Oleh : Ustadz Kharisman
PENDAHULUAN
Tulisan berikut ini menunjukkan beberapa
contoh pendapat al-Imam anNawawy yang berbeda dengan pendapat Al-Imam
asy-Syafi’i. Semoga Allah merahmati mereka berdua. Padahal, telah
dimaklumi bahwa Al-Imam An-Nawawy adalah salah seorang Ulama
Syafi’iyyah.
Hal tersebut menunjukkan bahwa metode
bermadzhab yang diterapkan oleh para Ulama’ bukanlah fanatik buta dan
taklid sepenuhnya terhadap madzhab yang diikutinya. Tidak sedikit di
antara mereka mengikuti pendapat yang menurutnya lebih dekat pada
kebenaran, lebih sesuai dengan dalil yang shahih, meski bertentangan
dengan pendapat Imam Madzhab yang diikutinya.
Beberapa pendapat Al-Imam An-Nawawy yang
berbeda dengan Al-Imam Asy-Syafi’i dalam masalah Fiqh, bahkan beliau
menyatakan bahwa pendapat al-Imam asySyafi’i lemah dalam masalah
tersebut adalah sebagai berikut :
ولو
نسي التكبيرات حتى افتتح القراءة ، لم يرجع إلى التكبيرات على القول
الصحيح ، وللشافعي قول ضعيف : أنه يرجع إليها ( الأذكار :1-173)
Kalau seandainya lupa takbir
(tambahan dalam Sholat Ied) sehingga memulai bacaan (Al-Fatihah), tidak
perlu kembali takbir berdasarkan pendapat yang shahih. Asy-Syafi’i
memiliki pendapat yang lemah yaitu kembali pada takbir (al-Adzkaar
:1/173)
تكره
الخصومة في المسجد ورفع الصوت فيه ونشد الضالة وكذا البيع والشراء
والاجارة ونحوها من العقود هذا هو الصحيح المشهور وللشافعي قول ضعيف أنه لا
يكره البيع والشراء (المجموع شرح المهذب 2-175)
Dibenci (makruh) bermusuhan/
berdebat di masjid, mengeraskan suara, mencari barang hilang, demikian
juga jual beli, sewa-menyewa dan akad-akad semisalnya. Ini adalah
pendapat yang benar dan masyhur. Sedangkan Asy-Syafi’i dalam masalah ini
memiliki pendapat yang lemah yaitu tidak makruh jual beli (di
masjid)(al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab (2/175)).
أن
أفعال يوم النحر أربعة رمى جمرة العقبة ثم الذبح ثم الحلق ثم طواف الافاضة
وأن السنة ترتيبها هكذا فلو خالف وقدم بعضها على بعض جاز ولا فدية عليه
لهذه الأحاديث وبهذا قال جماعة من السلف وهو مذهبنا وللشافعي قول ضعيف أنه
اذا قدم الحلق على الرمى والطواف لزمه الدم بناء على قوله الضعيف أن الحلق
ليس بنسك ( شرح النووي على مسلم 9-55)
Sesungguhnya amalan-amalan pada hari anNahr (penyembelihan)(bagi Jamaah Haji) ada 4 yaitu melempar Jumratul Aqobah kemudian menyembelih kemudian bercukur kemudian Thawaf Ifadhah, dan bahwasannya Sunnahnya adalah dilakukan berurutan demikian. Kalau
seandainya tidak berurutan sehingga sebagian didahulukan dari yang
semestinya, boleh dan tidak ada fidyah baginya berdasarkan hadits-hadits
ini. Ini adalah pendapat sekelompok Ulama’ Salaf dan ini adalah madzhab
kami. Sedangkan Asy-Syafi’i memiliki pendapat yang lemah yaitu jika
mendahulukan bercukur dari melempar jumrah dan thawaf, maka harus
membayar dam. Hal ini didasarkan pendapatnya yang lemah, yaitu bahwa
bercukur bukanlah bagian dari manasik (Syarh anNawawy terhadap Shahih
Muslim (9/55))
4.Masuk Makkah Tidak Perlu Ihram bagi yang Tidak Berniat Haji atau Umrah
وأما
من لا يريد حجا ولاعمرة فلا يلزمه الاحرام لدخول مكة على الصحيح من مذهبنا
سواء دخل لحاجة تتكرر كحطاب وحشاش وصياد ونحوهم أولا تتكرر كتجارة وزيارة
ونحوهما وللشافعي قول ضعيف أنه يجب الاحرام بحج أو عمرة ان دخل مكة أو
غيرها من الحرم لما يتكرر بشرط سبق بيانه في أول كتاب الحج
( شرح النووي على صحيح مسلم 8-82)
Sedangkan orang yang tidak berniat
haji atau umrah maka tidak harus ihram ketika masuk Makkah berdasarkan
pendapat yang Shahih dari Madzhab kami. Sama saja apakah masuk
untuk keperluan yang berulang seperti mengambil kayu bakar, penjual
rumput, pemburu, dan semisalnya, atau tidak untuk keperluan yang
berulang seperti berdagang, ziyarah, dan semisalnya. Asy-Syafi’i
memiliki pendapat yang lemah yaitu bahwasanya wajib ihram untuk berhaji
atau umrah jika masuk ke Makkah atau wilayah Haram lain untuk keperluan
yang berulang dengan syarat yang telah disebutkan di awal kitab alHajj
(Syarh Shahih Muslim lin Nawawy (8/82))
…فيه
فوائد منها أن السنة للدافع من عرفات أن يؤخر المغرب إلى وقت العشاء ويكون
هذا التأخير بنية الجمع ثم يجمع بينهما في المزدلفة في وقت العشاء وهذا
مجمع عليه لكن مذهب أبي حنيفة وطائفة أنه يجمع بسبب النسك ويجوز لأهل مكة
والمزدلفة ومنى وغيرهم والصحيح عند أصحابنا أنه جمع بسبب السفر فلا يجوز
إلا لمسافر سفرا يبلغ به مسافة القصر وهو مرحلتان قاصدتان وللشافعي قول
ضعيف أنه يجوز الجمع في كل سفر وان كان قصيرا (شرح النووي على مسلم
8-187)
… di dalamnya terdapat
faidah-faidah, di antaranya : Bahwasanya disunnahkan bagi orang-orang
yang bertolak menuju Arafah mengakhirkan (sholat maghrib) ke waktu Isya’
dan pengakhiran ini diniatkan jamak. Kemudian menjamak kedua sholat di
Muzdalifah. Ini telah (hampir) disepakati (oleh para Ulama’), akan
tetapi Madzhab Abu Hanifah dan sebagian kelompok menyatakan: bahwa
mereka (jamaah haji) menjamak karena sebab Manasik, dan boleh bagi
penduduk Makkah, Muzdalifah, dan Mina, maupun selainnya (untuk menjamak
sholat demikian). Pendapat yang benar menurut Sahabat-sahabat kami
adalah bahwa jamak tersebut dilakukan karena safar, maka tidak boleh
dilakukan kecuali oleh musafir yang telah melakukan safar menempuh jarak
bolehnya qoshor, yaitu dua marhalah pertengahan. Sedangkan Asy-Syafi’i
berpendapat dengan pendapat yang lemah bahwasanya boleh menjamak pada
semua keadaan safar meski jarak dekat (Syarh Shahih Muslim lin Nawawy
(8/187))
Sumber : http://www.salafy.or.id
0 komentar:
Post a Comment