Hukum Televisi
Tanya:
Apa hukum televisi.?
Apa hukum televisi.?
Jawab:
Tidak diragukan, bahwa keberadaan televisi dewasa ini hukumnya haram. Meskipun sebenarnya televisi, demikian juga radio, alat perekam, atau alat semacamnya merupakan bagian-bagian dari nikmat Allah Suhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 34: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghitungnya.”
Tidak diragukan, bahwa keberadaan televisi dewasa ini hukumnya haram. Meskipun sebenarnya televisi, demikian juga radio, alat perekam, atau alat semacamnya merupakan bagian-bagian dari nikmat Allah Suhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 34: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghitungnya.”
Sebagaimana kita ketahui, pendengaran, penglihatan ataupun lidah
adalah karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai nikmat untuk
hamba-hamba-Nya. Akan tetapi, kebanyakan nikmat ini menjadi adzab atas
orang yang memilikinya. Sebab mereka tidak menggunakannya di jalan yang
dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara itu, televisi, radio, alat
perekam dan sejenisnya dikatakan sebagai nikmat, kapan hal itu terjadi ?
Jawabnya, pada saat mempunyai nilai manfaat untuk umat.
Televisi dewasa ini, 99% banyak menayangkan nilai-nilai atau
faham-faham kefasikan, perbuatan dosa, nyanyian haram, ataupun perbuatan
yang mengumbar hawa nafsu, dan lain-lain sejenisnya. Hanya 1 % tayangan
televisi yang dapat diambil manfaatnya. Jadi kesimpulan hukum televisi
itu dilihat dari penayangan yang dominan.
Jika telah terdapat Daulah Islamiyah, dan dapat menerapkan kurikulum
ilmiah yang berfaedah bagi umat, maka berkaitan dengan televisi untuk
saat itu; saya tidak hanya mengatakan boleh (jaiz) tetapi wajib
hukumnya.
(Dinukil dari al Ashalah 10/15 Syawal 1414 H hal. 40, Edisi Indonesia
“25 fatwa”, Fadhilatus Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
rahimahullah terbitan Semarang, 1995)
Tanya :
Wanita Muslimah zaman sekarang banyak menghabiskan bulan
Ramadhan dengan begadang di depan televisi atau video atau siaran dari
parabola atau berjalan di pasar-pasar dan tidur, apa saran Anda kepada
wanita Muslimah ini ?
Jawab :
Yang disyari’atkan bagi kaum Musimin baik pria mupun wanita adalah menghormati bulan Ramadhan, dengan menyibukkan dirinya pada perbuatan-perbuatan ketaatan serta menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat dan pekerjaan buruk lainnya di setiap waktu, lebih-lebih lagi di bulan Ramadhan karena kemuliaan Ramadhan. Begadang untuk menonton film atau sinetron yang ditayangkan televisi atau video atau lewat parabola atau mendengarkan musik dan lagu (saat ini media berkembang, VCD, DVD, IPod, MP3 player, via HP, red), semua perbuatan itu adalah haram dan merupakan perbuatan maksiat, baik di bulan Ramadhan ataupun bukan. Dan jika perbuatan itu dilakukan di bulan Ramadhan maka dosanya akan lebih besar.
Yang disyari’atkan bagi kaum Musimin baik pria mupun wanita adalah menghormati bulan Ramadhan, dengan menyibukkan dirinya pada perbuatan-perbuatan ketaatan serta menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat dan pekerjaan buruk lainnya di setiap waktu, lebih-lebih lagi di bulan Ramadhan karena kemuliaan Ramadhan. Begadang untuk menonton film atau sinetron yang ditayangkan televisi atau video atau lewat parabola atau mendengarkan musik dan lagu (saat ini media berkembang, VCD, DVD, IPod, MP3 player, via HP, red), semua perbuatan itu adalah haram dan merupakan perbuatan maksiat, baik di bulan Ramadhan ataupun bukan. Dan jika perbuatan itu dilakukan di bulan Ramadhan maka dosanya akan lebih besar.
Kemudian jika begadang yang diharamkan ini ditambah lagi dengan
melalaikan kewajiban dan meninggalkan shalat karena tidur di siang hari,
maka ini adalah perbuatan maksiat lainnya. Begitulah watak perbuatan
maksiat, saling dukung mendukung, jika suatu perbuatan maksiat dilakukan
maka akan menimbulkan perbuatan maksiat lainnya, begitu seterusnya.
