yakni semangat dalam menuntut ilmu), dia
menghafalkan Al-Qur’anul karim maka Allah -Subhanahu wata’ala- member manfaat
dengannya, demikian pula seorang ibu dan anak-anaknya, mereka akan menjadi
penyejuk hati dalam sebuah keluarga sehingga dengannya Allah -Subhanahu
wata’ala- memberikan manfaat kepada diri-diri mereka demikian pula kepada
masyarakatnya, namun keluarga yang lain yang bermalas-malasan, mereka
menelantarkan waktu-waktu yang ada yang mana mereka dalam keadaan tidak
menghasilkan sedikit pun sesuatu yang dapat memberi manfaat dalam kehidupan
dunia terlebih dalam kehidupan akhirat mereka.
Maka
oleh karena itu, termasuk yang akan menolong seorang muslim untuk kokoh di atas
agamanya dan berpegang teguh dengan agamanya adalah semangat dalam menuntut
ilmu.
Apabila
engkau memperhatikan siroh dari para ulama ……….. (kurang jelas) engkau akan
mendapati bahwa mereka tidaklah menkdapatkan ilmu dengan cara bersantai ria,
dengan cara mengistirahatkan tubuhnya, bahkan mereka mengatakan :
ان العلم لاينال برا حة الجسد
“Sesungguhnya
ilmu itu tidak akan diraih dengan bersantai ria, ilmu itu tidak akan bisa
diraih dengan jasad yang tidak bersungguh-sungguh”.
Mereka
para ulama bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dan menghasilkan ilmu, bahkan
mereka tidak tidur di malam hari, mereka begadang di malam hari dan mereka
berusaha untuk menghasilkan ilmu di siang harinya sehingga terkumpullah pada diri-diri
mereka ilmu yang banyak, namun bukan berarti, ketika kita menganjurkan untuk
menuntut ilmu dan memiliki semangat yang kuat dalam menuntut ilmu hal ini menunjukkan
bahwa kita meninggalkan untuk mencari ma’isyah (Nafkah), untuk mencari
pencaharian, untuk memenuhi kebutuhan keluarga kita, tidak demikian.!!
Sebab
para shahabat -Radhiyallahu ta’ala ‘anhum- mereka adalah orang-orang yang
memiliki keluarga akan tetapi yang demikian tidaklah mencegah dan menghalangi
mereka dari menuntut ilmu.
Tentu
kalian telah mengetahui kisah Umar Ibnul Khattab -Radhiyallahu ‘anhu- bersama
dengan seorang anshar, ketika mereka bergantian dalam menuntut ilmu, dalam satu
hari umar ibnul khattab ingin menuntut ilmu kemudian orang anshar inilah yang
bertugas untuk mencari ma’isyah ataukah memelihara kambing-kambing lalu
kemudian di hari yang berikutnya mereka bergantian, umar yang bekerja dan
anshar inilah yang menuntut ilmu di sisi Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-,
sehingga Al-Imamul Bukhari -Rahimahullah- beliau menyebutkan dalam kitab
shahihnya (باب التنوه
فى العلم) “Bab : Bergantian Dalam Menuntut
Ilmu”, lalu kemudian beliau menyebutkan kisah Umar Ibnul Khattab –Radhiyallahu
‘anhu- ini.
Mereka
(para ulama) juga bekerja, mereka juga mencari mata pencaharian, namun tidaklah
mencegah mereka dari menuntut ilmu.
Diantara
mereka ada yang bekerja untuk membuat kapas, diantara mereka ada yang bekerja
untuk membuat sendal, diantara mereka ada yang pekerjaannya menjual kain,
bahkan diantara mereka ada yang pekerjaannya menjual rempah-rempah seperti
Al-Imam Al-Bazzar -Rahimahullah- seorang imam yang masyhur (terkenal),
pekerjaan beliau menjual rempah-rempah kebutuhan sehari-hari yang dibutuhkan
oleh manusia, maka mereka juga mencari ma’isyah namun mereka juga
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’I, bahkan Abdullah Ibnul Mubarak
-Rahimahulla- yang disebutkan dalam biografinya bahwa tidak ada perbedaan
antara Abdullah ibnul Mubarak dengan shahabat Nabi kecuali yang membedakan itu
adalah zamannya dimana Ibnul Mubarak tidak satu zaman dengan para Shahabat Nabi
–Radhiyallahu ta’ala ‘anhum- karena beliau bukan bagian dari para shahabat,
akan tetapi beliau dikenal sebagai seorang yang senantiasa berbuat kebaikan dan
mengamalkan amalan-amalan yang shaleh.
Ibnul
Mubarak –Rahimahullahu ta’ala- beliau
dalam setahun menunaikan ibadah haji dan tahun yang berikutnya beliau berjihad,
dan begitu seterusnya, dan diantara haji dan jihad beliau adalah menuntut ilmu
dan beliau juga berdagang untuk memenuhi kebutuhan diri beliau dan bahkan
memenuhi kebutuhan yang lainnya, bahkan beliau seringkali bersedekah yang
diberikan kepada sekian banyak para ulama, jadi bukan hanya memenuhi kebutuhan
hidup beliau saja akan tetapi juga beliau berusaha untuk membantu para ulama
yang lain dalam menghasilkan ilmu yang bermanfaat.
Kita
melihat kesibukan Ibnul Mubarak, beliau berdagang dan mencari nafkah namun hal
itu tidaklah menghalangi beliau untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu
sehingga beliaupun menjadi seorang Imam yang tidak tersamarkan oleh kita
keimaman / kepemimpinan yang dimiliki oleh Abdullah Ibnul Mubarak
–Rahimahullalhu Ta’ala-.
Seorang
muslim harus memiliki cita-cita yang besar, cita-cita yang tinggi dan semangat
yang tinggi, keadaannya seperti rumah lebah, dimana rumah lebah tersebut yang
selalu terjadi gerakan, yang selalu terjadi kesibukan padanya, maka demikian
pula sepantasnyalah rumah-rumah kita disibukkan dengan berbagai macam
kesibukan, (seperti dengan) mengulang-ulangi ilmu yang telah kita pelajari lalu
kemudian berusaha untuk mentranskrip pelajaran-pelajaran yang telah kita
dengarkan atau mendengarkan kaset-kaset dan yang semisalnya, yang dengan nya
–dengan izin Allah -Subhanahu wata’ala- kita akan melihat hasilnya di masa yang
akan datang.
Setiap
para ulama yang kita ketahui, mereka dari kalangan para ulama yang kita tidak
akan mendapati seorangpun dari mereka bermalas-malasan dalam menuntut ilmu,
namun yang ada dari perjalanan mereka, dari biografi mereka, bahwa mereka
adalah orang yang dikenal sebagai orang yang bersungguh-sungguh dalam
mendapatkan ilmu syar’i.
Saudara-saudaraku
yang aku cintai, nasehat-nasehat itu sangat banyak namun kami menutup majelis
ini dengan menyampaikan nasehat yang lain yang akan membantu seorang muslim
agar dia kokoh di atas agama Allah -Subhanahu wata’ala- dan senantiasa berpegang
teguh dengannya dalam menghadapi berbagai fitnah di zamannya.
(Bersambung InsyaAllah)...
0 komentar:
Post a Comment