Haram hukumnya wanita pergi ke pasar-pasar kecuali untuk keperluan
yang mendesak. Keluarnya wanita harus sebatas keperluan dengan syarat ia
harus menutup aurat serta menjauhkan diri dari bercampur dengan kaum
pria atau berbicara dengan mereka kecuali sebatas keperluan hingga tidak
menimbulkan fitnah. Dan hendaknya ia jangan terlalu lama keluar rumah
hingga melalaikan shalatnya karena keburu tidur ketika sampai di rumah,
atau menyia-nyiakan hak-hak suami dan anak-anaknya. [Majmu 'Fatawa wa
Maqalat Mutanawwi'ah, Syaikh Ibnu Baaz]
Tanya :
Bagaimana hukumnya sandiwara (sinetron, film, red) ?
Jawab :
Sandiwara, saya katakan tidak boleh karena:
Pertama: Di dalamnya melalaikan orang yang hadir, mereka memperhatikan gerakan-gerakan pemain sandiwara dan mereka senang(tertawa). Di dalamnya mengandung unsur menyia-nyiakan waktu. Orang Islam akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap waktunya. Dia dituntut untuk memelihara dan mengambil faedah dari waktunya, untuk mengamalkan apa-apa yang diridhai oleh Allah Ta’ala, sehingga manfaatnya kembali kepadanya baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana hadits Abu Barzah Al-Aslamy, dia berkata,’Telah bersabda Rasulullah, “Tidak bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ditanya tentang umurnya, untuk apa dia habiskan. tentang hartanya darimana dia dapatkan, dan untuk apa dia infakkan. tentang badannya untuk apa dia kerahkan. ” [Dikeluarkan Imam At Tirmidzi (2417) dan dia menshahihkannya]
Pertama: Di dalamnya melalaikan orang yang hadir, mereka memperhatikan gerakan-gerakan pemain sandiwara dan mereka senang(tertawa). Di dalamnya mengandung unsur menyia-nyiakan waktu. Orang Islam akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap waktunya. Dia dituntut untuk memelihara dan mengambil faedah dari waktunya, untuk mengamalkan apa-apa yang diridhai oleh Allah Ta’ala, sehingga manfaatnya kembali kepadanya baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana hadits Abu Barzah Al-Aslamy, dia berkata,’Telah bersabda Rasulullah, “Tidak bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ditanya tentang umurnya, untuk apa dia habiskan. tentang hartanya darimana dia dapatkan, dan untuk apa dia infakkan. tentang badannya untuk apa dia kerahkan. ” [Dikeluarkan Imam At Tirmidzi (2417) dan dia menshahihkannya]
Umumnya sandiwara itu dusta. Bisa jadi memberi pengaruh bagi orang
yang hadir dan menyaksikan atau memikat perhatian mereka atau bahkan
membuat mereka tertawa. Itu bagian dari cerita-cerita khayalan. Sungguh
telah ada ancaman dari Rasulullah bagi orang yang berdusta untuk
menertawakan manusia dengan ancaman yang keras. Yakni dari Muawiyah bin
Haidah bahwasanya Rasulullah bersabda :
“Celaka bagi orang-orang yang berbicara(mengabarkan) sedangkan dia dusta (dalam pembicaraannya) supaya suatu kaum tertawa maka celakalah bagi dia, celakalah bagi dia.”[Hadits hasan dikeluarkan oleh Hakim(I/46), Ahmad(V/35) dan At-Tirmidzi(2315).]
“Celaka bagi orang-orang yang berbicara(mengabarkan) sedangkan dia dusta (dalam pembicaraannya) supaya suatu kaum tertawa maka celakalah bagi dia, celakalah bagi dia.”[Hadits hasan dikeluarkan oleh Hakim(I/46), Ahmad(V/35) dan At-Tirmidzi(2315).]
Mengiringi hadits ini Syaikh Islam berkata, ‘Dan sungguh Ibnu Mas’ud berkata,
“Sesungguhnya dusta itu tidak benar baik sungguh-sungguh maupun bercanda.”
Adapun apabila dusta itu menimbulkan permusuhan atas kaum muslimin
dan membahayakan atas dien tentu lebih keras lagi larangannya.
Bagaimanapun pelakunya yang menertawakan suatu kaum dengan kedustaan
berhak mendapat hukuman secara syar’i yang bisa menghalangi dari
perbuatannya itu.[Majmu Fatawa(32/256)]
(Dinukil dari Edisi Indonesia Menepis Penyimpangan Manhaj Dakwah hal 84-93, Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan)
Sumber : http://www.salafy.or.id
0 komentar:
Post a Comment